Kambing Bantuan Mati ”Massal”, Gerindra Desak Usut Kasus Bantuan Ternak

127
EVALUASI: Fraksi Gerindra DPRD Sumbar menyampaikan laporan dan evaluasi tahun 2021 dan rekomendasi awal tahun 2022 Fraksi Gerindra atas kinerja Pemprov Sumbar, di Gedung DPRD Sumbar, kemarin (3/1).(EKA RIANTO/PADEK)

Belum lagi kasus bantuan sapi tak sesuai spesifikasi kontrak berkejelasan, giliran bantuan kambing mencuat kepermukaan. Berbeda dengan sapi, bantuan kambing yang sama-sama disalurkan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar itu mati mendadak tak lama pascadiserahkan kepada masyarakat.

Seperti dialami Kelompok Tani Saiyo Aiapacah, Padang. ”Kambing tersebut datang sudah dalam keadaan sakit dan lemas. Bahkan, sebagian kambing ada yang sudah dalam keadaan diare. Setelah datang kami pisahkan antara kambing sakit dan sehat di kandang darurat guna mencegah jika ada penyakit menular. Namun, tak lama pascaditempatkan di kandang darurat beberapa ekor kambing mati,” ujar Syafrizal, ketua kelompok tani dan ternak Saiyo kepada Padang Ekspres di Padang, kemarin (3/1).

Tak tinggal diam, Syafrizal pun mendatangkan dokter hewan untuk mengobati kambing-kambing yang sakit namun tetap banyak yang tidak selamat.

”Kami juga sudah berusaha dan dinas pun juga sudah, namun mau diapakan kambing tersebut tidak bisa bertahan dan akhirnya mati,” akunya. Secara keseluruhan, tambah dia, total kambing mati mencapai 12 ekor.

Menurut Syafrizal, pihak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar menjanjikan siap mengganti ke-12 ekor kambing bantuan yang mati tersebut seminggu pasca-kematian.

Namun, hingga sekarang kambing pengganti tersebut belum juga sampai ke Kelompok Tani Saiyo Aiapacah. Ia juga menambahkan bahwa kambing yang mati sudah dikuburkan dan didata anggota kelompok tani. Di mana, semua proses penguburan itu didokumentasikan tanpa satu pun tertinggal.

”Kami sempat disalahkan karena kambing yang baru seminggu datang mati. Mereka mengatakan bahwa lokasi kandang kami yang di atas semen tidak bagus untuk kambing. Akhirnya, kami swadaya membangun kandang darurat sampai bahan bantuan mendirikan kandang sampai,” tambah Syafrizal.

Tak hanya itu, Kelompok Tani Saiyo Aiapacah juga mengeluhkan kurangnya sarana pembangunan kandang yang dijanjikan. Dari sekian bahan yang dijanjikan, hanya kayu yang sampai ke lokasi kandang mereka.

“Sebelumnya kami dijanjikan semen, kayu, atap seng dan perlngkapan lainnya untuk membangun kandang, namun hingga sekarang yang datang hanya kayu saja. Akhirnya, kami beriur dan meminjam dana sekitaran Rp 6 juta untuk membangun kandang semampu kami,” ungkap Syafrizal.

Sekarang, menurut Syafrizal, tersisa 28 ekor kambing yang dirawat di kandang milik Kelompok Tani Saiyo Aiapacah. ”Dari lima ekor pejantan, sekarang tersisa hanya tiga ekor saja. Mudah-mudahan, kami berhasil mengembangkan kambing tersebut dan memberikan dampak yang positif dari segi ekonomi kepada kami Kelompok Tani Saiyo Aiapacah,” katanya.

Spesifikasi Khusus, Tak Boleh Kurus

Menyikapi persoalan ini, Dr Yan Heryandi dosen Fakultas Peternakan Unand menyebut, khusus sapi pembibitan tidak boleh gemuk, namun juga tidak boleh kurus. Pasalnya, kedua hal tersebut dapat mengganggu proses pengembangbiakan sapi. Baginya sapi mempunyai spesifik tertentu untuk dikembangbiakkan.

”Pertama, bisa dilihat dari model badannya terlebih dahulu. Bobotnya tidak kurus dan tidak gemuk, lalu badannya itu seperti segitiga. Segitiga ini dalam artian badannya melebar ke belakang, jadi bukan seperti balok. Postur segitiga dengan pantat sapi yang besar ini sangat penting, karena di situ juga ada ambingnya nanti,” terang dia.

Dari sifatnya, tambah dia, tentunya hal pertama sapi tersebut mau dikawini. Selain itu, sapi pembibit juga memiliki kriteria makanan, jadi makanannya harus yang tidak mengakibatkan sapi tersebut kegemukan. Ini bisa diatur melalui pola makan sebenanrnya.

”Ketika bobot sapi melebihi ideal bisa bermasalah pada reproduksinya, karena lemak yang dimiliki dapat membalut saluran reproduksi. Kalau ini terjadi, maka tingkat fertilitas ternak tersebut menjadi rendah. Hal ini berimbas pada upaya membuntingkan ternak. Namun ketika bobot sapi terlalu rendah atau cenderung kurus, juga berpengaruh pada kesehatan sapi tersebut,” ujarnya kemarin (3/1).

Yan mengatakan bahwa sapi yang kurus dapat mempengaruhi kesehatan sapi. Ketika kesehatannya terganggu, berakibat pada banyak hal salah satunya stunting. Jadi, sapi untuk pembibitan ataupun dikembangbiakkan harus mempunyai berat ideal.

”Kita tidak mengetahui secara pasti apa permasalahannya, banyak faktor yang dapat menyebabkan sapi tersebut kurus. Ini kan sapi tender yang berasal dari daerah lain, bisa menjadi pertanyaan apakah sapi tersebut berkecukupan pada saat pembeliannya. Namun, bisa juga pada saat pembelian sesuai standar dan spesifikasi, lalu saat sampai ditempat sapi mengalami penurunan bobot. Mungkin terjadi permasalahan ketika sapi mulai diserahkan kepada masyarakat dan kelompok,” jelasnya.

Ketika sampai di tangan warga atau kelompok penerima, menurut Yan, mereka tidak memiliki cukup ilmu dan edukasi tentang pengelolaan ternak sapi. Sehingga, penurunan bobot tidak dapat terelakkan. Juga, bisa jadi pasokan makanan yang minim. Hal ini harus menjadi catatan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar.

Baginya, pendampingan pada masyarakat itu harus continuitas. Masyarakat tidak boleh dilepas, mengingat tidak semua memiliki pengetahuan dan pemahaman cukup dalam pengelolaan sapi untuk dikembangbiakkan ini.

”Tidak hanya dana pengadaan saja yang perlu diperhatikan, namun juga dana untuk pengelolaan makan ternak dan pemdampingan juga harus dimatangkan. Jangan sampai duit negara sudah habis banyak untuk pengadaan sapi bantuan ini, namun dampaknya terhadap kesejahteraan peternak tidak signifikan, khawatirnya ini dapat menjadi boomerang nantinya untuk Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar,” ungkapnya.
Usut Ternak Bantuan

Kasus pengadaan ternak tidak sesuai spesifikasi menjadi bola liar di DPRD Sumbar. ”Belakangan, kita dihebohkan menyusul adanya persoalan pengadaan ternak tidak sesuai seharusnya. Sapi kurus, kambing mati mendadak, atau ternak unggas berupa itik tidak optimal,” kata Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar Hidayat pada sejumlah wartawan dalam laporan dan evaluasi, serta rekomendasi awal tahun Fraksi Gerindra atas kinerja Pemprov Sumbar, kemarin (3/1).

Menurut anggota dewan Dapil Padang ini, Fraksi Gerindra dapat laporan misalnya di Keltan Saiyo Aiapacah, Kecamatan Kototangah, bantuan kambing sakit dan mati mendadak setelah didatangkan baru satu minggu. Dari 40 ekor pengadaan, 12 ekor di antaranya mati. Begitu juga Keltan Tuah Sakato, Kuranji. Sejumlah sapi yang datang sangat-sangat kurus.

Baca Juga:  Andre Rosiade: Tuntas, Hak 131 Konsumen Meikarta yang Ngadu ke DPR Terpenuhi

”Hal ini seharusya tidak perlu terjadi, jika pelaksanaan pekerjaan dilakukan dengan sistem bagus, dan ada pendampingan. Fraksi Gerindra meminta kasus ini diusut tuntas dan rekanannya ditindak sesuai ketentuan berlaku. Umumkan kepada publik dalam rangka standar dan transparansi publik. Fraksi Gerindra juga meminta agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap persoalan pengadaan ini. Mulai perencanaan, pelelangan hingga pelaksanaan,” kata Hidayat.

Hal itu juga dibenarkan anggota Fraksi Gerindra DPRD Sumbar lainnya, Jasma Juni. Dewan Dapil Pariaman-Padangpariaman ini meminta agar kejadian ini tak terulang lagi. Meskipun begitu, persoalan ini harus ditindaklanjuti. Dia melihat ada kelalain yang terjadi dalam pengawasan saat pengadaan.

”Evaluasi OPD-nya. Masa ternak yang diberikan malah menyusahkan warga penerima. Untuk apa petani membesarkan ternak yanag tak mau besar. Bahkan, bisa nilai jual nanti malah berkurang. Habis waktu memelihara ternak ini,” katanya tegas.

Di sektor pendidikan, Fraksi Partai Gerindra meminta gubernur memastikan proses pembangunan sarana prasarana pendidikan, promosi jabatan kepala Sekolah SMA/SMK/SLB bebas dari pengaruh intervensi politik dan bisnis.

Pembangunan di sektor pendidikan harus jauh dari intervensi politik dan bisnis. Kalau ada praktik bisnis di dalam dunia pendidikan, maka hal itu akan memberatkan orangtua murid.

Fraksi Gerindra juga merekomendasikan agar Gubernur memperkuat sistem dan mekanisme eksekutif kontrol di jajaran pejabat struktural dan fungsional untuk memastikan pencapaian optimal terhadap pelaksanaan program dan kegiatan.

Terutama, pelaksanaan program unggulan di sektor pertanian pada tahun 2022, karena anggarannya membengkak luar biasa dibandingkan tahun sebelumnya.

”Untuk pelaksanaan efektivitas eksekutif kontrol, Fraksi Gerindra menyarankan adanya delegasi kepada wakil gubernur untuk melaksanakan monitoring atas program dan kegiatan strategis daerah, agar tidak terjadi lagi kasus-kasus proyek mangkrak dan tak sesuai spesifikasi,” kata anggota fraksi lainnya Khairudin Simajuntak.

”Untuk sejumlah proyek masih mangkrak, terutama Main Stadium, Gedung Kebudayaan Sumbar dan penyelesaian pagar Gedung DPRD Sumbar, Fraksi Partai Gerindra meminta diumumkan kepada publik penyebab dan kendalanya. Umumkan juga kepada publik rekanan yang telah melakukan kontrak, namun tidak melaksanakan pekerjaannya sampai tuntas,” imbuh angota fraksi lainnya Mario Syahjohan.

Fraksi Partai Gerindra juga mendukung independensi gubernur dalam menjalankan tugas dan fungsinya terutama menentukan kebijakan, lepas dari intervensi siapapun juga. Meminta agar kasus-kasus yang berpotensi terjadinya pelanggaran peraturan, seperti beredarnya surat permintaan sumbangan yang bikin heboh publik nasional, tidak terjadi lagi.

”Gubernur harus benar-benar memastikan orang dekat dan lingkarannya tidak melakukan hal tersebut. Bukan hanya memperburuk posisi gubernur, melainkan juga membuat jelek nama baik Sumbar di tingkat nasional,” Evi Yandri, anggota Fraksi Gerindra.

Bantah Tak Sesuai Spesifikasi

Sebelumnya, Jubir Pemprov Sumbar Jasman Rizal membantah kabar yang menyatakan bahwa pengadaan sapi di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar tidak sesuai spesifikasi kontrak.

Dia menegaskan bahwa pengadaan sapi sudah sesuai prosedur dan ketentuan berlaku, baik secara spesifikasi maupun pelaksanaannya. Untuk pelaksaannya dilakukan secara profesional dan bertanggung jawab, tidak ada campur tangan gubernur, wakil gubernur, maupun dinas terkait. Sehingga, dapat dipastikan bahwa proses lelang berjalan tanpa ada intervensi, kecurangan dan sejenisnya.

Hal itu diperkuat dengan fakta bahwa proses lelang pengadaan sapi telah terikat dalam mekanisme, aturan, ketentuan dan dasar hukum, serta bersifat sangat teknis. Terlalu jauh dan tidak mungkin kalau hal ini diurus gubernur dan wakil gubernur.

”Dinas Peternakan dan Keswan Sumbar hanya menyiapkan spesifikasinya sesuai kebutuhan. Pengadaannya bukan dimaksudkan untuk beli sapi bibit, tetapi sapi untuk dibudidayakan. Setelah proses lelang selesai oleh ULP, kemudian sapi yang telah datang dicek kembali oleh Dinas Peternakan dan Keswan Sumbar. Pengecekan ini guna memastikan bahwa telah sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak atau tidak. Lalu setelah cocok dan sesuai dengan spesifikasi, barulah Dinas Peternakan dan Keswan Sumbar meyerahkannya kepada kelompok masyarakat penerima yang telah ditetapkan sebelumnya,” ungkap Jasman, Rabu (29/12) lalu.

Untuk spesifikasi secara detail, ia menjelaskan sapi bantuan yang akan dijadikan indukan merupakan sapi lokal. Jadi bisa saja yang diambil adalah sapi bali, madura, pesisir ataupun PO. Untuk tinggi minimalnya ditetapkan 110 cm dan telah memiliki 3 pasang gigi.

Dia menekankan bahwa poin pentingnya ada pada kondisi sapi yang sehat dan mau makan, sehingga untuk ukuran sapi bukan menjadi pendoman. Ini karena yang dibeli adalah sapi betina untuk pengembangbiakan, bukan sapi jantan untuk penggemukan.

Ia memaklumi adanya anggapan bahwa sapi yang diserahkan adalah sapi yang tidak berkualitas karena kurus. Opini tersebut muncul tentu saja karena kurangnya informasi yang didapatkan. Lebih lanjut, ia mencoba menjabarkan terkait berat sapi yang cenderung kurus tersebut.

”Pertama yang harus kita ketahui, sapi yang baik untuk calon indukan memang sebaiknya tidak gemuk karena akan sulit hamil. Kemudian juga akibat dari proses pengiriman sapi dan perbedaan iklim serta perlakuan, itu bisa membuat penyusutan bobot sapi.

Disitulah kemudian tugas kelompok untuk merawatnya dengan baik hingga bobotnya bisa kembali normal, sehat, birahi, kawin lalu bunting dan melahirkan. Perawatan ini dilakukan setelah proses karantina selama tujuh hari di holding ground. Dan yang menjadi catatan penting, ada garansi apabila selama seminggu setelah diserahkan sapinya mati, akan diganti oleh penyedia,” ujar Jasman.

Mewakili Pemprov Sumbar, ia berharap tidak ada lagi kesalahan informasi yang beredar terkait pengadaan sapi bantuan ini. Pemerintah melalui dinas peternakan dan kesehatan hewan telah bekerja maksimal sepanjang 2021, dibuktikan dengan adanya penyerahan bantuan ratusan ekor sapi kepada kelompok ternak yang tersebar di berbagai wilayah.

”Selama tahun 2021 kita telah memberikan bantuan pengembangan sapi lokal untuk 131 kelompok yang tersebar di seluruh kabupaten kota di Sumbar, kecuali Mentawai, Padangpanjang dan Bukittinggi. Dan, masing-masing dari kelompok tersebut mendapat 12 ekor sapi. Juga ada 51 kelompok yang menerima bantuan sapi jenis sapi crossing dengan jumlah bantuan 10 ekor sapi per kelompoknya,” terang Jasman. (eko/cr3/cr1)