Kasus Tol dan KONI Padang ”Masuk” PPATK, Fithriadi Beberkan Modus TPPU

71
SINERGI: Plt Deputi Pencegahan PPATK, Fithriadi Muslim menyerahkan cinderamata kepada Pemred Padang Ekspres Revdi Iwan Syahputra di Graha Pena Padang, kemarin (8/3).(ADETIO PURTAMA/PADEK)

Terancam ”dimiskinkannya” sejumlah crazy rich (orang super kaya) atas sangkaan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU), menambah deretan panjang pelaku kejahatan yang dijerat dengan UU No 8 Tahun 2010 itu.

Menariknya, kasus TPPU ini juga menjadi atensi serius aparat penegak hukum di Sumbar. Bahkan, sepanjang periode 2017-2021 terdapat delapan kasus TPPU.

”Jadi selama tahun 2017 sampai 2021, terdapat sebanyak 8 kasus tindak pidana pencucian uang atau sebesar 1,2 persen dari seluruh putusan tindak pidana pencucian uang. Mayoritas kasus pencucian uang tersebut meliputi narkotika, korupsi, dan perjudian,” jelas Plt Deputi Bidang Pencegahan PPATK, Fithriadi Muslim dalam kegiatan Media Visit ke Graha Pena Padang Ekspres Group, kemarin (8/3).

Fithriadi merincikan, jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang diterima pihaknya di Sumbar yakni, sebanyak 247 LTKM di tahun 2018, 374 LTKM di 2019, 12 LTKM di 2020, dan 48 LTKM di 2021.

”Dua kasus yang sangat menarik perhatian publik di Provinsi Sumbar sendiri adalah kasus korupsi ganti rugi tol, dan dugaan korupsi di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Padang,” kata Fithriadi dalam diskusi yang dipandu Pemred Padang Ekspres Revdi Iwan Syahputra.

Dijelaskannya, berdasarkan hasil penilaian risiko atau Sectoral Risk Assessment (SRA) TPPU berasal dari korupsi, diperoleh hasil beberapa modus TPPU terkait korupsi seperti penggunaan badan hukum dan trust, penggunaan gatekeeping, penggunaan lembaga keuangan domestik, menggunakan lembaga keuangan offshore (luar negeri), penggunaan nominees, dan penggunaan uang tunai.

Fithriadi mengungkapkan, salah satu modus pencucian uang oleh oknum pejabat yang saat ini mayoritas teridentifikasi oleh PPATK adalah pemanfaatan nominee atau orang lain untuk melakukan transaksi keuangan.

Temuan ini juga sejalan dengan hasil penilaian risiko nasional TPPU Tahun 2021 bahwa penggunaan nominee (nama pinjaman) atau penggunaan trust bernilai 8,32 teridentifikasi sebagai tipologi TPPU yang berisiko tinggi.

”Adapun berdasarkan identifikasi PPATK, pihak-pihak yang yang dipinjam namanya, termasuk rekeningnya, antara lain anak kandung, istri, keluarga (misalnya adik, kakak, sepupu, mertua, dan lainnya), orang kepercayaan (misalnya rekan kerja, teman dekat, sekretaris), sopir, dan lainnya,” ungkapnya.

Selain itu, modus professional money launder (PML) juga teridentifikasi pada TPPU yang berasal dari korupsi dan narkotika. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan profesi jasa keuangan KUPVA untuk melakukan pencucian uang.

Hal itu menggunakan mekanisme cross border movement, di mana adanya unsur kewajaran aktivitas cross border movement yang dilakukan oleh pegawai money changer yang dilakukan dalam jumlah besar dan rutin.

Hal ini yang kerap kali menjadi underlying transaction bagi para pelaku kejahatan untuk membuat seolah-olah sumber dana hasil tindak pidana tersebut berasal dari harta kekayaan yang legal.

Lebih lanjut Fithriadi menyampaikan, terdapat beberapa penyebab terjadinya kasus korupsi dan pencucian uang di antaranya tingkat kemiskinan, pengangguran, jarak sosial masyarakat, pertumbuhan ekonomi yang lambat, biaya politik yang tinggi, dan penyebab lainnya.

Ditambahkannya, perbuatan korupsi pasti berhubungan erat dengan praktik pencucian uang. Korupsi sendiri pasti menghasilkan aset hasil tindak pidana dan hasil tindak pidana tersebut disembunyikan atau disamarkan agar tidak bias ditelusuri sumbernya.

Baca Juga:  Mahfud dan Komisi III Saling Tantang

”Nah cara untuk menyembunyikannya adalah melalui praktik pencucian uang dengan berbagai modus agar tidak bias ditelusuri,” ujarnya.

Modus-modus yang sering digunakan dalam pencucian uang yaitu penggunaan rekening milik orang lain, penggunaan fake invoice, penyalahgunaan profesi untuk melakukan transaksi atas nama profesi, penyalahgunaan transaksi korporasi, pembelian barang secara tunai dan atas nama orang lain, dan penyahgunaan aset kripto.

Fithriadi menyebutkan, salah satu solusi efektif dalam penanganan kasus korupsi dan pencucian uang tersebut adalah melalui Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset.

Keterbatasan dalam melakukan penyelamatan aset yang merupakan hasil tindak pidana berdampak belum optimalnya asset recovery atas hasil tindak pidana di Indonesia, khususnya perampasan terhadap hasil tindak pidana yang tidak dapat atau sulit dibuktikan tindak pidananya, termasuk di antaranya hasil tindak pidana yang dimiliki atau berada dalam penguasaan tersangka atau terdakwa yang telah meninggal dunia.

Ia menambahkan, permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan penetapan RUU Perampasan Aset. RUU ini telah diinisiasi penyusunannya oleh PPATK sejak Tahun 2008 dengan mengadopsi ketentuan dalam The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan konsep Non-Conviction Based Forfeiture dari negara-negara common law.

Seperti diketahui, merupakan lembaga sentral (focal point) yang mengkoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, PPATK membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk media massa dalam hal menginformasikan kepada masyarakat tentang apa saja yang telah dilakukan oleh PPATK.

”Untuk itu, kegiatan media visit ke Padang Ekspres ini diharapkan bisa menguatkan kerja sama antara PPATK dan Padang Ekspres ke depannya,” harap dia. Turut hadir dalam kesempatan itu, Redaktur Pelaksanaan Rommi Delfiano, Suryani dan Eri Mardinal, Koordinator Liputan Eka Rianto, serta lainnya.

Pemred Padang Ekspres Revdi Iwan Syaputra mengaku, pihaknya siap bekerja sama dengan PPATK. ”Kita siap menjadi mitra strategis PPATK,” ujar Ope—penggilan Revdi Iwan Syahputra.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar sudah menyelesaikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan jalan tol Padang-Sicincin yang telah mulai disidik sejak Juni 2021 lalu.

Penyerahan 13 tersangka dan barang bukti atau tahap dua kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekanbaru di Taman Kehati Padangpariaman telah dilakukan penyidikan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumbar. Tahap dua dilakukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21 oleh JPU.

Sedangkan Kejaksaan Negeri Padang telah menetapkan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumbar AS sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana KONI Padang periode 2018-2022 pada 31 Desember 2021 lalu.

AS ditetapkan Kejaksaan Negeri Padang sebagai tersangka terkait jabatannya yang pernah menjadi Ketua KONI Padang bersama mantan Wakil Ketua KONI Padang, DV dan mantan Wakil Bendahara KONI Padang, NZ. (adt)