
Polemik surat permintaan sumbangan bertanda tangan gubernur Sumbar soal pembuatan buku kepada sejumlah pengusaha makin panas. Tiga fraksi plus satu partai resmi mengajukan hak angket ke pimpinan DPRD Sumbar, kemarin (14/9).
Hak angket ini ditujukan untuk menghindari krisis kepercayaan yang semakin meluas, sekaligus guna mendapatkan kepastian hukum dan politik. Pengajuan hak angket ini disampaikan di sela-sela rapat paripurna yang digelar DPRD Sumbar, kemarin (14/9).
Tiga fraksi itu adalah Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi PDIP dan PKB, serta Partai Nasdem. Meski diajukan tiga fraksi dan satu partai, namun anggota dewan yang menandatangani baru 17 orang.
Dokumen pengajuan ini langsung diserahkan perwakilan fraksi, yakni M Nurnas (Demokrat), M Yusuf Abit (Gerindra), Firdaus (PDIP-PKB), dan Irwan Afriadi (Nasdem) ke Ketua DPRD Sumbar Supardi. Menariknya, penyerahan usulan hak angket ini juga disaksikan Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy.
Untuk diketahui, Polresta Padang saat ini juga sedang menyelidiki kasus ini. Surat bertanda tangan gubernur Sumbar meminta sumbangan menggunakan kop Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang diduga melanggar aturan, yaitu penyalahgunaan wewenang.
Nurnas menyebutkan, terdapat tujuh alasan dan tujuan hak angket tersebut. Pertama, demi terselenggaranya pelaksanaan pemerintahan daerah yang baik, tertib, bersih dan bebas KKN, serta sesuai peraturan perundang-undangan.
Kedua, menjaga dan memberikan dukungan politik dan moril yang kuat kepada kepala daerah sekaligus mengingatkan pihak-pihak yang diduga berusaha merongrong dan mempengaruhi kepala daerah untuk mengeluarkan kebijakan yang tidak sesuai aturan, serta ketentuan yang berpotensi menguntungkan pihak atau kelompok tertentu.
Ketiga, demi terjaga dan terciptanya iklim sosial politik kondusif di tengah masyarakat. Sehingga, dibutuhkan kepastikan hukum dan politik atas dugaan kebijakan gubernur yang dinilai sudah meresahkan publik, sekaligus berpotensi mencederai kepercayaan publik kepada pemerintahan daerah maupun kepada kepala daerah Sumbar.
Empat, untuk tercipta dan terjaganya kenyamanan dan ketertiban bekerja tanpa intervensi pihak manapun dalam pelaksanaan tugas di kalangan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Sumbar.
Lima, bagi DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, setelah mendengar berbagai aspirasi, pandangan, pendapat dan komentar dari berbagai komponen masyarakat baik lokal maupun nasional. Maka, DPRD mesti bersikap yang tujuannya demi menjaga harga diri dan wibawa, serta kepercayaan masyarakat.
Sekaligus, tidak terciptanya krisis kepercayaan publik yang meluas kepada kepala daerah dan pemerintahan daerah Provinsi Sumbar pada gilirannya berpotensi mengganggu proses pembangunan.
Keenam, untuk menjawab semua dugaan tersebut, maka DPRD menyikapinya dengan penggunaan hak angket agar permasalahan menjadi terang benderang. Ketujuh, bila DPRD diam, maka besar potensi perkara ini bisa menjadi catatan sejarah kelam Sumbar pada pemerintahan daerah periode ini. Ini bakal menjadi catatan tidak baik bagi generasi penerus.
”Atas dasar itulah, lanjutnya, Demokrat berpandangan menjadi kewajiban bagi DPRD untuk mengawasi bagaimana kondisi pemerintah daerah agar bisa bekerja sesuai aturan dan ketentuan,” katanya.
Ketua Fraksi Gerindra Hidayat membenarkan bahwa Fraksi Gerindra salah satu satu fraksi yang mendukung hak angket yang diusung Demokrat dan Nasdem.
Menurut dia, meski kasus ini sedang tahap proses penyelidikan di Polresta Padang, namun DPRD juga punya hak untuk melakukan penyelidikan. Jika hak angket ini disetujui, maka DPRD Sumbar juga akan melakukan pemanggilan sejumlah pihak.
Sedangkan Irwan Afriadi dari Nasdem menyebutkan, partainya mendukung hak angket ini. Meskipun secara fraksi, Nasdem bersama PPP belum menyatakan sikap. ”Ya, saya dari Partai Nasdem,” katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP-PKB, Albert Hendra Lukman menambahkan, pihaknya sangat menghormati proses hukum yang saat ini sedang berjalan di pihak kepolisian.
Namun untuk menjawab pertanyaan masyarakat dan dugaan-dugaan yang sampai saat ini belum ada kejelasan dari gebernur, maka DPRD perlu menyikapinya dengan penggunaan hak angket agar permasalahan ini menjadi terang.
Sermentara itu, Wagub Sumbar, Audy Joinaldy tidak banyak berkomentar kepada wartawan terkait pengajukan penggunaan hak angket dari sejumlah anggota DPRD Sumbar tersebut. Dia hanya mengatakan, pihaknya siap mengikuti semua prosedur.
”Kita mengikuti prosedurnya saja. Nanti dilihat gimana-gimana selanjutnya. Pasti mereka ada sidang-sidangnya,” kata Audy usai mengikuti rapat paripurna.
Sementara itu, anggota Fraksi PKS, Mocklasin menilai, penggunaan hak angket DPRD Sumbar terkait surat sumbangan bertandatangan gubernur Sumbar itu hanya membuang anggaran saja. Sebab, kasusnya masih dalam proses di kepolisian. ”Semua sudah dilakukan kepolisian, kenapa ini diulang lagi, ” katanya.
Menurutnya, banyak anggaran daerah yang akan habis melalui penggunaan hak angket tersebut, mulai dari rapat-rapat, studi banding dan lainnya. ”Biayanya bahkan mencapai ratusan juta rupiah,” katanya.
Selain itu, menurutnya, penggunaan hak angket juga tidak efektif dan efisien karena muara dari hak angket ini adalah rekomendasi kepada pihak lain seperti kepolisian dan kejaksaan.
”Kita pejabat publik melihat efektivitas, ini ada unsur pemubaziran karena pansus akan bekerja lama. Penyidik kepolisian tentu lebih hebat dari dari DPRD dan mereka telah menjalankan tugasnya,” katanya.
Ia mengatakan, gubernur baru bekerja tak lebih dari enam bulan. Saat ini banyak pekerjaan yang harus dilakukan bersama, sehingga pihaknya berupaya meminimalisir kegaduhan.
”Pertaruhan hak angket ini adalah marwah lembaga, apa ini pantas atau tidak. Kita tidak ingin ada kegaduhan,” katanya.
Dia menambahkan, secara politik Fraksi PKS tetap solid dan melakukan koordinasi dengan teman-teman fraksi lain untuk menggalang kekutan agar tidak bergulir.
Ketua DPRD Sumbar Supardi menyampaikan, pimpinan DPRD Sumbar akan segera membahas usulan hak angket itu. Pimpinan akan memeriksa berkas usulan, apakah sudah sesuai aturan berlaku.
”Kita terima dan lihat sesuai aturan berlaku, kalau berkas lengkap maka kita bawa dalam rapat Bamus dan membawa ke paripurna untuk mengambil keputusan terhadap hak angket ini,” katanya.
Pengamat politik asal Unand Dr Edi Endrizal MSi menyampaikan, hal yang wajar jika anggota dewan menggunakan hak angket. Namun, ini baru tahap pengusulan. Dari segi aturan boleh saja diusulkan dari anggota dewan.
Baginya apakah usulan ini bergulir atau ditindaklanjuti, tentu ada prosedur dan mekanisme yang dilalui. Salah satunya, apakah anggota dewan lainnya setuju atau tidak. Bisa saja nanti, sebagian besar anggota dewan menolak sehingga usulan ini tak diterima.
”Rangkaian prosesnya cukup panjang. Ada juga paripurna lanjutan yang mesti diagendakan Bamus,” katanya. PKS yang merupakan partai Gubernur Mahyeldi, menurut dia, bisa saja melakukan komunikasi politik dengan fraksi lain. Jika komunikasi PKS bagus dengan fraksi lain, bisa saja hak angket ini tak jadi dilanjutkan.
Dia memberi saran pada gubernur, agar tidak risai menyikapi usulan hak angket ini. ”Hal yang biasa dalam dinamika politik,” katanya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda menyampaikan, penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polresta Padang masih perlu melengkapi beberapa keterangan dari para saksi berkaitan dengan kasus ini.
Dia menjelaskan, kekurangan tersebut mesti dipenuhi dulu dengan kembali meminta keterangan dari para saksi sebelum gelar perkara dilakukan. (eko)