
Berada di kawasan pedalaman Kabupaten Solok, dengan berbagai keterbatasan dan ketertinggalan, baik soal akses jalan maupun telekomunikasi, masyarakat Kecamatan Tigolurah berharap segera lepas dari belenggu daerah tertinggal tersebut.
SECARA geografis dan topografis, Kabupaten Solok terbagi empat wilayah utama. Yakni bagian selatan yang merupakan daerah ketinggian yang umumnya penghasil sayur-sayuran. Seperti kecamatan Lembahgumanti, dan Pantaicermin. Lalu, di Utara yang merupakan daerah dataran rendah, seperti Singkarak dan Sulitair.
Kemudian, bagian tengah meliputi Arosuka, Kecamatan Gunung Talang dan Kubung, yang terkenal penghasil beras Solok bersertifikat Indikasi Geografis. Serta, bagian timur yakni yang berada di kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan Dharmasraya dan Sijunjung, yang meliputi kecamatan Payung Sekaki dan Tigo Lurah.
Nah, di bagian tengah ini, merupakan daerah yang umumnya berada di tengah-tengah hutan. Bahkan beberapa pemukiman berada di kawasan hutan lindung, sehingga jangankan akses telekomunikasi, akses jalan beraspal dan listrik pun tidak ada di sana.
Beberapa nagari, bahkan masuk blank spot area dan tidak ada akses internet. Seperti Nagari Garabakdata dan Tanjung Balik Sumiso, Kecamatan Tigolurah. Artinya, dua nagari tersebut, benar-benar tidak memiliki akses internet maupun telekomunikasi. Sehingga kehidupan di sana sangat jauh dari teknologi digital.
Seperti yang diungkapkan Joni Wandri, guru di SDN 11 Tanjung Balik Sumiso. Katanya, untuk melakukan komunikasi via selular, ia harus menuju Nagari Batubanjanjang atau butuh satu jam perjalanan untuk sekadar mendapatkan sinyal. Untuk akses internet, jangan ditanya lagi, hal tersebut hanyalah mimpi di nagari itu.
”Jangan harap ada internet, sinyal untuk menelepon saja tidak ada di Sumiso, maka itu sangat sulit bagi kita para guru dalam menerapkan metode pembelajaran seperti sekolah pada umumnya,” ungkapnya, saat dihubungi Padang Ekspres, Kamis (11/8).
Bahkan, saat pandemi lalu, selama diterapkan pembelajaran di rumah, ia justru harus mengunjungi setiap rumah siswa agar siswa tidak ketinggalan pelajaran. Karena tidak mungkin menerapkan sistem belajar dari rumah, karena akses tidak ada sama sekali, baik telepon maupun internet.
Masih terkait dengan belajar online, beberapa waktu lalu sejumlah pelajar dan mahasiswa yang bersekolah dan kuliah di luar Kecamatan Tigolurah, tetap juga harus keluar rumah untuk ikut belajar online.
Saat itu, mereka mendapatkan satu titik di Nagari Simanau yang memiliki sinyal internet. Titik tersebut, berada di sebuah tebing di sisi jalan menghubungkan kecamatan itu dengan Nagari Sirukam, Kecamatan Payungsekaki.
Titik itu, kemudian ramai dikunjungi remaja dan pemuda dari Nagari Simanau, Rangkiangluluih, Batubajanjang, Sumiso, dan Garabakdata. Dari pusat Nagari Simanau, jaraknya sekitar tujuh kilometer dan dari Nagari Rangkiangluluih sekitar 14 kilometer, bahkan dari Sumiso dan Garabakdata butuh waktu dua hingga 4 jam perjalanan. Sementara, dari Nagari Sirukam di Kecamatan Payungsekaki, jaraknya mencapai 20 kilometer.
Mahasiswa UNP asal Nagari Tanjungbaliksumiso, Indria Karna, 21, mengatakan, selama tahun 2020 hingga dimulainya kuliah tatap muka akhir 2021 lalu, ia dan teman-temannya sering sekali ketinggalan informasi terkait tugas dan pembelajaran saat berada di kampungnya. Misalnya, jadwal yang tiba-tiba berubah, pengumpulan tugas dan sebagainya. Sebab, mereka tidak mendapatkan informasi terbaru setiap saat.
”Karena hanya bisa update di lokasi yang ada sinyal internet, maka itu, setiap hari kita harus menempuh perjalanan dua jam lebih untuk sekedar membaca WA atau mengirim tugas,” ungkapnya.
Warga lainnya, Rahman Arianto, 37, yang juga ketua pemuda Nagari Garabakdata menyebut persoalan internet dan telekomunikasi merupakan hal yang sama dengan persoalan akses listrik dan akses jalan yang layak di nagarinya, malah belum tersentuh sama sekali dengan pembangunan modern tersebut.
”Internet, jalan bagus, jangan harap ada di nagari kita, ini sudah lama kita usulkan tapi belum juga ditanggapi, dan mudah-mudahan masa bupati sekarang bisa direalisasikan,” jelasnya.
Wali Nagari Garabakdata Pardinal mengatakan, masyarakatnya selalu menyuarakan kepada Pemerintah Kabupaten Solok untuk disegerakan pembangunan di nagari tersebut. Khususnya akses jalan dan telekomunikasi.
”Kalau jalan memang ada beberapa yang sudah diperbaiki dan juga ada yang sudah masuk dalam perencanaan. Sekarang kita juga berharap ada akses telekomunikasi maupun internet,” ungkapnya.
Akses telekomunikasi sangat penting saat ini, bukan karena persoalan komunikasi antara nagari dengan pemkab yang dia risaukan. Melainkan tentang pendidikan anak, yang saat ini sudah serba teknologi. Sedangkan di nagarinya, tidak bisa mengikuti perkembangan tersebut lantaran keterbatasan akses.
”Khususnya kita berharap ada akses internet. Ini penting sekali bagi pendidikan anak-anak. Karena selama ini, khususnya saat pandemi, miris sekali melihat bagaimana anak-anak berjalan puluhan kilometer hanya untuk mengirim tugas,” jelasnya.
Diakuinya, selain terkendala masalah hutan lindung, sebab pemerintah pusat tidak mau membuka hutan lindung, maka Garabakdata bisa menjadi nagari yang dirugikan oleh kebijakan hutan lindung tersebut. Disebutkannya, keinginan masyarakat sangat sederhana sekali, hanya ingin ada akses jalan, akses telekomunikasi dan akses listrik.
”Kami berharap banyak pada bupati, dan saya akan selalu mendukung kebijakan pemda terkait pengembangan pembangunan di nagari saya,” tukasnya.
Terpisah, kepala Dinas Kominfo Kabupaten Solok Teta Midra menyebut, saat ini di Kabupaten Solok terdapat 12 nagari kategori no internet access, dan empat nagari kategori blank spot area. Yakni Nagari Aieluo, Kecamatan Payung Sekaki; Nagari Garabakdata dan Tanjungbalik Sumiso, Kecamatan Tigolurah; serta Nagari Pasilihan, Kecamatan X Koto Diatas.
”Tahun 2022 ini kita sudah mengajukan permohonan jaringan telekomunikasi kepada Kemenkominfo RI melalui Badan Aksesibilitas telekomunikasi dan informasi (BAKTI), untuk pengadaan jaringan di lokasi blank spot,” ujarnya, Jumat (12/8).
Namun, status Kabupaten Solok yang bukan daerah tertinggal, membuat program tersebut belum bisa dijalankan di Kabupaten Solok. Program Bakti itu hanya untuk kabupaten tertinggal.
”Sangat disayangkan. Yang jelas kita upayakan selalu untuk mengurangi daerah tidak terjangkau sinyal, biar masyarakat bisa berkomunikasi di tiap sudut nagari. Kita masih negosiasikan untuk menemukan solusi itu,” tambahnya.
Tak hanya itu, Pemkab Solok juga mengejar bantuan ke Kemenko Polhukam RI, tepatnya melalui Percepatan Layanan Akses Telekomunikasi dan Internet, Asisten Deputi (Asdep) Koordinasi Telekomunikasi dan Informatika, Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur (Bidkoor Kominfotur) Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Hak Azazi Manusia (Kemenko Polhukam).
Ditegaskannya, Pemkab Solok sudah mengirimkan surat perihal Undangan Rapat Koordinasi dan Tinjauan Lapangan Titik-titik Blank Spot yang ada di Kabupaten Solok.
”Informasi terakhir, rencananya bulan Agustus ini, Kabid di Deputi VII Kemenko Polhukam dan Kementerian Kominfo beserta provider, akan datang ke Kabupaten Solok untuk melalukan survei, serta melihat secara langsung nantinya ke lapangan,” tambahnya.
Ia berharap, kedepannya kawasan blank spot maupun no internet bisa dikurangi di Kabupaten Solok. Sehingga akses telekomunikasi bisa lancar, dan semakin mempertegas program smart city yang sedang digencarkan. (***)