Kepala Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo segera menelpon satu per satu kepala daerah baik gubernur maupun bupati/wali kota, serta pangdam dan kapolda seluruh Indonesia untuk melarang semua bentuk kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Tidak peduli siapapun pejabat yang datang berkunjung.
”Siapapun yang punya niat berkunjung ke daerah, membuat acara, dan berpotensi menimbulkan kerumunan, serta melanggar protokol kesehatan, wajib dilarang. Demi menyelamatkan rakyat kita agar terhindar dari penularan virus Covid 19,” kata Doni kemarin (19/11).
Sebelumnya, Doni juga telah melakukan percakapan via telepon dengan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi. Ia menyampaikan, belajar dari kejadian di Jakarta beberapa hari lalu, maka Gubernur wajib melakukan pencegahan agar tidak terjadi pengumpulan massa dalam bentuk acara apapun di masa mendatang. ”Semua kegiatan wajib taat dan patuh kepada protokol kesehatan. Protokol kesehatan adalah harga mati,” tegasnya.
Doni berharap para gubernur, pangdam dan kapolda bisa segera membuat jumpa pers sekaligus menyampaikan ke publik bahwa di masa pandemi ini, kita harus disiplin dan patuh pada protokol kesehatan sesuai arahan presiden. Para tokoh ulama, tokoh masyarakat atau siapapun dapat menunda segala bentuk aktivitas yang berpotensi menimbulkan kerumunan dan melanggar protokol kesehatan.
”Bagi yang berniat akan menggelar acara, maka saya ingatkan, tugas kita melakukan pencegahan. Para tokoh, ulama harus menjadi teladan, memberi contoh mencegah agar tidak terjadi pelanggaran protokol kesehatan,” kata Doni.
Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ini mengungkapkan, jika terlambat dicegah, dan saat massa sudah berkumpul, maka ketika dibubarkan sangat berpotensi terjadi gesekan. ”Makanya saya minta untuk melakukan pencegahan, kalau massa sudah berkumpul dan kita bubarkan, maka bisa terjadi hal hal yang tidak diinginkan. Pasti jatuh korban. Makanya harus tegas sejak awal, agar kerumunan yang melanggar protokol kesehatan tidak terjadi,” katanya.
Doni berjanji, akan menelepon satu per satu semua gubernur, pangdam dan kapolda seluruh Indonesia untuk mengingatkan agar benar-benar menjalankan larangan kerumunan massa. ”Jika para pemimpin di daerah tegas menjalankan dan mematuhi protokol kesehatan, maka kita sudah melindungi rakyat kita,” katanya.
Menurut Doni, percepatan penanganan membutuhkan peran serta semua pihak. Tanpa dukungan kolektif dari masyarakat, rantai penyebaran Covid-19 akan terus terjadi. Menghindari kerumunan, salah satunya, menjadi langkah yang nyata untuk memutus rantai penyebaran tersebut. ”Upaya bersama dalam perubahan perilaku dibutuhkan dalam adaptasi masa pandemi ini. Salus populi suprema lex, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi,” kata Doni.
Terpisah, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menegaskan bahwa dirinya akan memenuhi undangan klarifikasi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terkait dugaan pelanggaran adanya pengumpulan massa yang berpotensi terjadinya penyebaran COVID-19 di Megamendung, Kabupaten Bogor.
Kang Emil—sapaan Ridwan Kamil—didampingi Kepala Biro Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jabar akan mengunjungi Kantor Bareskrim Polri di Jakarta, hari ini, Jumat (20/11). ”Sebagai warga negara yang taat hukum, maka undangan ini (panggilan Bareskrim Polri) wajib kita penuhi dengan baik. Besok (Jumat, 20 November 2020) kami akan hadir di Bareskrim Polri ditemani Kepala Biro Hukum,” kata Kang Emil dalam jumpa pers di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (19/11).
Kang Emil mengatakan, Bareskrim Polri mengundang dirinya untuk memberikan klarifikasi. Selain ia, sejumlah pihak pun dimintai hal serupa oleh Bareskrim Polri. ”Kepolisian meminta klarifikasi dari sejumlah pimpinan wilayah tempat peristiwa tadi. Walaupun asal muasal dan latar belakang situasinya tidak bisa dipersamakan,” ucapnya.
Kang Emil menegaskan, undangan Bareskrim Polri bukan untuk pemeriksaan, melainkan meminta keterangan terkait kegiatan di Bogor yang diduga melanggar protokol kesehatan. ”Pak Anies Baswedan sudah memberikan klarifikasi dan saya sudah menerima surat kemarin sore untuk dimintai keterangan. Jadi, bahasanya bukan diperiksa, tapi dimintai tambahan keterangan terkait acara di Bogor,” katanya.
Menurut Kang Emil, sistem pemerintahan Jabar berbeda dengan DKI Jakarta. Kewenangan teknis, seperti kegiatan masyarakat, berada di level bupati/wali kota. Sedangkan, hubungan provinsi dan kabupaten/kota bersifat koordinatif. ”Kalau di luar DKI Jakarta semua kewenangan teknis ada di bupati/wali kota, jadi ada ribuan kegiatan setiap tahun di Jabar itu dikelolanya oleh bupati dan wali kota. Karena hubungan antara bupati, wali kota dengan gubernur itu sifatnya koordinatif,” ucapnya.
Instruksi Mendagri
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian baru saja menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Covid-19. Di dalamnya diatur berbagai hal, termasuk sanksi bagi kepala daerah yang mengabaikan kewajibannya.
Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal menjelaskan, selama ini pemerintah pusat sudah sering mengingatkan daerah untuk total dalam menegakkan disiplin protokol kesehatan. Selain sebagai bentuk pencegahan, juga untuk menghargai kerja keras berbagai pihak di lapangan dalam menanggulangi Covid-19.
”Maka Mendagri merasa perlu mengeluarkan instruksi untuk para kepala daerah,” ujarnya kemarin. Isi instruksi tersebut antara lain menegakkan secara konsisten protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 di daerah masing-masing. Yakni, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan mencegah kerumunan.
Kemudian, pemda harus proaktif dalam pencegahan penularan Covid-19. Tidak hanya mengandalkan cara-cara responsif atau reaktif. Misalnya dalam hal kerumunan massa harus didahului pencegahan yang bersifat humanis. Diikuti pembubaran kerumunan sebagai opsi terakhir bila masih bandel.
Kepala daerah, tutur Syarfrizal, juga diinstruksikan untuk menjadi teladan dalam mematuhi protokol kesehatan. ”Termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan,” tutur Syafrizal.
Sementara, mengenai sanksi, kepala daerah yang mengabaikan instruksi tentu saja akan mendapat konsekuensi sesuai pasal 67 huruf B UU 23/2014 tentang Pemda. Pengabaian terseut sama saja dnegan tidak menaati seluruh ketrentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi terberatnya adalah pemberhentian dari jabatan kepala daerah.
Sebelumnya, Bawaslu mengumumkan telah menindak berbagai pelanggaran protokol kesehatan selama masa kampanye. ”Total Bawaslu menertibkan sedikitnya 1.448 kegiatan kampanye tatap muka atau pertemuan terbatas yang melanggar prokes,” kata anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin.
Dari jumlah tersebut, 158 di antaranya adalah pembubaran kegiatan. Selebihnya berbentuk peringatan. Jenis pelanggarannya antara lain jumlah massa yang melebihi kapasitas, berkerumun tanpa jaga jarak, peserta tidak memakai masker, hingga tidak tersedianya sarana mencuci tangan. (tau/byu/jpg)