Tinggal delapan huruf berjejer di muka Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung). Sudah tidak sempurna ketika dibaca. Pun demikian merah putih yang berkibar kemarin siang (23/8) sudah rusak dijilat api. Tidak kalah mengenaskan dari nasib kantor Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Gedung enam lantai itu habis dilahap Si Jago Merah. Berikut isinya. Termasuk banyak berkas, data, serta dokumen penting lainnya.
Apa saja yang hilang pasca kebakaran hebat itu? Sampai kemarin Kejagung belum bisa menjawab. Pun demikian Polri yang sudah mendapat tugas untuk menyelidiki kobongan tersebut. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD yang sudah berkicau sejak malam kelam Kejagung juga serupa. Hanya menegaskan bahwa seluruh berkas perkara yang ditangani Kejagung aman.
Kemarin malam, Mahfud mendadak buka suara. Dia mengaku, ditugasi oleh Presiden Joko Widodo secara langsung. ”Berkas-berkas perkaranya aman.
Seratus persen aman,” kata Mahfud. Termasuk perkara besar yang tengah ditangani oleh Kejagung. “Yang saat ini sangat menonjol ada dua perkara. Yaitu asus Djoko Tjandra yang melibatkan jaksa Pinangki dan kasus Jiwasraya,” bebernya.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menegaskan, dirinya tidak akan mengedipkan mata untuk memelototi kedua perkara itu. “Saya ikut mengawal di situ sebagai menko, saya akan teliti betul, ikuti perkembangannya,” ungkap dia. Pejabat asal Jawa Timur itu menekankan bahwa niat pemerintah masih sama. Mengungkap semua pihak yang terlibat dalam pusara kedua kasus tersebut.
Bila ada lagi yang terlibat selain Pinangki, Mahfud ingin semua diproses hukum. “Jaksa yang lain, pejabat yang lain, kalau ada (keterlibatan) itu harus berproses secara transparan,” tegasnya. Pemerintah, lanjut dia, tidak akan berbohong. Apalagi sampai menutupi dan menyembunyikan sesuatu dari kasus-kasus tersebut. Jika ada yang punya bukti atau data terkait kasus tersebut, pemerintah membuka diri untuk menerima.
Berkas perkara lain juga dipastikan aman. Tidak ikut terbakar. Sebabnya, semua berkas itu berada di kantor Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) serta Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus). Kantor kedua pejabat tersebut bukan di Gedung Utama Kejagung. Terpisah sekitar seratus meter dari gedung yang semalaman terbakar. Namun demikian, apa saja yang terbakar masih belum ada jawabannya.
Yang pasti, data-data milik Jaksa Agung Bidang Intelijen ikut terbakar. Mahfud mengakui, tidak menutup kemungkinan ada data-data penting di kantor Jan S. Maringka tersebut. “Tentu saja sejauh pengetahun kami semua, di intelijen ada banyak data,” imbuhnya. Menurut dia, data-data tersebut akan diungkap oleh Kejagung pada waktunya. Dia berharap tidak ada yang berspekulasi terkait kebakaran di Kejagung.
Mahfud tidak menutup mata bahwa banyak spekulasi berkeliaran. Menurut dia, spekulasi tersebut tidak seharusnya bermunculan. Polri, kata dia, sudah bekerja. “Diawasi saja bersama-sama. Tetapi tidak perlu berspekulasi bahwa ini untuk melindungi ini, itu, dan sebagainya. Yang spekulatif seperti itu dijauhi dulu,” pintanya. Apalagi bila mengait-ngaitkan kebakaran Kejagung dengan penanganan kasus tertentu. Dia berharap spekulasi itu tidak ada lagi.
Sampai pemadaman berlanjut ke proses pendinginan kemarin, Gedung Utama Kejagung tampak jelas porak-poranda. Jika dilihat sepintas, nyaris tidak ada yang tersisa. Gosong dari sayap kiri sampai sayap kanan. Isinya pun demikian. Habis. Api dengan cepat merambat. Tidak heran banyak pihak bertanya-tanya. Mengapa bangunan yang amat penting itu bisa cepat dilalap api?
Menurut Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Satriadi Gunawan, struktur bangunan utama itu mudah terbakar. Selain itu, bagian per bagian gedung itu terhubung. Tidak ada pembatas. “Mengakibatkan mudahnya perambatan,” ungkap satriadi. Api cepat menghanguskan lantai satu sampai enam. Dari sayap kiri di sebelah utara sampai sayap kanan pada bagian selatan.
Dengan status bangunan cagar budaya, Gedung Utama Kejagung mestinya punya proteksi berlebih. Termasuk dari kemungkinan terjadinya kebakaran. Sayangnya, alat pendeteksi kebakaran di gedung tersebut seperti lumpuh. Saat ditanyai hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono tidak menjawab tegas. “Semua tidak tahu, dengan sistem seperti apapun namanya musibah, apalagi hari libur,” bebernya.
Menurut Hari, pihaknya sudah melaksanakan prosedur perawatan Gedung Utama Kejagung sesuai ketentuan yang berlaku. “Bahwa apa yang sudah diatur dalam SOP cagar budaya sudah kami lakukan,” kata dia. Hanya, dia tidak mengetahui kapan terakhir kali sistem proteksi gedung itu diperiksa instansinya. Menurut dia, selama ini semua sistem di gedung tersebut berfungsi sebagaimana mestinya.
Urusan penyebab terbakarnya gedung tersebut, Hari juga menyatakan hal serupa yang disampaikan oleh Mahfud. Dia meminta tidak ada spekulasi. Apalagi mengaitkan insiden tersebut dengan penanganan perkara yang tengah berproses di Kejagung. Urusan data, dia memastikan pihaknya memiliki back up. “Kami juga punya record center,” ujarnya. Menurut dia, data-data milik instansinya sudah tersimpan di fasilitas tersebut.
Sehingga masalah berkas, data, atau dokumen yang hilang bisa dicari. Termasuk data surat setoran bukan pajak terkait perkara Djoko Tjandra? Hari tegas menjawab. “Saya sudah sampaikan, semua mendengar ya, di Gedung (Utama) itu tidak ada berkas yang terkait dengan penanganan perkara,” singkatnya. Sehingga penanganan perkara Djoko Tjandra yang menyeret Pinangki dipastikan terus berlanjut.
Di sisi lain, Komisi Kejaksaan (Komjak) meminta Kejagung mengambil langkah cepat. “Sekarang perlu emergency planning untuk recovery,” kata Ketua Komjak Barita Simanjuntak kepada Jawa Pos. Meski berkas perkara tidak terbakar, dia menyatakan bahwa organisasi Kejagung juga memiliki tanggung jawab lain di luar proses penegakan hukum. Yakni pelayanan kepada masyarakat. Itu tidak boleh terganggu.
Barita memastikan pihaknya terus berkoordinasi dengan Kejagung agar pejabat teras yang kantornya ikut terbakar bisa tetap bekerja maksimal. Dia menambahkan, Kejagung perlu mengevaluasi sistem secara menyeluruh, bukan hanya di Gedung Utama Kejagung. Melainkan di gedung-gedung kejaksaan yang berada di seluruh Indonesia. “Dicek kembali, diverifikasi kembali, agar kejadian ini tidak terulang ke depannya,” kata dia.
Sementara itu, pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuturkan, kebakaran di tengah sorotan masyarakat terhadap penanganan kasus Djoko Tjandra yang memunculkan skandal penegak hukum, baik jaksa dan polisi, tentunya menimbulkan berbagai tanda tanya. Menurutnya wajar menko polhukam sempat curiga ada sabotase atau upaya menghilangkan jejak. “Sebab, ada beberapa fakta yang bisa dihubungkan,” paparnya.
Fakta pertama adalah terbitnya peraturan Jaksa Agung (JA) tentang mekanisme penanganan jaksa yang terlibat kasus hukum. Walau telah dicabut, isi aturan itu seolah-olah melindungi Pinangki yang terjerat kasus Djoko Tjandra. “Perlu disadari bahwa kasus Djoko Tjandra itu merupakan skandal penegak hukum terbesar Abad ini,” jelasnya. Fakta selanjutnya, pernyataan kapuspen Kejagung.
Menurut Fickar, Hari pernah berujar bahwa pihaknya akan memberikan bantuan hukum kepada Pinangki. Namun lagi-lagi keterangan itu diralat oleh Kejagung. Bahwa yang memberikan bantuan hukum adalah Persatuan Jaksa Indonesia (PJI). “Walau diralat lagi tidak akan berikan bantuan hukum,” ujar dia. Fakta selanjutnya, gugatan dari mantan Jaksa Antasari Azhar yang dulu menangani kasus Djoko Tjandra.
Gugatan itu mempertanyakan sitaan kasus Djoko Tjandra senilai Rp 400 miliar. Apakah sudah eksekusi untuk disita negara atau belum. “Saat itu kasusnya ditangani Kejari Jaksel Untung Ari Muladi, yang saat ini menjabat sebagai wakil jaksa agung,” terangnya. Ada pula informasi soal adanya CCTV pertemuan antara petinggi Kejagung dengan Djoko Tjandra. Informasi ini sempat disebutkan pula oleh Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
“Lalu terjadilah kebakaran besar itu,” ujar Fickar. Dari rangkaian peristiwa tersebut, dia menilai, sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa kebakaran itu sebuah sabotase. Bahkan, bisa jadi itu merupakan ancaman bagi penyidik kejaksaan untuk mengembangkan kasus Pinangki. “Saya kira Presiden Jokowi harus memerintahkan pengusutan tuntas kasus oknum kejaksaan yang terlibat Djoko Tjandra,” tuturnya.
Kejagung memang menyebut bahwa berkas kasus aman. Namun, tentunya harus dibuktikan semua berkas kasus korupsi tersebut tidak hancur terbakar. “Harus dibuktikan,” tegasnya. Dari DPR Anggota Komisi IX Saleh Daulay menegaskan, agar tidak ada anggapan adanya sabotase yang lebih dulu digulirkan selama belum ada hasil investigasi. Karena itu, Saleh mendesak agar kepolisian bergegas menginvestigasi kebakaran tersebut.
Tentu secara transparan. “Kita tidak bisa menduga-duga juga. Kita minta aparat profesional supaya mengusut secara transparan, karena tidak boleh juga ada spekulasi berkembang muncul di masyarakat. Itu juga tidak baik,” tegasnya kemarin. Dia juga berharap semua pihak di DPR menahan diri berkomentar soal sabotase. “Jadi nggak keliru juga kita memberikan statement terkait sesuatu yang belum diusut tersebut,” tegasnya. (deb/idr/syn/jpg)