
Sidang pendahuluan gugatan perselisihan hasil pilkada (PHP) 2020 di Mahkamah Konstitusi (MK) dimulai kemarin (26/1). Dari 35 perkara yang disidangkan bergantian di hari pertama itu, para pemohon banyak mempersoalkan manuver para petahana dalam kontestasi pilkada.
Misalnya, disampaikan pasangan calon (paslon) bupati Bandung Kurnia Agustina-Usman Sayogi. Kuasa hukum Kurnia-Usman, Mellisa Anggraini mengatakan, kemenangan paslon Dadang Supriatna-Syahrul Gunawan dalam pilkada Bandung sarat dengan pelanggaran yang terstruktur sistematis dan massif (TSM). Salah satu buktinya, kata Melli, memanfaatkan program pemerintah untuk pemenangan.
Selain bantuan sosial penanggulangan Covid-19, Melli menyebut, paslon petahana mendompleng sejumlah program daerah. Misalnya, program kartu wirausaha yang memberikan insentif Rp 1 juta, kartu tani dengan insentif Rp 500 ribu, hingga kartu guru ngaji yang diberi alokasi masing-masing Rp 3 juta–Rp 6 juta.
Dia mengaku sudah mempersoalkan berbagai dugaan money politic terselubung ke KPU dan Bawaslu Kabupaten Bandung. ”Baik termohon maupun Bawaslu mengganggap bukan janji atau money politic,” ujarnya. Pihaknya menilai, tindakan tersebut melanggar prinsip jurdil dalam pilkada.
Hal senada disampaikan paslon gubernur Kalimantan Selatan Denny Indrayana-Difriadi. Kuasa hukum Denny-Difriadi, TM Luthfi Yazid mengatakan, banyak program yang digunakan untuk kampanye kubu Sahbirin Noor-Muhidin. Bansos Covid-19 hingga tandon air mencitrakan diri petahana dengan foto dan tagline-nya. Program tersebut menyasar ratusan ribu pemilih.
”Ada tagline ’Bergerak’ di program-program Pemerintah Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi tagline kampanye petahana,” ujarnya. Hal itu, lanjut dia, melanggar ketentuan pasal 71 UU Pilkada. Namun, Yazid kecewa karena Bawaslu tidak menggubris laporan pihaknya.
Denny juga membawa bukti pelaksaan pemungutan suara yang tidak sesuai. Mulai adanya petugas TPS yang mencoblos surat suara, ratusan TPS dengan surat suara lebih banyak, hingga adanya pemilih tidak memenuhi syarat (TMS). Berbagai pelanggaran itu dinilai akan memengaruhi perolehan suara yang hanya terpaut 0,4 persen.
Kasus serupa diadukan paslon Bupati Pangandaran Adang Hadari-Supratman. Kuasa hukumnya Muhammad Yusuf menyebutkan, berbagai voucher bantuan uang tunai maupun sembako tertera logo petahana. Bahkan, kata Yusuf, pembagian program pusat seperti kartu Indonesia sehat, BPJS Ketenagakerjaan, hingga program keluarga harapan (PKH) disisipi kampanye. Yakni dengan penyertaan tagline ”Juara” yang identik dengan petahana Jeje Wiradinata-Ujang Endin. ”Bawaslu cenderung melakukan pembiaran. Padahal, dengan kasus serupa, Bawaslu Bandar Lampung berani melakukan tindakan tegas mendiskualifikasi,” tuturnya.
Dalam persidangan kemarin, panel hakim MK tidak banyak melakukan pendalaman. Umumnya, para hakim hanya merevisi sejumlah teknis permohonan dan mengkonfirmasi bukti pelanggaran yang diajukan. Untuk tanggapan dari KPU, pihak terkait (paslon pemenang) dan keterangan Bawaslu akan disampaikan pada persidangan selanjutnya. ”Nanti diberikan kesempatan untuk menanggapi dalil aduan,” kata Ketua MK Anwar Usman.
Sidang PHPU Sijunjung
Sidang perdana PHPU Pilkada Sijunjung juga digelar di hari pertama kemarin. PHPU Sijunjung diajukan pasangan calon nomor urut 05, Hendri Susanto dan Indra Gunalan melalui kuasa hukum Miko Kamal sebagai pemohon. Pada perkara tersebut, KPU Sijunjung sebagai termohon.
”Tadi agendanya pembacaan pokok pemohon dan penetapan pihak terkait. Selanjutnya, pada 1 Februari 2021 mendatang dilanjutkan dengan pembacaan termohon, Bawaslu dan pihak terkait,” tutur Lindo. Sedangkan tanggal 15 Februari mendatang, diagendakan pembacaan putusan sela. ”Tanggal 15 Februari pembacaan putusan sela,” sebutnya.
Sebelumnya, KPU Sijunjung sudah menggelar pleno penetapan perolehan hasil suara pada Selasa (15/12) Desember 2020 kemarin. Pada pleno tersebut, KPU menetapkan pasangan nomor urut 03, Benny-Irradatillah sebagai pasangan yang memperoleh suara terbanyak. Disusul, pasangan Hendri Susanto-Indra Gunalan.
Dengan berlanjutnya PHPU terkait pilkada sijunjung ini, menjadikan sejumlah jadwal tahapan pilkada berubah. Sehingga, KPU Sijunjung belum bisa melaksanakan penetapan calon terpilih di pilkada Sijunjung. ”KPU menunggu keputusan MK. Selanjutnya, berdasarkan keputusan itu baru bisa dilakukan penetapan calon terpilih. Paling lambat lima hari setelah keputusan dikeluarkan MK,” jelasnya.
Terkait pelantikan calon terpilih dan proses selanjutnya akan dilanjutkan setelah itu. ”Setelah penetapan calon terpilih nanti, KPU akan mengusulkan ke DPRD Sijunjung untuk proses pelantikan. Tahapan KPU hanya sampai penetapan calon terpilih,” tambahnya. (jpg/atn)