
DIBANDINGKAN dengan tahun 2021, ekonomi Sumbar memang mengalami pertumbuhan pada tahun 2022. Yakni dari 3,29 persen menjadi 4,36 persen. Tapi angka tersebut belum bisa memuaskan semua pihak.
Salah satunya adalah anggota Komisi III DPRD Sumbar Irwan Afriadi. Menurutnya, yang bagus itu berada di atas rata-rata angka nasional yang 5,31 persen.
“Angka ini harus menjadi target Sumbar di tahun 2023, di mana Sumbar masih butuh inovasi-inovasi yang konkrit,” sebutnya kepada Padang Ekspres, beberapa waktu lalu.
Saat ini dia pun menunggu janji pemprov terkait 1 juta entrepreneur. “Jika hal ini sudah jalan maka kita tidak akan risau lagi terkait pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Dia pun meminta agar pemprov lebih konkrit dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian. Sebab sektor pertanian menjadi salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi yang besar. Serta, pemprov juga harus mampu menarik para investor besar yang akan berpengaruh ada pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu anggota Komisi III DPRD Sumbar lainnya, Albert Hendra Lukman, menyinggung soal angka inflasi Sumbar yang tahun lalu sebesar 7,43 persen. Ini menurutnya angka yang tinggi dan menandakan ekonomi Sumbar secara umum belum baik.
Kader PDI-P ini melihat mesti sudah ada upaya dari Gubernur-Wagub dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi, namun hal ini belum bisa dikatakan baik. Dia menyebut, gerakan masif dan fokus bisa terus dilakukan dengan mencoba menggerakkan ekonomi melalui UMKM di daerah.
“Program ekonomi kerakyatan diyakini bisa menggerakkan ekonomi Sumbar,” katanya. Selain itu, mendorong sektor pendukung pembangunan ekonomi mesti dilakukan.
Dia mencontohkan saat ini ada kendala dalam kelanjutan pembangunan Tol Padang-Pekanbaru. Persoalan dasarnya adalah pembebesan lahan, padahal uang pembangunan tolnya suda ada.
“Bantu pembebasan lahannya. Karena tol diyakini akan memberikan dampak besar secara langsung pada ekonomi. Juga berdampak besar pada sektor pariwisata di Sumbar,” katanya.
Pengamat ekonomi Harif Amali mengatakan pergerakan ekonomi yang mulai tumbuh menuju kondisi normal, seyogyanya menjadi momen untuk mendorong percepatan bangkitnya perekonomian. Yakni dengan berbagai kebijakan konkrit yang memberikan nilai tambah untuk perekonomian Sumatera Barat.
Nah menurutnya, permasalahan yang masih menjadi isu strategis saat ini adalah inflasi. Dia menilai, kebijakan pengendalian inflasi Sumbar belum berhasil meskipun telah ada Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Ekspektasi masyarakat, sambungnya, sangat tinggi terhadap stabilitas harga kebutuhan rumah tangga. Dari sisi rumah tangga, inflasi yang tinggi tentunya akan meningkatkan biaya hidup sementara pendapatan masyarakat tidak bertambah, akhirnya kesejahteraan akan menurun, dan kemiskinan akan meningkat.
“Pada periode kepala daerah sebelumnya Sumatera Barat pernah memperoleh penghargaan dari Menko Perekonomian atas keberhasilan pengendalian inflasi. Kondisi ini perlu menjadi catatan untuk lebih meningkatkan koordinasi internal dan lembaga terkait untuk menyiapkan berbagai instrumen kebijakan yang dapat langsung menyentuh kepada masyarakat,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala Biro (Kabiro) Ekonomi Sekretariat Provinsi (Setprov) Sumbar Wardarusmen mengatakan, pihaknya fokus melakukan pemulihan ekonomi melalui beberapa sektor yang dianggap strategis di daerah. Terutama di bidang pertanian, UMKM dan pariwisata.
Menurutnya, dari segi target pertumbuhan ekonomi disesuaikan dengan target RPJMD di 2021 sampai 2026 mendatang. Berdasarkan analisis BI, pertumbuhan ekonomi di Sumbar adalah antara 4.60 persen sampai dengan 5 persen 2023 presiksi realisasinya.
“Alhamdulillah gerakan ekonomi sektor riil bergerak terus. Maka sesuai dengan moto gubernur dan wakil gubernur membangun daerah dengan komitmen kuat. Kita punya potensi ekonomi lokal yang dilandasi nilai-nilai sosial dan budaya lokal yang perlu kita perkuat terus terutama jejaringnya,” katanya lagi.
Ia berharap dengan kepemimpinan Mahyeldi-Audy ini pertumbuhan ekonomi di Sumbar menjadi lebih baik ke depannya sehingga menjadi salah satu daerah yang menjadi daerah yang lebih unggul dibanding daerah lainnya.
“Kita harap dengan sektor-sektor yang kita fokuskan ini dapat menjadikan Sumbar menjadi daerah yang unggul dan madani,” katanya lagi.
Setelah Masa Transisi
Sementara itu Kepala Bappeda Sumbar Medi Iswandi menyebutkan Mahyeldi dan Audy Joinaldy dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur Sumbar pada 25 Februari 2021. Pada masa itu merupakan tahun anggaran masa transisi pemerintahan. Sebab APBD di tahun itu disusun berdasarkan RPJMD 2016–2021 oleh Pemerintahan Irwan Prayitno–Nasrul Abit.
“Yang mana pada tahun transisi perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian terutama program-program unggulan 2021–2026 yang memang tidak termuat dalam RPJMD 2016–2021 tersebut,” ucapnya.
Sebab, APBD direncanakan dan disusun dalam era pemerintahan sebelumnya dan pemerintahan yang dilaksanakan Mahyeldi dan juga Audy Joinaldy, sudah pasti ada beberapa hal yang tidak optimal pelaksanaanya sehingga tercatat silpa anggaran mencapai Rp 484,681 miliar.
Nah, tahun anggaran 2022 merupakan tahun pertama APBD Sumatera Barat disusun berdasarkan RPJMD 2021–2026. Artinya, tahun itu merupakan APBD pertama dan tahun pertama dalam pemerintahan baru. Dimana mulai direncanakan dan ditentukan prioritas secara utuh dari semua target dan indikator yang dijanjikan melalui program-program unggulan.
“Tahun 2022 itu terdapat beberapa pencapaian, seperti realisasi anggaran nomor empat tertinggi nasional, dengan silpa jauh di bawah kondisi tahun 2021, yakni hanya sebesar Rp 281,18 miliar,” sebutnya.
Kemudian di sektor pertanian menunjukan dampak yang sangat baik dengan indikator meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) mencapai 107,26% pada 2021 dan meningkat menjadi 110,41% pada 2022. Grafik ini menunjukan capaian jauh melebihi target yang dicantum dalam RPJMD yaitu 100.99%.
“Kondisi kesejahteraan masyarakat juga semakin baik yang ditandai dengan indikator angka kemiskinan sebesar 6,04% kondisi ini lebih baik dari target pada RPJMD sebesar 6,28. Capaian angka kemiskinan 2022 merupakan angka kemiskinan nomor 6 terendah dari semua provinsi secara nasional,” lanjutnya.
Selain itu, dalam perihal kemiskinan ekstrem juga terjadi penurunan. Dimana pada tahun 2021 mencapai 50.842 jiwa, dan menurun pada tahun 2022 menjadi 43.671 jiwa atau menurun 14,10%.
Indikator pelayanan publik yang dinilai oleh Ombudsman, juga mengalamipeningkatan signifikan dimana pada tahun 2021 berada pada zona kuning dengan nilai 68,52 kualitas sedang peringkat 25 dari 34 provinsi.
“Dan pada tahun 2022 itu berada pada zona hijau dengan nilai 82,60 kualitas tinggi dan berada padaperingkat 11 dari 34 provinsi. Namun dari semua pencapaian diatas, masih banyak target yang harustuntaskan,” tutupnya. (cr4/eko/cr1/cr5/wni)