
Teknologi yang terus berkembang dari hari ke hari mengubah banyak hal. Salah satunya dalam bidang ekonomi. Memasarkan sebuah produk tidak hanya secara konvensional lagi. Tapi juga bisa lewat teknologi digital.
Tidak hanya sebagai wadah untuk promosi. Tapi transaksi jual beli pun bisa berlangsung secara digital. Para penggiat usah mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pun kerap memanfaatknnya. Tidak terkecuali di Sumbar.
Para penggiat UMKM mengaku lebih memilih melakukan transaksi jual beli melalui digital daripada konvensional karena lebih sederhana dan pasti. Salah satunya adalah Rahmat Fani, 25, yang bergelut di usaha grosiran baju. Saat ini dia lebih tertarik mempromosikan dan menjual barang-barangnya melalui aplikasi media sosial seperti TikTok, Instagram dan Facebook.
Sebab, kalau jualan langsung yang datang untuk melihat saja menurutnya hanya satu atau dua orang. Tapi kalau di media sosial bisa langsung dilihat oleh ratusan orang.
Dan kemungkinan untuk terjualnya juga akan lebih besar.
Rahmat yang sudah mulai usaha online semenjak tahun 2021 lalu, mengaku mendapatkan omzet lebih dari prediksinya apabila melakukan live di Instagram dan Tiktok.
“Dari live saja bisa dapat keuntungan puluhan juta rupiah. Makanya lebih suka live daripada jualan di pasar langsung,” kata warga Agam, yang juga berjualan secara offline di Pasar Aurkuning, Bukittinggi, dan Tanahabang, Jakarta.
Bagi pemilik akun @tanahabang_collection26, peralihan ke digital sangat wajar mengingat perkembangan teknologi. Ditambah dengan penggiat media sosial yang bertambah dari waktu ke waktu. Sehingga yang menonton saat live juga banyak.
Di media sosial itu juga telah tersedia filter, dimana saat seseorang membutuhkan baju. Maka bisa bergabung dalam live jualan baju. Kalau butuh helm juga bisa bergabung di live jualan helm.
“Kalau di pasar konvensional biasanya banyak yang kebingungan dimana letak penjual baju, penjual helm dan sebagainya. Kalau di Instagram, TikTok dan Facebook sudah ada filternya. Jadi kalau membutuhkan baju bisa tinggal tulis saja lalu muncullah apa yang dibutuhkan,” katanya.
Dia berharap pemerintah untuk tetap memperhatikan para penggiat UMKM dengan memberikan pelatihan bagaimana mendapatkan uang jutaan rupiah dalam live. Bukan hanya mengadakan pelatihan khusus untuk pedagang konvensional saja.
“Kalau untuk pedagang online seperti saya rasanya kurang diperhatikan. Sementara itu lebih ke pedagang konvensional yang lebih mendapatkan pelatihan ini dan itu,” katanya.
Sementara itu, Vika salah seorang pedagang online TikTok dengan pemilik akun Bolly.id mengatakan bahwa dirinya telah bergelut di dunia perdagangan barang online semenjak 2019.
“Yang paling banyak untungnya ya jualan di online. Kalau konvensional secara langsung itu masih kurang. Paling kalau sehari hanya bisa Rp 500 ribu saja sementara online bisa sampai jutaan,” tuturnya.
Vika meyakini peranan media sosial sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan UMKM. Sebab kini banyaknya pembeli yang merupakan penggiat media sosial ketimbang langsung di pasar.
Ia juga mengatakan bahwa pemerintah seharusnya mendukung keberadaan UMKM di dunia digital ini. Karena dapat menjamin kebangkitan ekonomi bagi masyarakat dan dapat mengurangi pengangguran.
Fenomena Kemajuan Zaman
Pakar ekonomi Syafruddin Karimi berpendapat, pasar digital merupakan fenomena kemajuan zaman. Masyarakat hanya tinggal klik dan sudah bisa menjajakan barang dagangannnya.
Banyak efek positif yang dibawa oleh perkembangan digital ini. Salah satunya adalah berkembangnya gaya penjual dalam berdagang seperti cara penjualan live, mempromosikan lewat postingan dan berbagai hal lainnya.
Pedagang yang awalnya hanya menjajakan barang dagangan melalui media pasar dengan menyuarakan barang dagangannya ini, sekarang bisa menyuarakannya melalui live dan posting-an saja. Dimana dapat menghemat biaya, sasaran yang jelas.
Menurutnya, pendampingan dari pemerintah akan pemahaman tentang digitalisasi, dan potensi media sosial sebagai sarana promosi masih dinilai kurang. “Karena masih sangat banyak sekali pelaku usaha yang belum membuat medsos,” tuturnya.
Bahkan tidak sedikit pula yang sudah punya hanya saja tidak bisa mengoperasikan karena dibuatkan orang. Lantas bagaimana mereka bisa mempromosikan produknya kalau tidak punya akun atau tidak mengoperasikan medsos.
Pakar ekonomi lainnya, Sepris mengungkapkan, peranan UMKM terhadap perekonomian di Sumbar sangat dominan. Diantara penggerak ekonomi, UMKM lah yang paling besar persentasenya.
Saat ini UMKM menyesuaikan dengan zaman dan sudah banyak yang beralih ke digital. Yang mana digital ini mampu menjadi penggerak paling ampuh sehingga perekonomian di Sumbar juga bisa pulih dari Covid-19 lalu.
“Meskipun saat ini UMKM sudah go digital, namun pendampingan dari pemerintah juga sangat dibutuhkan. Mengingat pentingnya pendampingan tersebut untuk berkembangnya UMKM di Sumbar ini,” katanya lagi.
Baginya pelaku UMKM ini kebanyakan hanya otodidak saja. Artinya belajar medsos sendiri, melakukan aksinya sendiri sehingga peranan pemerintah tidak terlalu dominan.
Artinya, masih banyak yang harus dibenahi mulai dari pelatihan dan workshop mengenai UMKM go digital ini, memberikan contoh toko yang berhasil dalam bidang online ini, agar bisa memotivasi pelaku UMKM lainnya.
Sementara itu pakar ekonomi Elfindri menyebut, UMKM go digital ini bukti bahwa seiring berkembangnya teknologi, maka jenis promosi sebuah produk dapat menyesuaikan dengan zaman.
Menurutnya, dengan UU MKM go digital ini maka masyarakat akan lebih bisa mempromosikan barang dagangannya tidak hanya di satu tempat saja melainkan bisa mencapai seluruh daerah di Indonesia bahkan di negara lain.
UMKM go digital sangat berpotensi untuk kemajuan perekonomian, karena di saat pedagang mempromosikan barang dagangannya melalui live maupun posting-an di media sosial maka banyak masyarakat yang akan merespons.
Namun di sisi lain, pelaku UMKM ini juga mesti sabar untuk mendapatkan banyak viewers. Sebab, tidak semua UMKM yang go digital pula yang sukses. Bahkan lebih banyak UMKM go digital ini yang sedang merintis.
Menurutnya peranan pemerintah sangat dibutuhkan untuk kemajuan UMKM yang saat ini tengah menyesuaikan dengan media digital. Hal itu disebabkan karena pelaku UMKM yang bergerak di bidang digital ini juga diperlukan adanya pembinaan dan juga pelatihan.
“Tentu ada yang sukses dan ada juga yang belum sukses. Merintis di bidang digital ini diperlukan adanya kesabaran karena kebanyakan dari pelaku UMKM yang sukses di bidang digital ini kebanyakan adalah orang yang konsisten,” katanya.
Hal ini, menurutnya dapat mengurangi angka kemiskinan. Karena banyaknya masyarakat yang beralih kepada perdagangan via digital atau online dibandingkan dengan ofline. (cr5)