
Cuaca buruk yang terjadi akhir-akhir ini berimbas terhadap pasokan beras di Kota Padang. Akibat stok menipis, harga beras mengalami kenaikan.
Pantauan Padang Ekspres di Pasar Raya Padang Rabu (7/12), kenaikan harga beras terjadi pada semua jenis beras. Seperti beras sokan saat ini mencapai Rp 15 ribu per kilogram, beras kuriak Rp14 ribu per kilogram, beras bulog berkisar Rp 10 ribu sampai Rp 13 ribu per kilogram.
Endri, 51, salah satu pedagang beras di Pasar Raya Padang menjelaskan, kenaikan harga beras sudah terjadi beberapa waktu belakangan. “Rata-rata semua beras naik, seperti sokan sekarang itu sudah bisa mencapai Rp 15 ribu, bahkan ada yang lain menjual dengan harga Rp 16 ribu,” ungkapnya.
Melonjaknya harga beras disebabkan karena cuaca buruk yang sudah terjadi sejak November 2022 lalu. Hujan lebat membuat banyak produsen beras tidak mampu untuk mengirim hasil panen, sehingga harga melonjak.
“Beras ini bisa dikatakan langka, karena pasokan sudah mulai berkurang. Petani dan pengolahan beras tidak bisa bekerja karena cuaca buruk, jadinya barang berkurang dan permintaan tinggi membuat harga melonjak,” jelasnya.
Dia menambahkan, kenaikan harga beras mempersulit pembeli, karena beras merupakan bahan pangan pokok yang dibutuhkan. Jadi pembeli tetap berbelanja karena butuh.
“Beras itu kan makanan pokok, walaupun mahal tetap dibeli, namun cara pembeliannya berubah. Dulu biasanya ada yang membeli per karung, sekarang karena harga tinggi, mereka sekarang hanya bisa membeli per kilo,” katanya.
Senada, pedagang lainnya Wendra, 26 mengatakan, harga beras memang melonjak tinggi, ini disebabkan kurangnya pasokan padi akibat cuaca buruk.
“Harganya cukup tinggi, beras sokan sekarung sudah mencapai Rp 150 ribu, sebelumnya hanya Rp 130 ribu. Ini sudah terjadi semenjak hujan bulan lalu, petani menjadi tidak bisa menghasilkan panen banyak,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, petani masih menggunakan cara tradisional dalam menjemur padi, jadi suhu lembab di saat cuaca penghujan membuat banyak padi tidak siap untuk dikirimkan ke tempat penjual.
“Di Sumbar masih banyak menggunakan cara tradisional dalam menjemur padi, kalau cuaca seperti saat ini, metode tersebut menjadi kelemahan, karena banyak padi yang tidak terjemur dengan baik sehingga banyak stok juga berkurang,” jelasnya.
Menurutnya, salah satu faktor lain yang mempengaruhi harga beras naik tidak hanya karena faktor cuaca, namun pupuk mahal juga menjadi penyebab.
Asmaeri, 60, pedagang beras lainnya mengatakan, setiap kedai sekarang ini memang kekurangan stok beras. “Stok barang saat ini berkurang, karena pedagang susah memperoleh dari produsen, sementara itu permintaan pembeli tambah meningkat, makanya harga beras naik,” ungkapnya.
Menurutnya, hingga akhir tahun harga beras bisa menjadi lebih mahal lagi. Sebab, cuaca menjadi kunci bagi petani dalam memanen dan menjemur, kalau sampai akhir tahun cuaca tetap buruk, kemungkinan besar harga beras akan naik lagi.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kota Padang Syahrial Kamat menyebutkan persediaan beras hingga hari Natal dan Tahun Baru di Kota Padang dapat tercukupi. Meskipun pertanian sempat dilanda musim hujan, tapi tidak terjadi gagal panen yang signifikan.
Ia tak menampik kondisi lahan sawah di Kota Padang hanya bisa memenuhi 30-35 persen kebutuhan di Kota Padang. “Kita hanya bisa memproduksi sekitar 28 hingga 30 ribu ton beras, sementara kita butuh beras sekitar 100 ribu ton satu tahun, dengan asumsi 1 juta penduduk termasuk tamu yang datang,” jelasnya.
Sementara itu, kekurangan lainnya bisa disuplai dari Bulog dan daerah lain seperti Solok, Bukittinggi, Pesisir, daerah lainnya. Meski demikian, sejauh ini Kota Padang belum ada kekurangan persediaan beras. Malahan daerah Sumbar menjadi daerah surplus produksi beras ke daerah luar Sumbar.
“Sumbar malah menjual beras ke luar daerah seperti Pekanbaru, Jambi, dan juga Medan. Maka dari itu tidak mungkin saja rasanya Padang kekurangan persediaan beras, karena daerah Solok, Bukittinggi pasti menjual berasnya ke Padang,” tuturnya.
Ia menyebutkan, persediaan beras di Bulog pun bisa mencukupi kebutuhan 2 hingga 3 bulan ke depan. Sebab, tiap tahunnya Bulog bersama Disdag bakal siaga ketika hari keagamaan besar dan juga tahun baru mendatang.
“Kalau musim hujan kebetulan tidak berpengaruh begitu signifikan, kita khawatirkan hanya hama dan penyakit tanaman. Memang saat hujan deras turun sawah terendam air, tapi tidak begitu berpengaruh, karena masih ada pengolahan tanah,” terangnya. (cr4/mg1)