Pandemi Covid-19 memberikan dampak luar biasa terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II 2020, Indonesia mengalami kontraksi 5,32 persen dan 3,49 persen pada kuartal III. Hal ini membuat pemerintah mengubah kebijakan untuk menyelamatkan kondisi ekonomi negara.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, di balik kesulitan itu, pandemi memberikan kesempatan beberapa sektor untuk semakin tumbuh, salah satunya dengan transformasi ekonomi hijau. Dia menyebut, pandemi membuat pemerintah mereposisi kembali untuk langkah ke depan dengan mengutamakan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pembangunan Indonesia ke depan.
“Selain akselerasi otomasi dan digitalisasi tentunya ada tren yang mengharuskan kita semua melakukan pemulihan hijau. Ternyata dampak Covid-19 memberikan dampak pada tujuan berkelanjutan kita atau Sustainable Development Goals, ada risiko ekonomi yang kita alami, penurunan daya beli masyarakat, angka kemiskinan meningkat sampai 10,9 persen pada September 2020,” ujarnya dalam acara diskusi virtual, Kamis (25/3).
Ia menjabarkan, transformasi yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi krisis pandemi Covid-19 untuk ekonomi berkelanjutan yaitu dengan melakukan tiga tahap. Di antaranya flattening the curve, adaptasi kebiasaan baru, dan antisipasi pandemi baru.
“Pertama kita segera menurunkan jumlah kasus harian yang di Indonesia. Lalu memulihkan ekonomi tapi juga kita harus menyiapkan fondasi yang kokoh agar membawa percepatan ekonomi, sehingga kita bisa tumbuh lebih tinggi sebelum pandemi,” jelasnya.
Pasca pandemi Covid-19, lanjutnya, ekonomi akan menuju pada pemulihan hijau dengan ekonomi sirkular menjadi langkah penting untuk menuju siklus yang lebih baik. Sebab ke depan ekonomi harus berevolusi, selama ini ekonomi linear menunjukkan adanya raw materials. Barang diproduksi, digunakan, lalu dibuang, sehingga tidak ada barang yang didaur ulang.
“Ekonomi linear ini yang harus kita kurangi nanti kita semua ke depan harus bertransisi menuju ekonomi sirkular. Ini akan menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi, lingkungan sosial dan sumber daya, tapi juga meminimalkan waste atau limbah dan buang ke lingkungan kita. Jadi apa yang kita gunakan kita bisa recycle dan digunakan kembali sebagai input produksi,” ungkapnya.
Ia menyebut, ekonomi sirkular bukan ancaman tapi menjadi peluang bagi perusahaan-perusahaan untuk berinovasi dan lapangan kerja baru. Bahkan secara bersamaan berkontribusi untuk mencapai pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.
Tidak hanya ekonomi namun juga berpengaruh terhadap sosial dan lingkungan. Hasilnya sebanyak 2,6 juta orang menganggur, bahkan 24 juta orang yang tadinya bekerja mengalami pengurangan jam kerja akibat Covid-19. Tindakan preventif untuk menghindari penularan Covid-19, banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan alat transportasi pribadi dibanding umum.
“Peningkatan angka pengangguran serta peningkatan angka kesenjangan yang mendekati angka 0,385. Tapi di lain itu ada risiko sosial dan lingkungan seperti peningkatan sampah limbah B3, sampah plastik, sampah medis sebanyak 294 ton per hari akibat pandemi. Semakin banyak juga orang yang memilih kendaraan pribadi dibanding transportasi umum karena takut adanya penularan, ini meningkatkan gas emisi rumah kaca,” ucapnya.
Amalia menambahkan, prioritas ekonomi berkelanjutan yaitu menyasar sektor industri. Sektor ini perlu didorong untuk ekonomi hijau berkelanjutan. Nantinya sektor energi akan diarahkan ke Energi Baru Terbarukan.
“Dan yang terakhir itu investasi, ini akan kami arahkan ke investasi hijau. Kita berikan sesuatu insentif jadi katalis ke investasi hijau, ini akan mendukung daya saing ekonomi yang lebih baik dan kontribusi yang lebih berkelanjutan,” pungkasnya. (jpg)