Pusat Kerajinan Ramadhona Fetra, Sulap Tempurung Kelapa Jadi Karya Seni

11
KREATIF: Ramadhona Fetra menunjukkan karya seni dari bahan limbah tempurung kelapa.(IST)

Bagi sebagian orang, tempurung kelapa merupakan limbah yang tidak memiliki nilai. Namun di tangan Ramadhona Fetra, limbah tempurung kelapa diolah menjadi produk karya seni yang bernilai rupiah.

Sebagai salah satu daerah penghasil perkebunan seperti kelapa, membuat limbah tempurung kelapa dibiarkan menumpuk begitu saja oleh sebagian masyarakat. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh Ramadhona Fetra sehingga mampu menambah penghasilan dari limbah tempurung kelapa.

Dari hasil keterampilan yang ia kerjakan, mampu mengurangi produksi limbah batok kelapa masyarakat setempat menjadi daya tarik tersendiri dari berbagai kalangan. Pria yang biasa disapa Fetra ini mengaku mendapat inspirasi dari kebiasaan sang istri lima tahun lalu yang selalu membuang batok kepala bekas perasan santan di lingkungan sekitar rumahnya.

Saat melihat tumpukan tempurung kelapa dibiarkan begitu saja yang dapat menimbulkan sarang penyakit, ia menjadi prihatin atas lingkungan setempat, sehingga ia mencoba mengolah tempurung tersebut menjadi sebuah karya seni.

“Kebiasaan istri saya dahulu selesai marut kepala tempurungnya di buang begitu saja, sewaktu saya melihat tumpukan tempurung. Saya kepikiran untuk mencoba mengolahnya. Lagian kalaupun dijual hanya laku paling tinggi Rp 1.000 per kilo. Jadi kalau diolah akan bernilai tambah tersendiri,” ungkapnya kepada Padang Ekspres.

Biasanya ia mendapat bahan baku tempurung dari limbah-limbah rumah tangga di lingkungan tempat ia tinggal, sehingga ia tidak membutuhkan banyak modal untuk mengolah tempurung kelapa tersebut.

Baca Juga:  Aksi Komunitas Marawala Group, Lindungi Ekosistem Laut Dari Tumpukan Sampah

“Bahan kita dapat dari tetangga. Hanya saja pengolahan harus memiliki keterampilan dan ketelitian agar barang permintaan pelanggan sesuai dengan yang di inginkan,” jelasnya.

Laki-laki kelahiran 1992 ini mengaku pelanggannya berasal dari kalangan pelajar dan masyarakat setempat. Dalam proses pengerjaan, ia harus membersihkan sabut kelapa dan kulit tempurung dengan pisau, dan dipotong menggunakan mesin gerinda.

“Paling banyak dulunya pelajar yang meminta dibuatkan mainan kunci atau aksesoris. Bahkan ada yang minta dibuatkan miniatur sepeda motor Vespa dari batok kelapa, dan masyarakat setempat yang minta dibuatkan bunga,” ungkapnya.

Hasil karya miliknya ia banderol mulai dari Rp 80 ribu hingga Rp 150 ribu tergantung tingkat kesulitan dalam pengerjaan dan waktu yang dibutuhkan. Ia berharap, pekerjaan yang ia lakoni tersebut dapat mengurangi produksi limbah rumah tangga, sehingga menciptakan lingkungan yang sehat.

Kemudian kesadaran masyarakat atas hidup bersih harus lebih ditingkatkan kembali. Kepada pemerintah daerah Kabupaten Pasaman, ia juga berharap pelaku-pelaku usaha yang mampu menciptakan peluang usaha dari limbah rumah tangga dapat dibina dan didukung, baik dari segi pelatihan maupun dari segi finansial. (ANDIKA SIREGAR, Pasaman)