
Keberadaan Surau Syekh Abdul Manan yang terletak di Jorong Gantiang Ateh, Nagari Tanjungalam, Kecamatan Tanjungbaru sejak dulunya tempat syiar Islam hingga sekarang. Sudah banyak murid-murid yang dicetak dari surau ini yang memang lebih fokus pada pengajaran Al Quran.
Surau dengan struktur bangunan yang masih didominasi bentuk aslinya itu, hingga saat ini masih menjadi tempat anak-anak sekitar belajar ilmu Al Quran. Awalnya, surau ini didirikan tahun 1903 oleh Syekh Abdul Manan. Dia anak Syekh Abdul Majid, seorang pejuang kemerdekaan yang berteman dengan Tuanku Imam Bonjol.
Bedanya, jika Tuanku Imam Bonjol berjuang dengan cara berperang dan bergerilya melawan penjajah. Sedangkan Syekh Abdul Majid berjuang lewat menimba ilmu di Timur Tengah. Saat berusia sekitar 11 tahun, dia dibawa ayahnya Syekh Abdul Majid ke Mekkah.
Di sana, dia disuruh belajar dengan seorang ulama besar yang juga orang Minang bernama Syekh Ahmad Khatib Alminangkabawi. Abdul Manan murid pintar dan sangat disayangi Syekh Ahmad Khatib Alminangkabawi. Ketika berusia 15 tahun, dia sudah juara mengaji tingkat dunia.
Dia lebih fokus pada Qiraat Al Quran, berbeda dengan sang ayah Syekh Abdul Majid ahli tasawuf. Perbedaan itu sesuai permintaan sang ayah yang melarang Syekh Abdul Manan menjadi ahli tasawuf.
Ketika masih di Timur Tengah, Syekh Abdul Manan sempat mengajar di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Selama di Timur Tengah, ia bertemu Haji Piobang, Haji Sumaniak dan Haji Miskin, serta dibawa Syekh Abdul Manan untuk pulang berjuang melawan Belanda.
Namun, dia dilarang gurunya. Dia tidak boleh berjuang dengan senjata dan darah, tapi dengan ilmu.
Sebelum pulang kampung, dia tersangkut dulu di Srilangka, India, Thailand dan Kelantan Malaysia. Singkat cerita, tahun 1902 tibalah dia di kampungnya, Tanjungalam. Di situlah didirikan surau yang awalnya bernama Surau Pancuran Talang. Dulu, surau itu dibangun hanya dari kayu dan kini sudah permanen. Bangunan rankiang di sebelah surau itu berumur ratusan tahun, tetap berdiri sampai sekarang.
Setelah surau didirikan, berdatanganlah murid-murid dari berbagai daerah mulai Jawa Timur, Palembang, Bengkulu, Kalimantan dan Malaysia. Bahkan, muridnya sampai ribuan belajar qira’at Al Quran.
Meski kala itu masa penjajahan, namun syiar Islam terus berlanjut di surau tersebut. Awal berdirinya memang untuk berjuang berbentuk ilmu sesuai yang diperintahkan sang gurunya, Syekh Ahmad Khatib Alminangkabawi.
Awal-awal berdiri, banyak buronan Belanda lari dan bersembunyi ke surau tersebut. Bukannya Belanda tidak mengetahui, tapi dengan keahlian dan kedekatan Syekh Abdul Manan dengan negara luar seperti India, Pakistan, Turki, Malaysia dan Arab Saudi.
Termasuk, Spanyol dan Portugis, membuat Belanda enggan mengusik tempat tersebut.
Sepeninggal Syekh Manan tahun 1940-an, dia digantikan anaknya Abdulah Manan dan berlanjut adik beliau Ustad Jamin Manan. Saat Ustad Jamin meninggal, digantikan anaknya Ediwarman sebagai generasi ketiga. Hingga saat ini, Edi Warman lah yang mengelola dan mengajarkan ilmu Al Quran kepada murid-murid yang menuntut ilmu di surau tersebut.
”Awal bangunan dari kayu atau papan dan tahun 1970 diubah menjadi bangunan permanen. Dulu nama surau ini Syekh Pancuran Talang, kemudian 2002 diganti menjadi Surau Syekh Abdul Manan,” ujar Edi Warman saat ditemui kemarin (3/4).
Sejak berganti nama hingga sekarang, sudah dilahirkan tahfiz sebanyak 247 orang. ”Dan salah seorang hafiz 30 juz, adalah anak saya sendiri dan mendapat reward ke Mekkah, dan saya salah seorang guru terbaik di Sumbar yang juga mendapat reward ke Mekkah dua kali,” ujarnya.
Pergantian nama dari Surau Pancuran Talang ke Surau Syeh Abdul Manan sebuah penghormatan, selain itu bentuk pemersatu kembali keluarga Abdul Manan. ”Dulu ada pengusulan menjadi pahlawan nasional, tapi karena ada prosedur dan berbagai hal, kami keluarga dan turunannya tidak terima waktu itu. Dulu diusulkan kalau tidak salah masa Pak Harto,” ucapnya. (***)