
Meski ekonomi sedang sulit. Mencari uang sangatlah rumit. Tapi, perajin tenun di Nagari Halaban, tetap berupaya bangkit. Sedikit demi sedikit, lama-lama kreativitas mereka membukit. Alhasil, songket Halaban, kini disatukan dengan sulaman kapalo samek. Apa jadinya?
PARA perajin songket di Nagari Halaban, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, sungguh ulet dan sabar. Belum berkokok ayam, mereka sudah mulai memintal benang. Lalu, menenun dengan alat-alat yang semuanya serba tradisional.
“Aktivitas ini, sering berlanjut sampai larut malam. Betul-betul hebat, kaum ibu di Halaban,” kata Masriyanto, seorang mantan wali nagari di Kecamatan Lareh Sago Halaban kepada Padang Ekspres pada suatu ketika. Akhirnya, benar juga kata orang bijak: usaha tak akan mengkhianati hasil.
Dari tangan ulet perajin tenun Halaban, muncul kain songket yang halus dengan motif nan kaya filosofi. Warnanya pun, tak melulu cerah. Tapi juga ada yang lembut. Bahkan, belakangan ini, songket Halaban dipadukan perajin dengan Sulaman Kapalo Samek: sebuah tekhnik kerajinan tangan menghias kain dengan benang. Rupanya, perpaduan ini, seperti dilakukan oleh perajin yang tergabung dalam Gallery Evi, membuat tenun Halaban semakin berbeda dan unik.
Maka tidak heran, saat Asosiasi Eksportir dan Pengusaha Handicraft Indonesia (ASEPHI), menggelar pameran produk kerajinan terbesar di Asia Tenggara, bertajuk International Handicraft Trade Fair (Inacraft) pada Maret 2023, songket Halaban dapat perhatian pengunjung. Bahkan, panitia menjadikan tenun Halaban sebagai nominator penerima penghargaan Inacraft 2023.
Bupati Limapuluh Kota Safaruddin Dt Bandaro Rajo yang menugaskan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja setempat, untuk mendaftarkan tenun Halaban dan kerajian bordir Tirai Salingkuang dari Koto Tangah Simalanggang sebagai peserta pameran Inacfrat, tentu senang mendengar kabar ini. Bahkan, Safaruddin ikut hadir ke Jakarta.
Bupati pilihan rakyat itu menghadiri acara Inacraft, tak hanya bersama istrinya, Nevi Safar, yang merupakan Ketua Dekranasda Limapuluh Kota. Tapi, juga ditemani Asisten Ekbang Eki H. Purnama, Kepala Bakeuda Win Hari Endi, Kepala Bapelitbang Gusdian Laora, Kepala Disprinaker Anharmen, dan Kadistanhortbun Witra Porsepwandi.
Pokoknya, satu rombongan besar Pemkab Limapuluh Kota, berangkat ke acara Inacraft. Walau keuangan daerah sedang tidak baik-baik saja, tapi demi mendukung promosi Songket Halaban mix Sulaman Kapalo Samek, mereka tetap berangkat ke Jakarta. Dan hasilnya, tidak sia-sia pula. Tenun Halaban mix Sulaman Kapalo Samek, dapat perhatian juri.
Salah satu tim penilai bernama Vinto menyebut, tenun Halaban memang beda dan unik. “Songket Halaban mix dengan Kapalo Samek dipadu benang keemasan membuat motif songketnya terasa berbeda dan unik,” kata Vinto seperti dikutip dari siaran pers Diskominfo Limapuluh Kota.
Meski sudah mulai dikenal di pentas nasional, namun tenun Halaban tetap dibalut cerita menggetirkan. Paling tidak, cerita getir itu bisa disimakdari hasil penelitian yang dilakukan Henmaidi PhD, dosen teknik industri Universitas Andalas (Unand) Padang pada 2018 silam.
Menurut Henmaidi, nilai ekonomi songket Halaban, menembus Rp36 miliar setiap tahunnya. Sayang, 700-an perajin yang mampu memproduksi 1.200 pasang songket setiap bulannya, masih memperoleh penghasilan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Barat.
Kondisi tahun 2018 ini diperkirakan masih sama dengan tahun 2023. Sebab itu, Henmaidi pernah menawarkan tiga soluasi. Pertama, penguatan Organisasi Penenun. Untuk ini, Ikatan Tenun Halaban perlu didorong menjadi koperasi atau Bumnag (Badan Usaha Milik Nagari).
Sedangkan solusi kedua menurut Henmaidi adalah memperbaiki proses tenun Halaban, untuk menjamin kualitas produk. Sementara, solusi ketiga, Pemkab Limapuluh Kota didorong memfasilitasi rumah promosi dan mempromosikan songket Halaban. (Fajar Rillah Vesky)