Menikmati Tradisi Kopi Subuh di Kalangan Warga Aceh: Kedai Harus Ada Kue, Koran dan TV

PERLU ada camilan khas Aceh karena itu yang membedakan dengan ngopi di rumah. Dan, konten koran-televisi perlu untuk bahan obrolan sambil menyesap kopi saring.

RIZKY AHMAD FAUZI, Banda Aceh

JAM sudah menunjukkan pukul 05.50 WIB. Matahari masih malu-malu muncul di bagian paling barat Indonesia. Namun, Kedai Kopi Budi Warkop di kawasan Jalan Sukadamai, Banda Aceh, telah lama berdenyut.

Dari memasak dan menyaring kopi hingga menata kue. Dan, satu per satu para penikmat kopi pun mulai berdatangan.

Di ibu kota Aceh itu, ngopi selepas subuh sudah bagian dari keseharian. Warkop bertebaran di berbagai sudut, sejalan dengan tersohornya Aceh sebagai daerah penghasil kopi.

Mayoritas yang datang ke Budi Warkop pada pagi akhir Juli lalu (27/7) itu pun datang menggunakan baju koko-gamis serta berkopiah. Bangku merah yang disediakan bersamaan dengan meja panjang perlahan terisi para penikmat kopi subuh.

Sreeeetttt. Koran yang disediakan di atas meja kayu kemudian dibuka.

Salah satunya dari kelompok jemaah Masjid Jamik Lueng Bata, Banda Aceh. Di antaranya Suhairi yang datang bersama sejumlah kawan. ’’Sudah beberapa tahun ini kami selalu ngopi bersama setelah subuh,’’ ujarnya kepada Jawa Pos.

Baca Juga:  Kisah Nuri Musfiriyah Atasi Rokok di RS hingga jadi Tenaga Kesehatan Teladan Nasional

Kecuali hari Minggu saja mereka tak melakukan “ritual” tersebut. Sebab, ada acara ramah tamah dan makan-makan di masjid.

Suhairi menuturkan, komunitas kopi subuh yang ada di Banda Aceh ini berbeda-beda dalam besar kecilnya. Ada kelompok kecil yang misalnya berisi kerabat dan jemaah masjid. Ada juga kelompok dengan jumlah person lebih banyak.