Raihan Syaqib, namanya. Usianya masih 2 tahun. Namun, derita yang dialaminya takkan tahan mata hati melihatnya. Tubuhnya tinggal kulit membalut tulangnya. Ia tak bisa kemana-mana, hanya terbaring dan berbaring. Entah kapan penderitaan Raihan berakhir….
Safitri dan Ridho Junaidi tinggal di kawasan pekuburan Batung Taba, Kecamatan Lubukbegalung, Kota Padang. Penyakit yang diidapnya luput dari mata dan telinga aparatur negara di sana. Mungkin karena rumah orang tua Raihan itu tampak terasing, sebab dikelilingi batu nisan kuburan di sekitarnya.
Di ruang tengah rumah semi permanen peninggalan orang tua Safitri itu, tampak Reihan tergeletak. Tubuhnya tak banyak bergerak. Tubuhnya benar-benar ringkih. Sorotnya matanya kosong, menerawang. Sesekali, Raihan mengerutkan alis (dahi) kepada ibunya yang berada di sampingnya.
Ketika Raihan menarik napas, jejeran tulang-tulangnya akan lebih menonjol di sekujur tubuh, terutama tulang dadanya. Mungkinkah itu tandanya dia sedang menahan rasa sakit? Jika rasa sakit itu datang, Raihan menangis. Raihan pun 24 jam susah untuk bisa tidur, juga sulit makan.
Ayahnya, Ridho hanya buruh bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur. “Biasanya hingga ke Teluk Bayur, kalau gudang di sepanjang Bypass Lubeg sedang sepi bongkar muat,” ujar Ridho.
Jika sedang beruntung, Ridho bisa membawa uang Rp50 ribu. “Namanya buruh angkut, kalau ada truk pupuk yang masuk gudang, ada uang. Itu tak banyak, kalau tidak ada truk yang masuk, pasti tidak dapat apa-apa,”sebut Safitri, Rabu (16/3/2022).
Diakui Safitri, pendapatan suaminya berkisar Rp30 ribu hingga Rp50 ribu. Jumlah itu jelas berat untuk memenuhi kebutuhannya dengan tiga orang anak mereka.
Derita Raihan berawal tahun 2021 lalu. Si Bungsu saat itu berumur satu tahun, tiba-tiba demam tinggi. Semula mereka mengira itu adalah penyakit yang biasa dialami anak-anak. Namun, rupanya demam Raihan tidak kunjung reda. Akhirnya, Raihan dibawa ke bidan. Bidan menyarankan untuk membawa Raihan ke rumah sakit.
“Ternyata Raihan harus dirawat di rumah sakit. Kartu BPJS kami saat itu tidak aktif. Akhirnya dirawat dengan biaya umum. Beberapa hari dirawat tidak ada perubahan, sementara biaya berobat sudah lebih Rp7 juta,” ujar Safitri yang bisa dikontak di nomor 085264532611.
Terpaksa Raihan dibawa pulang. Setelah itu, kian hari berat badannya semakin turun. Ridho dan Safitri memutuskan untuk mengaktifkan kartu BPJS yang sudah lama menunggak. Mereka harus membayar Rp10 juta untuk melunasi tagihan pokok beserta dendanya.
Demi Raihan, mereka menjual semua barang-barang yang ada di rumah, mulai dari motor, televisi, kulkas, dan kursi. Tapi apa mau dikata lagi, kartu BPJS yang diperjuangkan mereka itu baru aktif Mei 2022 mendatang. Masih dua bulan lagi. Astagfirullahaladzim. (*)