
Masjid Raya Ganting merupakan masjid tertua di Kota Padang. Masjid dengan bangunan yang memiliki ciri khas campuran dari etnis Minang, Tiongkok, Eropa dan Arab ini, masuk ke dalam Cagar Budaya Indonesia.
Masjid ini setiap hari selalu dikunjungi oleh wisatawan lokal, baik untuk beribadah atau hanya singgah untuk melihat nilai estetika dari bangunan masjid tertua di Kota Padang ini. Selain wisatawan lokal, masjid ini dikunjungi hampir setiap minggunya oleh wisatawan dari luar negara Indonesia seperti Malaysia, Singapura dan Eropa.
Bangunan yang mendominasi gaya bangunan Eropa ini memiliki bagian dalam yang berwarna putih dengan perpaduan hijau dan tiang dengan paduan putih dan warna emas. Kemudian bagian dindingnya dihiasi dengan kaligrafi berwarna biru dan emas.
Wakil Ketua Pengurus Masjid Raya Ganting, Ustad Almijum mengatakan arsitek Masjid Raya Ganting berasal dari Tiongkok, Eropa dan Arab. Itulah kenapa masjid ini memiliki ciri khas bangunan perpaduan etnis Minang, Cina, Eropa dan Arab.
“Pada bagian atas infrastrukturnya ciri khas Cina (Tiongkok, red), kalau bagian dinding ini Arab, sampai tiang-tiang itu juga Arab. Lalu lukisan dibagian kubah itu etnis Minang, pintu Minang, unsur Eropa tapi mencakup Minang,” ucapnya.
Ia menceritakan sejarah awalnya masjid ini adalah sebuah surau yang terletak di daerah Seberangpadang. Namun karena terkena akses jembatan teluk bayur dan kebetulan ada tanah yang di wakafkan oleh warga, maka dipindahkan lah surau tersebut ke tempat sekarang menjadi Masjid Raya Ganting.
Selain itu, ia juga menambahkan proses pembangunan Masjid Raya Ganting ini dimulai pada tahun 1805 sampai selesai tahun 1810. Di mana arsitek dari pembangunan masjid ini merupakan arsitek yang berasal dari Tiongkok dan Arab Saudi serta para pekerja bangunannya juga didatangkan khusus dari Tiongkok.
“Jadi yang mendirikan masjid ini, yang pertama dari ulama, yang kedua dari pedagang, yang ketiga dari pimpinan kampung yang disebut dengan Angku. Tiga orang tokoh ini lah yang bersatu membangun masjid ini,” tuturnya.
Jika masjid ini dilihat dari luar, bagian atasnya seperti bangunan Tiongkok bercorak ukiran Minang. “Kalau misalnya nanti diperbaiki, bagian atas itu corak ukirannya dijiplak dan harus sama dengan yang sebelumnya,” ucapnya.
Ustad Almijum menambahkan, terdapat makna-makna dari jumlah pintu dan tiang yang ada di dalam Masjid Raya Ganting ini. Masjid ini terdapat delapan pintu masuk dan delapan jendela dengan makna ada delapan suku induk di Minang Kabau yaitu Bodi, Caniago, Koto, Piliang, Tanjuang, Malayu, Sikumbang dan Kampai.
Kemudian di dalam masjid terdapat dua puluh lima tiang. Melambangkan dua puluh lima nabi dan rasul, tiap tiang terdapat kaligrafi nama-nama dua puluh lima nabi dalam Islam mulai dari nabi Adam sampai nabi Muhammad SAW.
Lalu, untuk bagian atas yang menyerupai bangunan Tiongkok, ada 5 tingkat bagian atap itu dimaknai dengan rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat dan naik haji bagi orang yang mampu.
Ia menambahkan bagian tiang sudah diganti karena memang pernah hancur waktu gempa 2009 lalu. Dulu awalnya tiang itu berasal dari batu kapur yang disusun rapi secara berlapis, dan sekarang telah diganti dengan beton yang kokoh.
“Lantai ubin di dalam itu adalah ubin yang awal masjid dibangun dengan luas 30×30. Untuk ubin bagian pustaka dan sekaligus kantornya ini, tahun 2010 di danai oleh Tomi Suharto dan dijiplak agar sama bentuknya dengan ubin asli awal masjid ini dibangun,” ucapnya.
Masjid ini juga memiliki sebuah pustaka yang terbuka untuk semua masyarakat umum yang ingin berkunjung dan membaca.
“Remaja masjid ada, majelis taklim ada, pustaka juga ada cuma sekarang pergerakannya yang agak kurang. Kalau untuk wirid tiap hari malahan dua kali sehari, subuh sama zuhur. Kalau untuk wirid mingguan, Rabu malam sama Minggu malam. Kalau untuk keuangan kami terbuka, setiap hari ada di papan pengumuman. Untuk perpustakaan, semua orang bisa datang ke sini untuk membaca tapi tidak boleh bawa pulang. Baca di perpustakaannya saja,” tuturnya.
Terakhir, Ustad Almijum menyampaikan satu hal yang sangat disayangkan adalah masjid ini meskipun sudah masuk ke dalam cagar budaya, tapi tidak pernah menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan bantuan dalam memperbaiki masjid.
Keadaan Masjid Raya Ganting sekarang ini bisa dibilang sangat memprihatinkan. Banyak atap yang sudah bocor dan kayu-kayunya sudah pada lapuk hingga menguning. Bahkan masjid tertua di Kota Padang ini pun belum memiliki ambulans pribadi masjid. Begitulah keluhan pengurus masjid Raya Ganting Kota Padang. (Titi Satri Wahyuni)