Sebagai salah satu sekolah yang berada di dekat bibit pantai atau lebih kurang sekitar 50 meter, SDN 13 Tuapejat perlu menjadi perhatian ketika terjadi gempa dan tsunami. Hal itu pula yang menjadi dasar kelompok masyarakat yang tergabung dalam lintas organisasi peduli bencana di Mentawai melaksanakan simulasi gempa dan evakuasi di sekolah tersebut. Seperti apa?
Simulasi gempa dan evakuasi yang melibatkan siswa dan guru SDN 13 Desa Tuapejat, kemarin (23/5), sekitar pukul 09.30 dinilai mampu mencatat rekor golden time atau waktu terbaik. Yakni, kurang dari lima menit siswa dan guru sudah bisa ke titik evakuasi atau titik aman tsunami. Dimana, lokasi evakuasi sendiri berada elevansi atau ketinggian 20 meter dekat tower Telkomsel kilometer 0.
Sebelum dilakukan simulasi gempa dan peringatan tsunami, siswa dan guru diberikan arahan, gempa yang diiringi peringatan tsunami terjadi saat jam belajar berlangsung. Saat toa yang dibunyikan selama lebih kurang 20 detik sebagai pertanda gempa pukul 09.30, siswa dan guru berlindung di bawah meja sembari menyilangkan tangan di atas dengkul atau menutup kepala dengan tas.
Setelah gempa berhenti, siswa dan guru berlarian ke luar lokal untuk melakukan evakuasi ke lokasi evakuasi. Dari simulasi tersebut, tercatat waktu yang dibutuhkan untuk evakuasi dari sekolah menuju lokasi evakuasi memakan waktu 4 menit 50 detik. Artinya, golden time atau waktu terbaik untuk evakuasi dan selamat dari bencana tsunami masih bisa dicapai.
Taufik Hardi salah seorang pemateri sekaligus pegiat dan peduli kebencanaan di Mentawai mengatakan tantangannya saat ini bagaimana guru mampu memanajemen bencana tersebut di lingkungan sekolah. Sebab, kata dia, ketika terjadi bencana setiap orang akan panik dan tidak tahu apa yang harus dikerjakan, apalagi terjadi bencana saat pembelajaran sedang berlangsung.
“Nah, sekolah mesti merumuskan bersama siapa yang mengkoordinir atau bertugas saat terjadi bencana dan pascabencana. Yang pasti pascabencana harus ada yang bertugas untuk memberikan informasi data, baik korban maupun kondisi bangunan. Orang yang ditunjuk, bukan namanya, tapi jabatannya,” ujar pria yang akrab disapa Dj ini.
Kepala SDN 13 Tuapejat, Yunizar menilai simulasi gempa dan tsunami sangat penting dilaksanakan oleh sekolah-sekolah. Terutama sekolah-sekolah yang berada di zona merah atau dekat bibir pantai, seperti SDN 13 Tuapejat.
Dari evaluasi simulasi tersebut, kata dia, kondisi atau akses menuju lokasi evakuasi perlu diperlebar atau lebih representatif. Hal ini, kata dia, situasi simulasi baru untuk guru dan siswa. Bagaimana, bila ditambah dengan masyarakat setempat yang bisa menimbulkan kepadatan dan desak-desakan.
“Tentunya, kita berharap ke depan, pemerintah desa atau kabupaten bisa membuat jalur evakuasi yang lebih luas. Begitu, juga untuk tempat evakuasi sendiri, masih belum didukung sarana dan prasarana. Ke depan, kita akan upayakan bagaimana simulasi gempa ini, bisa rutin dilaksanakan di sekolah,” ungkapnya.
Menurut dia, kegiatan simulasi tersebut juga menambah semangat untuk meningkatkan mitigasi kebencanaan itu sendiri. Bagaimana pun, kata dia, Mentawai salah satu daerah rawan bencana gempa dan tsunami. Kewaspadaan dan mitigasi bencana, harus terus ditingkatkan.
Rahmadi, pegiat kebencanaan dari Yayasan Field-ASB mengatakan, kegiatan simulasi tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan lembaga. Diantaranya, ada PMI, BPBD dan tokoh pemuda pegiat peduli bencana Mentawai.
Semangat mitigasi bencana harus terus digencarkan kepada masyarakat. Apalagi, Mentawai sebagai daerah rawan bencana, perlu menggalakkan atau edukasi bencana secara berkelanjutan. Kemudian, diharapkan muncul aksi-aksi kemanusian yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun menjadi tanggung jawab bersama.
“Simulasi ini baru satu sekolah di pusat ibu kota kabupaten yang dekat dengan bibir pantai. Bagaimana dengan sekolah-sekolah yang lainnya, yang tidak hanya dekat dengan bibir pantai, tapi lokasi evakuasi bisa memakan waktu lebih dari 15 menit atau 30 menit. Tentunya, perlu latihan dan solusi terbaik,” pungkasnya. (Arif Rahmad Daud)