Mario Urung Rekonstruksi Penganiayaan: Saksi tak Datang Bakal Ada 23 Adegan

12
Mario Dandy Satrio.(YOGI WAHYU PRIYONO/JAWAPOS)

Polda Metro Jaya menunda reka adegan alias Rekonstruksi kasus penganiayaan Cristalino David Ozora, 17. Polisi terpaksa membatalkan agenda rekonstruksi penganiayaan yang menggemparkan masyarakat Indonesia itu karena dua alasan.

Saat dikonfirmasi perihal penundaan Rekonstruksi, Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan bahwa beberapa saksi berhalangan hadir. “(Karena) mengingat ada beberapa saksi yang berhalangan hadir serta beberapa pertimbangan teknis,” kata Hengki tanpa merinci pertimbangan teknis yang dimaksud.

Seperti diketahui, pihak kepolisian berencana menggelar rekonstruksi kasus penganiayaan dengan tersangka Mario Dandy Satriyo, 20, pada Kamis (9/3). “Maka untuk rekonstruksi kasus penganiayaan dengan tersangka MDS dan kawan-kawan, sementara kami pending,” tuturnya.

Kepastian waktu rekonstruksi kasus penganiayaan David Ozora yang baru akan disampaikan ke publik setelah semua pihak termasuk saksi dan tersangka mengonfirmasi. Berdasarkan informasi yang beredar di kalangan jurnalis, dalam rekonstruksi, penyidik akan menguji keterangan tersangka, saksi, lalu menyesuaikannya dengan alat bukti.

“Rekonstruksi akan dilakukan kurang lebih 23 adegan, dengan menghadirkan para pelaku dan juga saksi serta pihak dari kejaksaan,” ungkapnya.

Seperti diketahui, pada Rabu (8/3) malam, Polda Metro Jaya telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap AG yang berstatus Anak yang Berkonflik dengan Hukum. AG kini ditahan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), selama 7 hari.

Adapun dalam kasus ini, AG dijerat Pasal 76 c Jo Pasal 80 UU Perlindungan Anak dan atau Pasal 355 Ayat 1 Jo 56 subsider 353 Ayat 1 KUHP subsider 351 Ayat 2 KUHP.

Menyikapi hal tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kementerian PPPA Atwirlany Ritonga mengatakan, akan mengupayakan koordinasi terkait permohonan pendampingan AG sebagai pelalu anak dalam kasus ini.

“Kami masih koordinasi dengan Polda Metro Jaya terkait permohonan pendampingan terhadap AG sebagai anak yang berkonflik dalam hukum, dan pendampingan ini harus dipastikan agar sesuai dan agar terpenuhinya hak AG,” kata Atwirlany.

Koordinasi yang dilakukan, kata Atwirlany, juga sesuai dengan mandat Pasal 94 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pihaknya juga mendukung penuh upaya proses hukum yang sudah dilakukan oleh para penyidik kepolisian, sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang.

Baca Juga:  Ketua DPRD Laporkan Enam Media Online ke Polresta Padang

Sementara itu pengurus GP Ansor Rustam Hatala mengatakan, pihak keluarga David terus memantau perkembangan kasusnya. Termasuk penetapan AG sebagai tersangka. “Sejak awal kami dari pihak keluarga tegaskan, siapapun yang terlibat harus diproses seadil-adilnya,” ucapnya.

Rustam menuturkan secara kelembagaan keluarga sudah menyerahkan kasusnya untuk dikawal oleh LBH GP Ansor. Soal pelaksanaan rekonstruksi, dia tidak ingin mencampuri lebih dalam. “Kita ikuti saja dulu prosesnya,” katanya.

Terpisah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) angkat bicara soal pendampingan yang dilakukan terhadap AG. Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA Nahar mengatakan, pendampingan diberikan lantaran AG masih usia anak.

Tupoksi ini mengacu pada Pasal 94 UU 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Dimana, KPPA melakukan koordinasi lintas sektoral dengan lembaga terkait dalam rangka sinkronisasi perumusan kebijakan mengenai langkah pencegahan, penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial.

Termasuk soal pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan SPPA dilakukan oleh KPPPA dan KPAI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Mandat ini pun diberikan UU Perlindungan Anak dan PP 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak.

Yang mana, dalam tugas pemantauan yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengamati dan mengidentifikasi perkembangan kasus, mengantisipasi permasalahan yang timbul dari kasus kekerasan, dan menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap anak.

“Iya, kami memantau jalannya proses hukum. Selanjutnya atas permohonan, memberikan dukungan dengan menyediakan ahli dan psikolog yang dibutuhkan dalam proses pemeriksaan,” tuturnya.

Nahar menampik jika tindakan ini merupakan pengistimewaan AG. Dia menegaskan, bahwa pendampingan serupa juga diberikan pada kasus-kasus lain yang melibatkan anak. “Karena UU menegaskan seperti itu,” ungkapnya.

Pendampingan ini pun tak lantas membuat anak yang berkonflik dengan hukum mendapat keringanan atau bahkan tak mendapat hukuman. Tapi, lebih kepada memastikan hak-hak anak bisa terpenuhi sesuai dengan UU SPPA dan UU Perlindungan anak yang ada. (ygi/wan/mia/jpg)