Mencuatnya dugaan penyalahgunaan anggaran penanggulangan Covid-19 tahun 2020 sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sekitar Rp 49 miliar, mendapat sorotan sejumlah kalangan. Sedangkan Pansus DPRD Sumbar tentang Kepatuhan atas Penanganan Covid-19 menjadwalkan penyampaian kinerja mereka dalam rapat paripurna DPRD Sumbar, besok (26/2)
Pakar Hukum Universitas Andalas (Unand), Dr Charles Simabura menyebut, dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 itu seharusnya harus diusut tuntas. Apakah memang ada unsur-unsur kesalahan secara administratif maupun unsur pidana. ”Jadi sebagimana yang kita ketahui, dari dulu kan sudah diwanti-wanti. Soalnya dalam keadaan bencana ini, ruang untuk terjadinya tindak pidana korupsi sangat lah besar,” katanya kepada Padang Ekspres, kemarin (24/2).
Charles menjelaskan beberapa alasan bermunculan ketika terjadinya tindakan tersebut, seperti alasan kedaruratan, pendesakan dan segala prosedur termasuk pembiayaan-pembiayaan besar yang sering diterobos dalam rangka percepatan. ”Sebetulnya sangat menyayangkan kondisi yang sudah terjadi ini, harusnya segera diusut tuntas. Jangan sampai menjadi modus sebuah tindakan korupsi yang bisa merugikan masyarakat,” sebutnya.
Dia sangat mengapresiasi kinerja yang sudah dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta tidak lanjut yang dilakukan DPRD. ”Kalau memang ada dugaan pelanggaran hukum, saya pikir ini harus dilanjutkan pengusutan yang lebih maksimal lagi dalam konteks upaya pengusutan secara hukum,” jelasnya.
Dia mengaku belum bisa memberikan kesimpulan apakah ada unsur pidana atau memang tidak. Kalau misalnya ada unsur pidana, pengembalian uang juga akan menghapuskan pidana nantinya. ”Jika memang ada hukum pidananya. Tapi, kan ini proses belum sampai ke situ. Masih dilakukan penyelidikan terkait temuan ini, laporan BPK ke DPRD belum sampai kepada aparat penegak hukum,” kata Charles.
Sebenarnya, lanjutnya, pihak Kejaksaan dan Kepolisian bisa saja melakukan penyelidikan terkait dugaan penyalahgunaan dana Covid-19 ini, tapi harus dilakukan pengembangan dahulunya. ”Kalau memang dugaannya semata-mata administratif, biasanya ada rekomendasi-rekomendasi tentang prosedur keputusan, termasuk juga pengembalian uang kalau memang tidak ada dugaan unsur pidana,” tukasnya.
Sementara itu, Sosiolog Unand, Rinaldi Eka Putra mengatakan, fenomena penyalahgunaan dana bantuan-bantuan termasuk dana Covid-19 bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. ”Artinya, peluang untuk orang menyelewengkan dana sangat besar, karena kondisi waktu itu tidak kondusif dan dalam keadaan kacau (chaos),” ungkapnya.
Menurut dia, dana-dana Covid-19 yang telah direalokasikan kepada pihak terkait banyak yang tidak fokus atau uang persediaan (UP) keuangan yang telah disalurkan. ”Makanya, perlu dibuat aturan yang jelas nomenklatur tentang penyalahgunaan dana setiap musibah. Seharusnya diberikan sanksi yang berat dan mempunyai aturan hukum tersendiri, karena pada saat itu orang dalam keadaan mendapati musibah,” bebernya.
Rinaldi menambahkan, perlu dibuatkan nomenklatur tersendiri dengan membicarakan hukuman yang lebih berat daripada kasus-kasus tindak pidana biasa. Seterusnya, pemerintah pusat harus membuat suatu kajian tim terpadu antara stakeholder dengan pendekatan kepada masyarakat.
”Kini, masyarakat terlihat tidak terlibat atas bantuan-bantuan yang diberikan. Yang terlibat hanya institusi-institusi dalam penangganannya saja. Nah, sekarang kita bertanya apakah pemerintah bisa membuat tim pendamping dari masyarakat yang lebih independen?” terangnya.
Kemudian, lanjutnya, tentu temuan-temuan seperti ini mungkin tidak di Sumbar saja ditemukan. Di tempat lain pasti juga akan terjadi keadaan serupa. ”Kita tak melihat dana-dana yang lebih besar, anggaran daerah seperti ini saja untuk penangganan musibah sudah banyak disalahgunakan,” tutur Rinaldi.
Untuk itu, segeralah membuat undang-undang (UU) tentang persoalan ini, serta berikan punishment terhadap pelaku penyelewengan lebih berat. Kalau perlu dipecat dari jabatan dengan harus berjelas-jelas. ”Kalau kita dalam Islam kan tidak boleh seperti itu, orang yang tersakiti dan dizalimi,” ujarnya.
Menurut dia, sebenarnya leading sector dana Covid-19 tersebut berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Kesehatan. ”Tapi, bagaimanapun juga persoalan ini bagian dari tanggung jawab dari kepala daerah, seharusnya segera bertindak cepat,” tandasnya.
DPRD Sampaikan Kinerja
Sementara itu, Pansus DPRD Sumbar tentang Kepatuhan atas Penanganan Covid-19 menjadwalkan penyampaian kinerja mereka dalam paripurna DPRD Sumbar besok (26/2). Meski nantinya bersifat saran dan rekomendasi, DPRD Sumbar berharap pihak berwenang bisa menjadikan hasil kinerja pansus sebagai referensi.
”Kita juga akan menyampaikan hasil kerja pansus ini ke BPK RI. Mengingat, pansus ini dibentuk terkait adanya anggaran penanganan Covid-19 pada APBD 2020 yang cukup besar,” ujar Ketua DPRD Sumbar Supardi, di Padang kemarin (24/2).
Diakuinya, hasil pembahasan pansus bukanlah sebuah tindakan namun rekomendasi. Bahkan, pansus berencana merekomendasikan ke pihak Pemprov Sumbar. ”Pansus memang tak bisa menetapkan jika ada kerugian negara. Namun, hasil kinerja pansus bisa menjadi acuan,” katanya. Sesuai aturan, tambah dia, jika ada temuan kerugian negara, maka wajib dikembalikan paling lambat 60 hari setelah LHP BPK ini disampaikan ke DPRD dan Pemprov Sumbar. (r/eko)