Pemerintah Amerika Serikat (AS) terus membombardir sanksi terhadap Myanmar agar pemerintah berkuasa saat ini menghentikan kekerasan terhadap demonstran. Namun demikian, junta militer bergeming alias cuek.
Menurut Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener, Wakil Panglima Militer Soe Win mengatakan, sudah terbiasa dengan sanksi, dan selama ini mereka baik-baik saja.
Dilansir Reuters, Pemerintah AS mengumumkan sanksi terbaru terhadap junta militer Myanmar, Kamis (4/3). Washington memasukkan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri Myanmar serta dua perusahaan yang dikelola militer ke dalam daftar hitam perdagangan.
Dua perusahaan tersebut, yakni Myanmar Economic Corporation dan Myanmar Economic Holdings Limited. Perusahaan besar itu milik militer Myanmar. Perusahaan itu memiliki pengaruh besar terhadap ekonomi Myanmar, dengan bisnis mulai dari pertambangan, rokok, bir, ban, real estate, hingga telekomunikasi.
AS juga membatasi akses junta militer terhadap kontrol ekspor. Langkah itu bertujuan membatasi militer untuk mendapat keuntungan atas akses ke banyak barang.
Ini adalah sanksi terbaru untuk junta Myanmar yang terus mengabaikan anjuran internasional untuk berhenti bersikap sadis pada demonstran anti kudeta. ”Pemerintah AS akan terus meminta pertanggungjawaban pelaku kudeta atas tindakan mereka,” pernyataan Departemen Perdagangan AS.
Tak hanya itu, AS blokir dana 1 miliar dollar AS (Rp 14,3 triliun) milik junta militer Myanmar di Federal Reserve Bank New York, tanpa batas waktu. Tiga sumber dari pemerintahan AS yang mengetahui persoalan itu dengan sebutan anonim mengabarkan bahwa militer Myanmar yang dipimpin Min Aung Hlaing, telah berusaha untuk memindahkan uangnya yang ditahan di bank sentral AS, setelah terjadi kudeta pada 1 Februari 2021.
Sumber tersebut mengatakan, telah terjadi transaksi pada 4 Februari melalui Bank Sentral Myanmar, yang kemudian untuk pertama kalinya langkah itu diblokir oleh sistem pengamanan Bank Sentral AS.
Pejabat pemerintah AS telah berhenti untuk menyetujui transfer apa pun oleh junta militer terhadap dananya di The Fed ew York. Aturan itu berlaku sampai perintah eksekutif dikeluarkan Presiden Joe Biden.
Mengkonfirmasi soal itu, seorang juru bicara The Fed New York menolak berkomentar tentang pemegang rekening secara spesifik. Departemen Keuangan AS juga menolak berkomentar. Upaya pemblokiran belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Namun, berdasarkan sumber Reuters, langkah itu dilakukan setelah militer Myanmar menetapkan gubernur bank sentral negaranya yang baru dan menahan pejabat pro-demokrasi selama kudeta militer.
Namun pada 10 Februari lalu, Joe Biden mengungkapkan, bahwa AS telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah para jenderal memiliki akses yang tidak semestinya ke dana pemerintah Myanmar 1 miliar dolar AS (Rp 14,3 triliun).
Bersamaan dengan itu, Biden mengumumkan perintah eksekutif baru untuk membuka jalan bagi sanksi terhadap para jenderal dan bisnis mereka. Pejabat AS tidak menjelaskan pernyataan Biden pada saat itu, tetapi perintah eksekutif yang dikeluarkan keesokan harinya secara khusus menyebutkan Bank Sentral Myanmar sebagai bagian dari pemerintah Myanmar.
Perintah eksekutif tersebut mengizinkan penyitaan aset pemerintah junta militer pascakudeta Myanmar, 1 Februari lalu. Dua sumber mengatakan kepada Reuters bahwa perintah eksekutif itu dirancang untuk memberi The Fedew York otoritas hukum untuk memegang 1 miliar dolar AS (Rp 14,3 triliun) cadangan Myanmar tanpa batas waktu.
Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, dan Inggris telah mengeluarkan sanksi baru menyusul kudeta dan tindakan keras mematikan yang dilakukan tentara terhadap para demonstran.
Sementara itu, hingga Sabtu (6/3), Myanmar sudah menahan lebih dari 1.700 warga penentang kudeta militer.
Laporan ini disampaikan kelompok advokasi Asosiasi Bantuan Tahanan Politik atau Assistance Association for Political Prisoners (AAPP). Angka itu tidak termasuk mereka yang ditahan pada Sabtu malam. Pasalnya, pasukan keamanan Myanmar kembali melakukan penggerebekan dan penangkapan pada Sabtu malam di kota Yangon. Penggerebekan juga disertai tembakan.
”Tahanan dipukul dan ditendang dengan sepatu bot militer, dipukuli dengan tongkat polisi, kemudian diseret ke dalam kendaraan polisi,” kata AAPP dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters. (day/rsm/jpg)