Kesepakatan Israel-Bahrain Dikecam, Palestina Merasa Ditikam Lagi

89
ilustrasi. (AP Foto)

Palestina mengecam kesepakatan dibukanya hubungan diplomatik Bahrain-Israel. Kesepakatan ini dianggap menikam perjuangan Palestina dari belakang. Sebelumnya, Jumat (11/9) waktu setempat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump turut mengumumkan hal ini. Dia bahkan memuji kesepakatan ini sebagai terobosan bersejarah.

Keputusan tersebut diumumkan dalam pernyataan bersama antara Amerika Serikat, Bahrain dan Israel, setelah Trump berbicara dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan Raja Bahrain, Hamad bin Isa Al Khalifa, Jumat. “Ini adalah terobosan bersejarah untuk perdamaian lebih lanjut di Timur Tengah,” katanya, tentang perdamaian Israel-Bahrain, dikutip kantor berita Qatar, Al Jazeera.

Kesepakatan itu muncul hanya berselang satu bulan, setelah Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) mengumumkan kesepakatan yang sama. Bahrain, ujar Trump, akan bergabung dengan Israel dan UEA pada acara penandatanganan kesepakatan di Gedung Putih 15 September mendatang. “Tak pernah terpikirkan berhasil secepat ini,” lanjutnya.

Menyusul pengumuman oleh Gedung Putih, Kementerian Luar Negeri Palestina menyatakan memanggil Duta Besar Palestina untuk Bahrain untuk berkonsultasi. Kepada kantor berita Agence France-Presse (AFP), Menteri Urusan Sosial Otoritas Palestina, Ahmad Majdalani menegaskan, perjanjian tersebut ibarat penikaman dari belakang terhadap perjuangan rakyat Palestina selama ini.

Sementara Juru Bicara Hamas, Hazem Qassem, dari Jalur Gaza yang hingga kini masih dikepung Israel mengatakan, keputusan Bahrain membuka hubungan dengan Israel ini merupakan kerugian besar bagi perjuangan Palestina, karena sudah mendukung penjajahan terhadap Palestina.

Secara umum, warga Palestina khawatir, langkah Uni Emirat Arab (UEA) yang bulan lalu lebih dulu berdamai dengan Israel, kemudian diikuti oleh Bahrain, akan melemahkan semangat persatuan bangsa Arab yang menuntut penarikan Israel dari wilayah pendudukan, dan penerimaan kenegaraan Palestina sebagai imbalan untuk hubungan diplomatik Israel dengan negara-negara Arab.

Baca Juga:  Menhan Israel Dipecat, Ratusan Ribu Warga Turun ke Jalan, Pekerja Mogok

“Dengan membuka hubungan diplomatik dengan Israel, Bahrain sudah melanggar semua resolusi Arab. Itu ditolak dan dikutuk, karena mewakili pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina,” kata Wassel Abu Youssef, seorang pejabat senior Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Wartawan Al Jazeera, Nida Ibrahim melaporkan dari Ramallah, Tepi Barat, tempat markas PLO, organisasi itu menyebut, kesepakatan Bahrain-Israel adalah pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina, karena Bahrain seolah mensahkan berbagai kejahatan Israel di lapangan.

Pejabat Palestina yang dekat dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas menyatakan, mestinya negara-negara Arab menyelesaikan masalah Palestina terlebih dahulu, sebelum berdamai dengan Israel.

Dia juga mengatakan, tak pernah berpikir, UEA dan Bahrain akan berdamai dengan Israel tanpa adanya dukungan dari negara-negara Arab di kawasan Teluk lainnya. Dari tujuh negara-negara Arab di Teluk Persia, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain kini sudah berdamai dengan Israel.

Amerika Serikat (AS) sendiri menyatakan terus melobi negara-negara Teluk lainnya seperti Arab Saudi, Kuwait, Irak, Oman dan Qatar untuk mengikuti langkah UEA dan Bahrain, meski belum mendapatkan hasil. Namun Saudi menyatakan, akan membuka wilayah udaranya untuk jalur penerbangan pesawat Israel-UEA. (day/jpg)