Produsen vaksin Johnson & Johnson (JNJ.N) menyampaikan informasi baru, yang menyebut pemberian dosis kedua vaksin bikinannya dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit Covid-19 gejala berat, hingga 94 persen.
Bila diberikan dalam 1 dosis, efektivitasnya hanya 70 persen. Data tersebut telah disampaikan ke regulator AS, sebagai bahan pertimbangan pemberian booster atau dosis kedua vaksin J&J. Sekalipun dosis tunggalnya juga mampu menjadi strategi penanganan pandemi Covid-19.
Saat ini, Presiden AS Joe Biden mendorong pemberian vaksin booster untuk menghadapi lonjakan pasien rawat inap, yang disebabkan oleh varian Delta. J&J sebagai satu-satunya produsen vaksin Covid-19 dosis tunggal di AS, diminta untuk memberikan bukti efektivitas pemberian dosis tambahan.
“Saat ini, kami sudah bisa memberikan bukti bahwa suntikan booster mampu meningkatkan perlindungan terhadap Covid-19,” kata Kepala Ilmuwan J&J, Dr. Paul Stoffels seperti dilansir Reuters, Selasa (22/9).
Berdasarkan data yang dirilis bulan lalu, efektivitas vaksin J&J terbukti lebih meningkat, bila diberikan dalam interval atau jarak antar dosis yang lebih lama. Vaksin booster J&J yang diberikan 2 bulan setelah dosis pertama, dapat meningkatkan kadar antibodi hingga 4-6 kali lipat. Sementara bila diberikan 6 bulan setelah dosis pertama, tingkat antibodi bisa melonjak hingga 12 kali lipat.
Efek Samping
Efek samping pemberian dua dosis vaksin J&J, disebut sebanding dengan apa yang terlihat dalam penelitian vaksin dosis tunggal. Data tersebut belum ditinjau oleh rekan sejawat. Tapi, akan diserahkan untuk publikasi dalam beberapa bulan mendatang.
Data Soal Booster
Hingga saat ini, hanya Pfizer Inc (PFE.N)/BioNTech SE yang telah mengirimkan data memadai kepada regulator AS, untuk mengevaluasi perlu tidaknya pemberian booster, sebelum tenggat waktu 20 September.
Keputusan terkait booster, diharapkan terbit pekan ini. Jumat (18/9) lalu, Komite Penasihat FDA merekomendasikan otorisasi darurat suntikan Pfizer tambahan untuk lansia berumur 65 tahun ke atas, dan kelompok rentan lainnya. Namun, komite tersebut masih ingin melihat lebih banyak data.
J&J mengatakan, pihaknya telah menyerahkan data ke FDA dan berencana untuk menyerahkannya ke regulator lain, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), serta kelompok penasihat vaksin lainnya di seluruh dunia untuk menginformasikan pengambilan keputusan mereka.
Uji Efektivitas
Uji coba pemberian dua dosis fase III vaksin J&J yang melibatkan 30 ribu peserta, menguji efektivitas dosis kedua yang diberikan 56 hari setelah dosis pertama pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas.
Hasilnya, pemberian dua dosis vaksin J&J di AS terbukti 94 persen efektif dalam mencegah penyakit sedang hingga berat. Hanya ada 1 kasus pada kelompok vaksin dan 14 pada kelompok plasebo, yang menghasilkan interval kepercayaan lebar dan memunculkan pertanyaan tentang kepastian hasil.
“Studi ini memiliki periode tindak lanjut yang singkat sekitar 36 hari. Namun, pemberian dosis kedua dapat ditoleransi dengan baik,” demikian pernyataan produsen vaksin J&J.
Studi dunia nyata terpisah yang melibatkan hampir 400 ribu orang di AS divaksin J&J menunjukkan, vaksin tersebut memiliki efektivitas hingga 79 persen dalam mencegah infeksi Covid-19, dan 81 persen efektif untuk mencegah rawat inap. Dibanding 1,52 juta orang dengan usia, jenis kelamin, dan masalah kesehatan yang sama, namun tidak divaksinasi.
Efektivitas vaksin dalam studi dunia nyata bervariasi berdasarkan usia. Dalam kelompok usia di bawah 60 tahun, vaksin J&J terbukti 86 persen mencegah rawat inap.
Namun pada kelompok usia 60 tahun ke atas, efektivitasnya hanya 78 persen. (hes/jpg)