Jumat 3 September 2021, Rektor Unand (Universitas Andalas), Prof Yuliandri, mengumumkan perubahan mendasar terhadap status perguruan tinggi negeri tertua di Pulau Sumatera itu. Unand resmi menyandang status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH).
“Alhamdulillah, ini buah kerja keras bersungguh-sungguh, akhirnya Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2021 tentang Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN BH) Universitas Andalas, tertanggal 31 Agustus 2021, terbit,” ujar Rektor Unand Prof Yuliandri, Jumat (3/9/2021).
Informasi Rektor Unand terkait Unand menjadi PTN BH langsung disyukuri oleh civitas akademi Unand. “Ini menjadi kado bagi Unand yang pada tanggal 13 September mendatang memperingati hari lahir ke-65 atau Lustrum ke XIII. Ini juga menjadi pertanda bagi civitas akademi Unand untuk terus berkomitmen memberikan kontribusi nyata bagi kejayaan bangsa,” ujar Prof Yuliandri.
PTN BH merupakan konsep penyelenggaraan perguruan tinggi dengan otonom yang lebih luas. Hal itu membawa konsekuensi keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relefan secara tepat waktu sesuai peraturan perundang-undangan, dan standar pelaporan seperti yang berlaku pada pemangku kepentingan lainnya di negara ini.
Berubahnya status PTN menjadi PTN BH menuntut adanya perubahan yang meningkat dalam perguruan tinggi negeri tersebut secara reputasi maupun kualitas. Baik secara institusi, sumberdaya, dan lulusan.
Keuntungan dan Kelemahan Berstatus PTN BH
Otonom penuh yang dimiliki PTN BH, maka Unand bisa secara mandiri mengelola rumah tangga sesuai dengan tujuan kampus ini didirikan tahun 1956 silam. Dengan begitu diharapkan perguruan tinggi bisa lebih cepat berkembang dan berinovasi. Misalnya, Unand bisa membuka Program Studi baru atau menutupnya ketika dianggap tidak lagi diperlukan. Begitupun dalam urusan keuangan, dan urusan kepegawaian juga diatur sendiri oleh Unand.
Di balik keuntungan-keuntungan yang diperoleh, PTN BH juga memiliki kelemahan. Di antaranya, pemerintah mengurangi dana subsidi PTN. Namun, PTN BH diberikan keleluasaan dalam mencari dana tambahan dari pihak swasta guna menjalankan aktivitas kampus untuk pembangunan infrastruktur dan lainnya.
Dengan adanya kerjasama dengan pihak swasta, PTN BH pun harus rela dimasuki oleh korporasi, misalnya mendirikan bangunan yang seharusnya tidak ada. Contohnya, bangunan restoran cepat saji, atau yang lain. Pihak swasta juga memberikan pengaruh keputusan yang dikeluarkan oleh pihak kampus. Dampaknya, tentu saja pihak swasta mempengaruhi kebijakan agar sesuai dengan motif ekonominya.
Kelemahan lainnya, adanya peningkatan biaya kuliah di PTN BH. Hal tersebut membuat seolah PTN BH tidak lagi berpihak pada masyarakat golongan ekonomi bawah yang ingin menempuh pendidikan tinggi.
Pengelolaan keuangan secara mandiri juga memiliki efek negatif, yaitu bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi. Akhirnya semua berlomba-lomba untuk menjadi petinggi dalam PTN BH tersebut yang tujuannya kadang tak lagi tulus mengabdi mencerdaskan anak bangsa.
Efek negatif itu sebenarnya bisa diatasi jika para petinggi menjalankan amanahnya sebagai pihak yang memiliki wewenang dengan sebaik-baiknya. Tidak berpihak korporasi swasta yang pada akhirnya merugikan yang lainnya, dan menguntungkan pihak pribadi. Maka diperlukan sikap jujur dan tegas dalam menjalankan segala aturan yang mengatur PTN BH.
Dilansir dari laman gentaandalas.com Ketua Persiapan PTN BH Unand, Prof Mansyurdin mengatakan, ada beberapa kelebihan suatu perguruan tinggi ketika menyandang starus PTN BH. Namun, di sisi lain status tersebut juga memiliki kekurangan.
“Kelebihan PTN BH merupakan kewenangan membuka dan menutup prodi. Selain itu, kewenangan dalam mengatur pola remunerasi sendiri, membentuk badan usaha sendiri, membuka badan hukum usaha, dan menyusun Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) organ di bawah Rektor,” terangnya saat penyampaian sosialisasi PTN BH di Unand Agustus 2019 lalu.
Mansyurdin menjelaskan, bahwa program PTN BH bukanlah keinginan universitas, melainkan atas prakarsa menteri. Prosedur perubahan PTN Badan Layanan Umum (BLU) menjadi PTN BH dimulai dari prakarsa Menteri, kelengkapan dokumen perguruan tinggi, dan melakukan evaluasi kinerja PTN menjadi PTN BH oleh tim independen (Menristek/BRIN).
Dikutip dari unand.ac.id, Inspektur Jenderal Kemenristek Dikti RI Prof Jamal Wiwoho, menyampaikan bahwa PTN BH bukan untuk mengkomersialisasikan kampus, PTN BH bukan alat untuk meningkatkan SPP, PTN BH diharapkan perguruan tinggi mempunyai reputasi internasional.
“Tidaklah tepat kalau memaknai PTN BH sebagai alat untuk menaikkan SPP mahasiswa atau untuk mengkomersialisasikan kampus,” ujarnya.
Ia menambahkan, bahwa bukan untuk ajang gengsi perubahan status PTN BH. “Bukan hanya gengsi masuk PTN BH, tetapi bagaimana kemudian bisa diwujudkan masuk ke dalam Perguruan Tinggi terbaik di dunia,” pungkasnya. (*)