Bersama Komunitas, Indonesia Bisa Akhiri Tuberkulosis dengan Pencegahan Infeksi

17

Saat pandemi Covid-19 membuat kita tertekan, perkara penyakit menular seperti tuberkulosis (TBC) terus melaju dan berpotensi menambah beban penyakit di masyarakat.

Menurut Global TB Report 2022 yang diterbitkan oleh World Health Organization, perkiraan angka kejadian (insidensi) TBC di Indonesia meningkat 15 persen di antara tahun 2020 ke tahun 2021.

Artinya, setiap satu menit ada dua orang yang sakit TBC, dan, jika tidak diobati, seseorang dengan TBC dapat menginfeksi 10 hingga 15 orang di sekitarnya dalam satu tahun.

Namun, tidak semua orang yang terkena bakteri TBC akan jatuh sakit, beberapa kelompok masyarakat lebih rentan terhadap infeksi ini karena kondisi imunitasnya yang lebih rendah.

Kelompok yang rentan TBC adalah anak-anak terutama yang berusia di bawah lima tahun, orang lanjut usia, serta kondisi penyakit tertentu seperti Diabetes, HIV/AIDS, dan gizi buruk. (WHO, 2022)

dr. Nurul Luntungan, MPH, Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia (STPI) sekaligus Authorized Signatory Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI menerangkan, TBC laten adalah keadaan dimana Mycobacterium Tuberculosis ‘tidur’ di tubuh kita selama bertahun-tahun karena ditahan oleh daya tahan tubuh. Ketika daya tahan tubuh menurun, bakteri TBC bisa ‘bangun’ dan menyerang tubuh kita sehingga menjadi sakit dan dapat menularkan orang lain.

“Sebuah studi memperkirakan 120 juta orang di Indonesia mempunyai TBC laten. Kondisi ini dapat diketahui dengan tes mantoux atau tes darah (IGRA). Indonesia tidak akan berhasil mengatasi TBC jika tidak mengendalikan TBC laten. Saat ini sudah tersedia di Indonesia Terapi Pencegahan TBC (TPT) agar kondisi TBC laten tidak berkembang menjadi penyakit,” tambah Nurul.

STPI berkolaborasi dengan Yayasan Penabulu membentuk Konsorsium Komunitas Penabulu-STPI sebagai penerima hibah utama program TBC komunitas dari Global Fund to Fight Against HIV/AIDS, Tuberculosis, and Malaria (GF-ATM). Konsorsium ini mendukung dan memperkuat sistem organisasi komunitas maupun upaya berbasis masyarakat dan penyintas TBC melalui promosi kesehatan, upaya pencegahan TBC pada balita dan anak-anak, skrining gejala TBC aktif, fasilitasi pemeriksaan TBC, dukungan psikososial pengobatan pasien, serta dukungan advokasi, umpan balik kualitas layanan, dan akses terhadap layanan hukum untuk meringankan stigma dan diskriminasi yang dialami pasien TBC dan keluarganya.

Baca Juga:  Sudah Dua Minggu Melahirkan, tapi ASI Masih Sedikit

Heny Akhmad, selaku Direktur Program Nasional dari Konsorsium ini menerangkan, saat ini kami mendukung program pemerintah bersama 9.212 kader TBC Komunitas di masyarakat untuk mendorong kesadaran akan hak mereka atas kesehatan, termasuk bebas dari infeksi TBC dengan mendapatkan TPT.

Berdasarkan modelling dalam Global Plan to End TB 2023-2030 yang diterbitkan oleh Stop TB Partnership (global), Indonesia hanya dapat mencapai eliminasi TBC dengan memperluas penanganan orang dengan infeksi TBC dan memberikan kekebalan melalui TPT terutama pada kelompok rentan.

Yayasan Kemitraan Strategis Tuberkulosis Indonesia atau Stop TB Partnership Indonesia (STPI) meyakini bahwa eliminasi tuberkulosis di Indonesia bisa dicapai dengan dilandasi kemitraan yang kuat antara unsur pemerintah, swasta, dan masyarakat. STPI dimulai sebagai Forum kemitraan kemudian mengubah diri menjadi Yayasan pada 2018.

STPI bersama para mitra strategis memprakarsai upaya advokasi ke berbagai sektor untuk mempengaruhi kebijakan tuberkulosis secara nasional, membangun model tata kelola penanganan tuberkulosis lintas sektor di kabupaten dan desa, serta mengkampanyekan isu TBC di media sosial dan media massa. STPI tetap memfasilitasi kegiatan forum yang menjadi wadah bagi lebih dari 126 organisasi dan individu peduli tuberkulosis di Indonesia.(rel)