Hati-Hati Jejak Digital: Jaga Hati, Jaga Jemari

12
Yulfia Afaz, S.Pd Guru Bahasa Indonesia MTsN 2 Limapuluh Kota.

Ada empat aspek keterampilan berbahasa yang dipelajari siswa di sekolah. Yaitu, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa ini diajarkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Tidak hanya di tingkat sekolah dasar, tetapi juga pada tingkat sekolah menengah dan atas. Keempat aspek keterampilan tersebut memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Dari keempat aspek tersebut, menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling sulit tingkatannya. Menulis tidak hanya membutuhkan keterampilan tetapi juga pengetahuan.

Untuk dapat menulis dengan baik, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang apa yang akan dituangkan ke dalam tulisan. Dalam menulis pun ada rambu-rambu kepenulisan yang mesti diperhatikan.

Pada era digital saat ini, informasi beredar dengan cepat dan masif. Untuk dapat berinteraksi dengan baik dan aman, diperlukan keterampilan berbahasa. Mulai dari menyimak, berbicara, membaca atau pun menulis. Kita harus bisa menyimak dengan baik tayangan yang beredar di dunia maya sebelum men-share informasi tersebut.

Menyimak merupakan proses mencerna informasi, tidak hanya memahami tetapi juga mampu menangkap isi dengan baik. Dalam menyimak, pastikan terlebih dahulu kebenaran informasi yang di peroleh. Sebab, bisa saja kebenaran berita itu diragukan alias hoaxs.

Begitu pula halnya dengan keterampilan membaca. Saat membaca informasi pada laman digital, kita tidak serta merta menelannya bulat-bulat. Dibutuhkan analisis untuk mengetahui kebenaran dari informasi yang beredar.

Carilah rujukan terlebih dahulu apakah informasinya akurat atau tidak. Sebagai pembaca, kita harus bijak dalam memilah dan memilih informasi yang beredar. Misalnya dengan membaca informasi dari situs resmi. Jadi tidak asal ditelan kemudian share.

Sementara dalam hal menulis, terutama di media sosial, juga ada aturannya. Ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menjadi rambu-rambu dalam bertransaksi di internet. Pastikan untuk bisa menjaga jemari. Tidak semua hal ditulis di sana. Ada etika dalam bermedia sosial.

Siswa yang emosinya tergolong masih labil, dituntut untuk memahami rambu-rambu dalam bermedia sosial. Keterampilan dalam berbahasa akan menuntun mereka untuk tidak menulis sesuka hati dan tidak serampangan di media sosial.

Sudah seyogyanya siswa mengetahui bahwa ada risiko yang akan ditanggung jika melanggar etika dalam bermedia sosial. Misalnya tidak boleh men-share berita hoaks, menulis status yang merugikan orang lain dan sebagainya. Siswa mesti dibekali pemahaman bahwa trasanki digital yang mereka lakukan meninggalkan rekam jejak digital.

Baca Juga:  SMP Negeri Unggul Dharmasyara, Makin Bersinar di Bidang Ekskul dan Akademik

Rekam jejak digital merupakan rekaman atau bukti transaksi yang ditinggalkan setelah bertransaksi di internet. Baik melalui komputer, laptop, smartphone dan lain sebagainya. Rekam jejak digital tidak akan hilang meskipun sudah dihapus.

Namun yang lebih mengerikan lagi, pencari kerja saat ini tidak hanya dilihat dari Curriculum Vitae (CV) atau riwayat hidup. Tetapi juga rekam jejak digitalnya di internet, termasuk media sosial.

Artinya, rekam jejak digital sangat berpengaruh dan menjadi penentu dalam mendapatkan pekerjaan. Siswa yang notabenenya sedang berjuang dalam meraih masa depan, harus menggarisbawahi hal yang satu ini. Rekam jejak digital yang mereka tinggalkan hari ini di internet, bisa jadi akan menentukan keberhasilan dalam mencari pekerjaan kelak.

Supaya terhindar dari rekam jejak digital yang tidak baik, maka siswa perlu mengembangkan keterampilan berbahasa. Apakah itu menyimak, berbicara, membaca atau menulis. Sebab keempat aspek berbahasa tersebut digunakan saat bertransaksi di internet.

Ketika ingin menulis pada media digital, maka gunakanlah bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang baik merupakan bahasa yang sesuai situasi dan kondisi. Sementara bahasa yang benar, sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

Bahasa yang baik belum tentu benar. Pun begitu sebaliknya, bahasa yang benar belum tentu baik. Pastikan juga jika postingan di media sosial tidak melanggar etika. Siswa diharapkan mampu memanfaatkan laman digital dengan baik.

Perlu adanya semacam pemahaman bagi mereka bahwa media sosial ibarat pisau bermata dua. Jika bisa menggunakannya dengan baik, maka akan mendatangkan manfaat. Tetapi jika tidak, malah kerugian yang didapat. Maka, manfaatkanlah media digital untuk hal-hal yang positif.

Pemahaman tentang literasi digital juga tidak kalah penting. Menurut Paul Gilster, literasi digital merupakan kemampuan memahami dan memakai informasi dari berbagai sumber, yang bisa diakses melalui komputer. Literasi digital membantu siswa agar tetap berada dalam rambu-rambu saat bermedia sosial.

Pemberian pemahahaman kepada siswa dalam memanfaatkan media digital merupakan tanggung jawab bersama. Tidak hanya pihak sekolah, tetapi juga orang tua dan lingkungan masyarakat.

Dengan memiliki kemampuan berbahasa serta pemahaman tentang literasi digital yang baik, maka siswa akan makin cakap digital.Oke. Jaga hati. Jaga jemari. Hati-hati, jejak digital, supaya jangan berabe suatu saat nanti. (*)