Siapa yang tidak mengenal gawai? Pasti jawabannya tidak ada. Di zaman secanggih ini perusahaan gawai berlomba menciptakan gawai. Sebut saja berbagai merk terkenal seperti Samsung, Iphone, Xiomi, Oppo, Vivo, Asus, Huawai, Sony dan lain sebagainya.
Setiap gawai memiliki kelebihan masing-masing dengan aplikasi yang ditawarkan beragam dan lengkap. Siapa yang tidak akan tertarik? Sebelum kita kupas lebih dalam, sebenarnya gawai itu apa?
Gawai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gawai memiliki dua makna yang berbeda. Makna pertama (n) kerja; pekerjaan, berarti kerja atau pekerjaan. Makna kedua adalah (n) perkakas, berarti alat atau perkakas.
Sementara itu, Wikipedia berbahasa Indonesia mengatakan, gawai adalah suatu peranti yang bertujuan dan berfungi praktis. Berdasarkan pengertian gawai di atas dapat disimpulkan bahwa gawai berarti perangkat elektronik yang memiliki model penggunaan cukup praktis dan memiliki fungsi khusus sebagai media komunikasi.
Gawai sebagai media komunikasi yang sangat dirasakan manfaatnya oleh para pengguna. Walaupun jarak membentang, dengan gawai di tangan komunikasi dapat berjalan lancar. Selain itu, gawai juga dapat menambah informasi, dan dapat sebagai media hiburan bagi penggunanya.
Oleh sebab itu, pengguna gawai menjamur di setiap kalangan tanpa kecuali peserta didik. Peserta didik yang notabenenya belajar lengah oleh gawai. Mereka sangat sulit melepaskan diri dari gawai. Apalagi aplikasi game online pada gawai tersebut telah meracuni pikiran mereka.
Mereka menghabiskan waktu berjam-jam bermain game online. Tiada hari tanpa gawai. Di mana pun mereka berada pasti sedang asik dengan gawainya sehingga mereka tidak dapat berinteraksi dengan orang lain. Tidak hanya itu, peserta didik yang akrab dengan game online mudah marah, lebih agresif, dan sering berkata kasar.
Tingginya tingkat penggunaan gawai pada peserta didik, sudah meresahkan orang tua. Tidak sedikit orang tua datang ke sekolah berkonsultasi dengan para pendidik tentang kondisi anak-anak mereka yang bermain gawai sampai tengah malam.
Akibatnya mereka sulit bangun pagi, padahal mereka akan bersekolah. Jika orangtua menasihati, mereka akan membangkang, dan berkata kasar. Orang tua sudah mengingatkan, memarahi, bahkan menyita gawai tersebut, tetapi mereka mendapat perlawanan dari si anak.
Penggunaan gawai yang sudah kebablasan di kalangan peserta didik membuat orang tua kecewa akan masa depan anak-anaknya. Mengutip buku “Rekognisi Pendidikan, Olahraga, dan Kesehatan di Masa Endemi Covid-19”, ada tiga durasi pemakaian gawai atau gadget.
Menurut Christiany (dalam Adeng, 2018) tiga durasi penggunaan gawai atau gadget yakni, penggunaan tinggi, yaitu intensitas pemakaian gawai atau gadget lebih dari 3 jam sehari. Penggunaan sedang, dengan pemakaian sekitar 3 jam sehari. Penggunaan rendah, yang ditunjukkan dari intensitas pengguna kurang dari 3 jam sehari.
Berdasarkan durasi penggunaan gawai di atas, jika peserta didik menggunakan gawai lebih dari 3 jam sehari menyebabkan mereka rentan adiksi atau kecanduan gawai. Kondisi ini akan membuat mereka mengalami gangguan fungsi diri seperti fungsi relasi, pendidikan, dan kegiatan rutin lainnya.
Adiksi ini biasanya menyerang anak usia 13 sampai 18 tahun. Pada usia ini, bagian otak yaitu cortex berfungsi mencegah seseorang bersikap impulsif sehingga seseorang bisa merencanakan dan mengontrol perilaku dengan baik. Ketika bagian ini sudah terganggu, seseorang rentan bersikap impulsif.
Impulsif adalah masalah dengan pengendalian diri, emosional atau perilaku. yang juga dialami oleh pengguna gawai. Itulah yang dialami oleh peserta didik yang kecanduan game online.
Otak yang seharusnya digunakan untuk menerima dan memahami ilmu pengetahuan dari pendidik telah diracuni oleh gawai sehingga proses peneriman ilmu pengetahuan jadi terhambat.
Peserta didik sangat lesu dan sulit memahami materi yang diberikan. Mereka memilih tidur saat mengikuti pelajaran ketimbang harus terlibat dalam kegiatan belajar. Sungguh menyedihkan. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka generasi penerus bangsa akan kehilangan jati dirinya.
Lalu apa yang dapat dilakukan oleh orang tua dan pendidik untuk mengurangi adiksi gawai pada anak? Peran orang tua sangat penting dalam hal ini, mereka akan bersinergi dengan pendidik dalam mengatasi adiksi gawai pada anak, dengan melakukan beberapa hal.
Misalnya, orang tua harus memberikan batas waktu bermain gawai yang jelas kepada anak, orang tua harus bisa menyediakan aktivitas yang menyenangkan bagi anak, dan pendidik juga dapat memberikan tugas tambahan di rumah dengan melibatkan orang tua sehingga secara perlahan adiksi gawai dapat diatasi. (Yerdevi Maya, S.Pd, GURU SMAN 2 SUNGAITARAB)