Kondisi nyata tentang kemampuan literasi masyarakat, sekolah khususnya sungguh memprihatikan. Hal ini dibuktikan dengan data Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencatat, peringkat nilai Programme for International Students Assessment (PISA) Indonesia berdasarkan survei berada dalam level bawah.
Mencermati kondisi nyata tersebut, perlu adanya gerakan literasi di lingkungan sekolah melalui pejuang literasi. Hal itu sejalan dengan firman Allah SWT Surat Al-’Alaq ayat 1-5 (QS 96:1-5), menuntun umat manusia untuk membaca dan menulis. Kita dimotivasi untuk mencari ilmu yang terdapat dalam Al Quran dan yang terjadi di alam.
Kita diperintah untuk mengenal asal-usul diciptakannya manusia. Manusia dirangsang untuk mencatat ilmu menggunakan kalam (pena) dari berbagai cabang ilmu dan dapat berbagi ilmu pengetahuan baru kepada orang lain. Allah menjadikan manusia ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Secara perlahan mempelajarinya melalui kemampuan melihat dan mendengar.
Qur’an Ar-Ra’d ayat 11 menyatakan, “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah diri mereka sendiri”. Perubahan nasib seseorang tidak akan datang dengan sendirinya. Akan tetapi, perubahannya ke arah yang lebih baik dan sukses harus diupayakan dari diri sendiri.
Mendikbud (2017) menyatakan bahwa bangsa yang maju tidak hanya dibangun dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Akan tetapi, ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang memiliki peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia.
Keberliterasian dalam konteks ini bukan hanya masalah bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara. Tak kalah pentingnya, kecakapan hidup perlu dimiliki agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk menciptakan kesejahteraan dunia.
Gerakan Literasi Sekolah atau GLS adalah suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah. Mulai dari peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, dan pengawas sekolah.
Peran komite sekolah, orang tua, peserta didik, akademisi, penerbit, dan media massa, juga penting. Selain itu, peran tokoh masyarakat yang bisa merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, tidak dapat dipinggirkan.
Gerakan Literasi Sekolah adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca sebelum belajar dimulai.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Guru sebagai garda terdepan dalam kemajuan gerakan literasi sekolah, memiliki tanggung jawab moral dalam percepatan pencapaian harapan pemerintah. Bahan bacaan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah nonfiksi yang bermuatan skill/keterampilan menghadapi masa depan. Sedangkan buku fiksi digunakan untuk menumbuhkan daya khayal dan imajinasi peserta didik.
Peningkatan kualitas pemahaman teks yang kompleks dan memiliki penalaran yang tinggi mesti dilakukan. Kita dapat memanfaatkan berbagai sumber referensi dari sumber-sumber lain. Sumber lain dimanfaatkan adalah bahan bacaan cetak (buku referensi penerbit lainnya, majalah, surat kabar, bulletin, dan lain sebagainya).
Selain itu, juga bahan bacaan yang bersumber dari non cetak misalnya televisi, radio, handphone, internet. Perjuangan penulis tidak hanya berorientasi pada kegiatan membaca siswa. Akan tetapi juga mengarahkan pada upaya peningkatan kualitas literasi para guru.
Perlu upaya untuk meningkatkan daya baca guru. Hal itu merupakan dua sisi mata uang, yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Keduanya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lainnya.
Peningkatan minat baca dan daya baca harus seiring sejalan. Hal ini dapat ditempuh melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, seminar, lokakarya, dan sejenisnya. Untuk menjadi guru yang produktif, perlu diikuti kegiatan peningkatan keterampilan menulis.
Hal ini diupayakan melalui pelatihan yang diadakan oleh pemerintah maupun lembaga masyarakat. Tindaklanjutnya, penulis harus bisa melahirkan sebuah buku sebagai tagihan pelatihan tersebut.
Gerakan literasi sekolah sudah menjadi suatu keharusan untuk dilaksanakan di satuan pendidikan masing-masing. Pola pelaksanaan di masing-masing satuan pendidikan disesuaikan dengan kondisi dan karakteristiknya.
Gerakan literasi sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan minat dan daya baca masyarakat harus didukung oleh berbagai pihak. Tidak bisa bertumpu pada pihak sekolah saja. Akan tetapi, juga didukung oleh seluruh warga sekolah (mulai dari peserta didik. Karena itu, sekolah perlu berkolaborasi dan bersinergi dengan pemangku pendidikan dan para pemerhati pendidikan.(Evita Zamharira, S.Pd., KEPALA SDN 07 BARINGIN, LIMAKAUM))