Epidemiolog Beri Peringatan Kasus Covid-19 di PON Papua

29
Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Prof Tjandra Yoga Aditama.(IST)

Epidemiolog memberi peringatan keras menyusul ditemukannya 29 orang yang positif terinfeksi Covid-19 dalam pagelaran PON ke XX di Papua. Siapapun yang terlibat dalam iveni tersebut harus di-skrining ketat sebelum kembali ke daerah masing-masing.

Jika hal ini tidak dilakukan, maka akan berpotensi menularkan kasus-kasus baru ke berbagai daerah tujuan kepulangan para atlet, ofisial, manajer, para pejabat, maupun para tenaga pendukung PON XX Papua.

Satgas Covid-19 Papua pada Senin lalu (5/10) mencatat ada 29 atlet, official, dan panitia pelaksana PON XX Papua terpapar Covid-19. Penyelenggaraan PON ini memang masih menjadi kontroversi karena diselenggarakan saat pandemi Covid-19. Menanggapi hal itu, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa pihaknya akan mempelajari lagi mitigasi pelaksanaan event besar.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, semua harus dites antigen sebelum pulang. Jika hasilnya negatif, maka yang bersangkutan boleh pulang. Meski demikian, saat tiba di provinsinya masing-masing, para pelaku PON tersebut harus di karantina.

”Begitu sampai di lokasi (provinsi tujuan, red) dia harus karantina minimal 7 hari apapun hasilnya. Meskipun saat itu dia dites lagi atau tidak tetap harus 7 hari karantina,” jelas Dicky, kemarin (6/7)

Kemudian jika hasil tes antigen sebelum kepulangan menunjukkan bahwa dia positif, maka yang bersangkutan tidak boleh berangkat. Harus menetap di Papua untuk menjalani isolasi setidaknya selama 14 hari.

Dicky menyebut bahwa kemuculan kasus-kasus positif di Papua dalam pagelaran PON XX ini memang sulit dihindari. Karena memang ada banyak kelemahan dalam sistem mitigasi. Dalam berbagai kesempatan, Dicky mengaku sudah sering mengusulkan beberapa langkah mitigasi.

Misalnya, sebelum pergi ke Papua, setiap peserta PON XX harus sudah menjalani karantina di daerahnya masing-masing. Paling tidak 3 hari kemudian sampai di lokasi PON Papua, kembali harus karantina.

”Nggak usah lama-lama karena pada akhirnya juga sistem bubble. Tapi, entah mungkin sulit atau bagaimana (usulan ini, Red) tidak terlaksana,” jelas Dicky.

Sistem bubble sendiri kata Dicky adalah praktik yang cukup efektif menekan penularan. Namun, pertanyaannya adalah apakah sistem tersebut sudah bisa diterapkan secara disiplin dan konsisten.

Jika penerapan sistem bubble efektif, maka sebenarnya tidak semua orang harus di tes. Cukup sampling saja. ”Intinya bubble itu yang di luar tidak masuk, yang di dalam tidak keluar. Atau dengan kata lain tidak ada kontak. Ini yang sulit apalagi kalau tinggalnya terpencar,” katanya.

Soal kedisiplinan, kata Dicky, belum lagi ada persoalan para pejabat yang berkunjung ke Papua kemudian kembali ke daerahnya masing-masing. Ini juga dikhawatirkan lolos dari kedisiplinan penerapan prokes. ”Seharusnya tanpa kecuali. Tidak boleh di toleransi meskipun pejabat,” katanya.

Saat ini yang bisa dilakukan adalah terus menguatkan 3T (testing, tracing/tracking dan treatment) Supaya penyebaran bisa diputus secara tuntas, harus ada pelacakan kontak yang tidak main-main. Dicky menyatakan tidak cukup hanya 15 orang per 1 kontak positif.

Untuk mencegah penyebaran dan ledakan kasus, tracing harus dilakukan pada lapis pertama (kontak erat) hingga lapis kedua dan ketiga. ”Minimal 30 orang. Tapi, saya rasa itu bisa sampai ratusan. Lapisan pertama semua harus di tes. Lapis kedua dan ketiga misalnya cukup di karantina,” katanya.

Untuk kegiatan yang masih berlangsung, mobilitas harus diperketat. Pertemuan antar penonton, atlet dan ofisial harus diminimalisir meskipun Dicky menyebut ini sulit dilakukan.

”Selain manajer ada pejabat daerahnya yang ketemu makan di sana sini maka itu jadi sulit. Dalam event sebesar ini tidak boleh ada relaksasi, toleransi karena taruhannya kasus klaster. Tidak bisa mencegah,” katanya.

Baca Juga:  Tak Daftar Ulang, Tak Boleh Ikut Seleksi Dua Tahun

Analisis dari Guru Besar Fakultas Kedokteran UI Prof Tjandra Yoga Aditama, mereka yang positif Covid-19 hampir dapat dipastikan tertular di Papua. Karena, sebelum berangkat semua atlet sudah di PCR.

Dalam kondisi seperti ini, senada dengan Dicku, 3T harus terus diperkuat agar situasi epidemiologi bsia terkendali. Yoga mengatakan, meskipun para atlet dikatakan memiliki daya tahan tubuh bagus, namun nyatanya tetap tertular dengan nilai CT Value yang rendah.

”Maka baik kalau semua yang 29 orang itu, atau nanti nambah lagi semuanya diperiksa whole genome sequencing,” kata Yoga.

Telusur harus dilakukan pada semua yang kontak erat dengan 29 orang ini. Kalau selama ini targetnya dari satu konfirmasi positif maka yang diperiksa sedikitnya 15 kontak, maka setidaknya harus diperiksa hingga 450 orang.

”Tentu ini mencakup sesama atlet, official, petugas hotel dan sebagainya. Kalau dulu pernah ditargetkan periksa 30 kontak maka artinya yang harus diperiksa mencapai 900 orang. Termasuk, masyarakat setempat yang mungkin kontak juga,” katanya.

Dengan adanya kasus positif ini, kedisiplinan protokol kesehatan penonton dan pertandingan olahraga harus jauh lebih ditingkatkan. Surveilans harus lebih digiatkan untuk mendapatkan tren yang baik.

”Surveilans tentu perlu dikaitkan dengan 3 hal, lokasi, jenis olahraga yang ada, serta karakteristik penonton di lokasi itu,” jelas Yoga.

Treatment pada atlet atau mereka yang saat ini positif harus dilakukan sampai tuntas alias negatif. Jangan hanya mengikuti panduan yang menyebut bahwa sekian puluh hari, maka bisa bebas isolasi, atau karantina.

”Kalau atlet nanti pulang ke daerahnya masing-masing, maka masih perlu dalam pengawasan, akan baik juga kalau keluarganya diawasi karena kemungkinan kontak,” jelas Yoga.

Langsung Diisolasi

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Terkait Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan dan Satgas Covid-19 Papua sudah memberikan tindakan untuk mereka yang terpapar.

Atlet, official, dan panitia pelaksana yang terbukti positif Covid-19 sudah diisolasi. Tak berhenti di sini, pelacakan kasus juga dilakukan. ”Pada PON, testing dan tracing secara luas harus dilakukan,” ujar Nadia.

Ini untuk menemukan kasus secara dini. Sehingga, mereka yang terpapar bias dirawat dan mengurangi risiko penularan. Klaster Covid-19 pada PON ini menurutnya, disebabkan banyak hal. Atlet, official maupun panitia sudah dilakukan tes PCR. Namun, dalam mobilitas bisa jadi terpapar. ”Periksa PCR kan saat akan berangkat. Dalam perjalanan bisa terpapar,” ungkapnya.

Adanya klaster pada perhelatan PON tak lantas membuat pemerintah mengubah aturan penyelenggaraan ivent besar. Menurut Nadia, kejadian ini justru menjadi pembelajaran bagi pemerintah dalam menyusun mitigasi pelaksanaan kegiatan dalam skala besar.

Dalam kesempatan lain, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan strategi penanganan Covid-19 di Indonesia di hadapan beberapa menteri kesehatan di acara Special Ministerial Conference for asean Digital Public Health.

Salah satu yang diunggulkannya adalah aplikasi PeduliLindungi. ”Aplikasi ini dimiliki Indonesia untuk skrining,” katanya.

Selain itu, dia juga mengungkapkan keinginan untuk menginisiasi dibentuknya standar kesehatan dan adanya health passport di ASEAN. Alasan dia mengusulkan ini lantaran kebijakan kesehatan di masing-masing negara terkadang berbeda satu sama lain.

Inisiasi standar kesehatan ini untuk mempermudah masyarakat global. ”Bukan hanya soal traveling tapi juga aktivitas lainnya,” ucapnya. (tau/lyn/lum/jpg)