Benahi Manajemen Pemenjaraan, Jumlah Napi Meninggal Bertambah Tiga Orang

9
Menkumham Yasonna Laoly (tengah) menyerahkan bantuan kepada keluarga napi korban kebakaran lapasa kelas 1 Tangerang di RSUD Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (9/9/2021). Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (MenkumHAM) Yasonna Laoly menyerahkan santunan terhadap tiga korban kebakaran Lapas Tangerang yang meninggal pagi ini. Penyerahan santunan diserahkan ke pihak keluarga di RSUD Kabupaten Tangerang. FOTO: SALMAN TOYIBI/JAWA POS

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjenpas Kemenkum HAM) memang sudah mengambil langkah strategis untuk mengurus kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas I Tangerang. Namun, langkah itu belum cukup untuk menyelesaikan peliknya persoalan di LP dan rumah tahanan (rutan).

Menambah jumlah kedua fasilitas itu tidak menjamin ’penyakit’ overload bisa ’sembuh’ begitu saja. Kepada Jawa Pos Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu menyampaikan bahwa poin penting yang harus dibenahi adalah manajemen pemenjaraan.

Menurut dia, banyaknya tahanan dan narapidana (napi) saat ini tidak lain karena manajemen pemenjaraan yang kurang tepat.  ”UU Narkotika itu masalahnya. Sama pemenjaraan tanpa alternatif, lalu penahanan,” terang dia.

Fakta jumlah napi kasus narkotika mendominasi isi LP di Indonesia, kata Erasmus, tidak boleh diabaikan. Menurut dia tidak semua masyarakat yang tersangkut kasus narkotika harus dijebloskan ke penjara. Apalagi yang berstatus pengguna. Mereka bisa dibina.

”Disaring lagi siapa tahu ada yang nggak layak dipenjara,” imbuhnya. Praktik menjerat pengguna narkotika dengan pasal untuk menghukum pengedar atau bandar pun disorot oleh Erasmus.

Pria yang akrab dipanggil Eras itu menyatakan, mestinya pengguna atau pecandu narkotika bisa direhab. Dengan begitu, dia yakin jumlah napi dan tahanan kasus narkotika yang saat ini mendekam di balik jeruji besi akan berkurang signifikan. Apalagi bila manajemen pemenjaraan sudah diperbaiki. Dia cukup yakin masalah overload lapas dan rutan bisa dituntaskan.

Bukan tidak sepakat dengan niat pemerintah menambah LP, dia hanya kurang yakin hal itu dapat menyelesaikan masalah. ”Memang butuh LP, terutama rutan ya. Tapi, kalau itu dimaksudkan solusi dari overcrowding ya kurang tepat,” bebernya. Berapapun jumlah lapas dan rutan ditambah, akan selalu penuh dan melebihi kapasitas jika angka pemenjaraan masih tinggi.

Untuk itu, Eras lebih sepakat bila pemerintah lebih dulu membenahi manajemen pemenjaraan ketimbang sibuk membangun LP baru. Seperti disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD. Pemerintah berniat menggunakan aset BLBI untuk membangun LP-LP baru di berbagai daerah di Indonesia.

Berdasar catatan ICJR bersama IJRS dan LeIP, sejak 2019 terjadi kebakaran di 13 lapas. Dari angka tersebut, sembilan LP di antaranya dalam keadaan overload alias jumlah penghuni melebihi kapasitas. Sedang satu lainnya dalam keadaan nyaris penuh.

Praktis hanya tiga LP yang tidak overload. ”Kondisi LP yang mengalami overcrowding berdampak pada rendahnya pemenuhan hak warga binaan pemasyarakatan dan tahanan,” terang Eras. Kondisi itu berpotensi memperburuk masalah.

Menurut Eras, ’penyakit’ overload di LP bisa ’menjalar’ sampai menyebabkan munculnya masalah lain bila pemenuhan hak warga binaan pemasyarakatan atau napi masih rendah. Misalnya pelanggaran ketertiban dan keamanan. Tidak heran, data ICJR, IJRS, dan LeIP juga mencatat banyak kebakaran di LP disebabkan oleh kerusuhan antar napi.

”Dalam catatan kami, terdapat lima LP yang terbakar karena kerusuhan oleh penghuni,” bebernya. Overload di LP jelas masalah yang harus diselesaikan. Namun, dia menekankan kembali membangun lebih banyak LP tidak serta merta menyelesaikan masalah.

Menurut dia, perbaikan manajemen pemenjaraan mutlak dilakukan bila ingin persoalan overload selesai. Selain itu, insiden di Tangerang juga menjadi sinyal bagi pemerintah untuk segera mengevaluasi dan melakukan revitalisasi terhadap infrastruktur bangunan rutan dan LP di Indonesia.

Sehingga tujuan lapas membina masyarakat yang tersangkut persoalan hukum bisa dilaksanakan dengan baik. Di sisi lain, meski belum dibahas secara mendalam, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Ditjenpas Kemenkum HAM Rika Aprianti memastikan bahwa ide Mahfud untuk membangun LP menggunakan aset BLBI akan ditindaklanjuti oleh instansinya.

”Tentunya hal-hal yang menjadi solusi masalah, mengurangi overkapasitas (di LP) akan segera kami tindaklanjuti,” terang Rika saat dikonfirmasi oleh Jawa Pos (grup Padang Ekspres), kemarin.

Bangun LP Baru

Terpisah, Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Tri Wahyuningsih Retno Mulyani membenarkan wacana pembangunan LP baru di tanah aset BLBI. Meski begitu, dia menyebut lokasi LP tersebut masih dalam pembahasan.

”Prosesnya dari DJKN melakukan asesmen aset yang ada untuk di mana lokasi yang pas,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Perempuan yang akrab disapa Ani itu menjelaskan, pihak Kemenkeu akan melakukan komunikasi dengan Kemkum HAM selaku kementerian yang memerlukan LP baru tersebut. ”Ini bisa setuju atau tidak setuju atas aset yang kita usulkan,” imbuh Ani.

Dia melanjutkan, jika nantinya usulan itu tidak disetujui, maka akan dilanjutkan pencarian lokasi lain. Namun, jika setuju dengan usulan itu, maka proses selanjutnya bisa dilanjutkan untuk pembangunan LP baru. ”Nanti akan diinfokan kembali jika sudah ada SK penetapannya,” jelas Ani.

Sementara itu, Komisi III melontarkan kritik keras kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly terkait kebakaran di LP Kelas I Tangerang. Anggota Komisi III Sarifuddin Sudding mengatakan, pihaknya sudah sering menyuarakan perbaikan LP.

Baca Juga:  Jelang Ramadhan, Teaser Poster Film Buya Hamka Dirilis

”Soal LP itu sangat kompleks permasalahannya. Sudah sering kami suarakan, tapi sampai sekarang tidak ada perbaikan,” terang dia.

Sudding menjelaskan, sudah cukup lama Komisi III menyampaikan terkait overload LP sampai 400 persen. Kondisi LP sudah lama tidak direvitalisasi. Sisi kemanusiaan di LP juga sering kali menjadi sorotan. Menurutnya, walaupun mereka seorang napi, tapi mereka masih tetap mempunyai hak-hak yang harus diperhatikan.

Selama ini, kata dia, kondisi warga binaan di lapas sangat memprihatinkan. Tidak ada perbaikan yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM. ”Barangkali Yasonna ini ditugaskan hanya untuk mengobok-obok parpol, sehingga hal-hal lain dia kesampingkan begitu saja,” ungkap Sudding.

Dia menegaskan bahwa kebakaran LP Tangerang adalah tragedi kemanusian. Ada 44 korban jiwa. Kemenkum HAM tidak boleh tutup mata. Jika Yasonna mempunyai moral, dia seharusnya mengundurkan diri sebagai pertanggungjawaban atas tewasnya 44 orang itu. Jadi, tanggung jawab itu bukan diserahkan kepada kepala LP atau dirjen, tapi Yasonna sebagai pengambil kebijakan harus bertanggung jawab penuh.

Menurut dia, Yasonna sudah terlalu nyaman menduduki kursi menteri, sehingga dia tak lagi memberikan perhatian terhadap hal-hal yang sifatnya bersentuhan dengan masalah warga binaan. Hampir semua lembaga pemasyarakatan di Indonesia mengalami overload dan kondisinya sungguh sangat memprihatinkan.

Politikus PAN itu mengatakan, jika Yasonna tidak mundur, Presiden Joko Widodo harus melakukan evaluasi terhadap kinerja Menkum HAM. Menurutnya, cukup bagi Yasonna menjabat sebagai menteri.

”Saya kira sudah tidak ada parpol yang harus diobok-obok dan saya kira sudah perlu dievaluasi lah,” tegasnya.

Napi Meninggal Bertambah

Narapidana yang meninggal akibat terbakarnya LP Kelas I A Tangerang, Kota Tangerang terus bertambah. Tiga narapidana yang sebelumnya mengalami luka bakar dinyatakan meninggal dunia. Mereka ialah Hadiyanto, Adam maulana dan Timothy Jaya.

Dokter Jaga ICU Bedah RSUD Kabupaten Tangerang dr Santika Budi Andyani menyatakan, Adam mengalami luka bakar berat sekitar 98 persen. Dia mengalami kondisi infekai berat hang telah mengganggu organ-organ lain.

”Jadi ketiga narapidana yang meninggal pagi tadi dari mulai 03.00 WIB itu yang pertama atas nama tuan A (Adam) yaitu meninggal pukul 03.00 pagi,” ujarnya.

Tiga jam kemudian atau tepatnya pukul 06.00, narapidana Hadiyanto dinyatakan meninggal. Dia diketahui memiliki luka bakar hingga 60 persen sampai 80 persen. Sedangkan Timothy dinyatakan meninggal pukul 09.00 akibat luka bakar yang mencapai 80 persen.

”Sudah mengalami gangguan multi organ seperti gangguan ginjal, gangguan livernya,” katanya.

Santika menerangkan, saat datang, ketiga pasien telah mengalami trauma inhalasi. Pihaknya langsung memasangkan ventilator. Ketiga pasien juga mengalami gangguan multi organ seperti gangguan ginjal dan liver.

”Sampai akhirnya jatuh ke kondisi shock, obat obatan semuanya sudah maksimal tapi respon dari pasien minimal sekali,” terangnya.

Dia menambahkan, terdapat empat napi lainnya yang akan dioperasi. Satu orang dalam kondisi sadar karena hanya mengalami luka bakar 13,5 persen. Sedangkan tiganya lainnya mengalami luka bakar di atas 50 persen.

Menurut Santika, pasien yang mengalami 13,5 persen luka bakar masih memiliki peluang hidup. ”Cuma untuk kondisi yang di atas 50 persen memang agak sulit ya karena sudah terjadi gangguan multi organ lainnya tidak sadarkan diri,” ungkapnya.

Menkum HAM Yasona Laoly sempat menjenguk para korban selamat di RSUD Kabupaten Tangerang, kemarin (9/9). Dia mengaku sempat berkomunikasi dengan para korban. ”Baik yang di iCU atau tidak di ICU ada yang kondisinya cukup baik saya bicara tadi dia mengatakan bagaimana api dari atas kemudian jatuh baranya ke bawah terbakar matras,” katanya.

Yasona memastikan tiga korban yang baru meninggal mendapatkan santunan sebesar Rp 30 juta. Selain itu, semua biaya pemulasaraan para korban ditanggung oleh pemerintah. ”Dan semua biaya pemulasaraan , pemakamakan, biaya pengurusan jenazah kita urus,” katanya.

Yasona enggan berkomentar banyak terkait adanya dugaan tindak pidana atas kebakaran itu. Dia menyerahkan semua itu ke kepolisian. Dirinya hanya akan fokus pada penanganan pasien. ”Ya itu kita serahkan saja ke Polri. Gak usah berspekulasi dulu setelah tuntas ada itu ya kita ini kan masih (fokus pemulasaraan dan pemulihan korban),” ucapnya.

Anak korban Timothy Jaya, Andrew, mengaku ikhlas atas kepergian orangtuanya. Dia menilai semua yang terjadi hanyalah kecelakaan. ”Kita baiknya doa sama-sama semoga yang terbaik di kesempatan kali ini saya ucapkan tidak menyalahkan siapa-siapa, termasuk menteri atau pemerintah. Saya menilai ini suatu kecelakaan, ini musibah yang semuanya tidak ada yang menginginkan nya,” katanya singkat. (dee/lum/syn/jpg)