Mencuatnya penyakit mulut dan kuku (PMK) menjelang Hari Raya Idul Adha berpotensi merugikan peternak. Bahkan, hewan ternak sehat milik peternak berpotensi tidak bisa dijual karena ketakutan masyarakat akibat PMK.
”Kementerian Pertanian harus mengantisipasi potensi kerugian peternak tersebut. Jangan sampai, hewan ternak sehat yang tidak terkena PMK tidak bisa dijual,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan di Jakarta, kemarin (12/5).
Momen Idul Adha, lanjutnya, sangat dinantikan oleh para peternak karena saat itu peternak bisa mendapatkan harga terbaik untuk hewan ternaknya. ”Idul Adha merupakan hari raya bagi seluruh kaum muslimin, terutama bagi peternak yang bisa menjual hewan ternaknya,” tutur legislator dari FPKS DPR RI ini.
Keuntungan penjualan saat tersebut, katanya, bisa menutupi kebutuhan peternak selama setahun. ”Peternak tentu terpukul bila hewan ternaknya yang layak untuk kurban tidak berhasil terjual saat itu,” ucap Hermanto.
”Negara harus menciptakan suasana nyaman bagi peternak agar suatu saat nanti kita bisa mewujudkan swasembada daging,” tambahnya.
Agar peternak dengan hewan ternak sehat tidak dirugikan, Hermanto minta segenap jajaran yang menangani peternakan dan kesehatan hewan dari pusat hingga daerah bekerja cepat tapi cermat dan terukur dalam menentukan skala penyebaran PMK.
”Keluarkan sertifikat gratis bagi hewan ternak layak kurban sebagai jaminan keamanan untuk peternak dan konsumen,” paparnya.
Lebih jauh Hermanto berharap agar Kementerian Pertanian bisa mendeteksi keberadaan kasus PMK di Indonesia. ”Saat ini sudah ditemukan kasus di Jawa Timur dan Aceh. Jawa Timur dan Aceh itu jaraknya jauh. Daerah diantara kedua daerah tersebut, atau daerah-daerah lain masih mungkin ada yang terjangkiti PMK,” ujarnya.
”Keberhasilan mendeteksi tersebut sangat menentukan kebijakan pergerakan hewan ternak menjelang Idul Adha,” imbuh Hermanto.
Kementerian Pertanian telah menetapkan enam daerah dilanda wabah PMK pada hewan ternak. Empat daerah di Provinsi Jawa Timur yaitu Gresik, Sidoarjo, Lamongan dan Mojokerto. Dua daerah lagi di Provinsi Aceh yaitu Aceh Tamiang dan Aceh Timur.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebutkan, saat ini pemerintah tengah berupaya menghadirkan vaksin untuk menekan penyebaran dan penularan PMK tersebut. Hermanto mendesak agar segera dilakukan tindakan lock down untuk wilayah yang terpapar wabah PMK guna membatasi pergerakan hewan.
”Lakukan vaksinasi gratis untuk membatasi penyebaran penyakit. Dan, gunakan vaksin buatan dalam negeri,” pungkas legislator dari Dapil Sumbar I ini.
Terkait hal tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan sudah melakukan langkah antisipatif. Dengan begitu, wabah PMK tidak akan mengganggu pasokan hewan ternak untuk Idul Adha. ”Menghadapi Idul Kurban, semua terantisipasi.
Namun, tentu ini membutuhkan kerja sama semua pihak sehingga semua bisa berjalan sesuai dengan harapan,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Terkait dengan pasokan daging, lanjut dia, hingga kini rumah potong hewan (RPH) dapat menyerap hewan ternak yang terjangkit PMK.
Dengan catatan, pemotongan hewan tersebut harus didampingi tenaga kesehatan yang disediakan Kementan. Langkah itu diharapkan bisa mencegah penjualan liar dari pemotongan hewan ternak yang terjangkit PMK.
Selain itu, Kementan tengah melatih tenaga medis hewan untuk menangani wabah PMK. Tenaga medis akan bertugas mengedukasi masyarakat dalam memilah dan memotong ternak yang terjangkit PMK sehingga dagingnya bisa dikonsumsi.
Sebagaimana yang ditegaskan sebelumnya, PMK pada ternak tidak menular ke manusia. Daging dari hewan yang terpapar PMK masih dapat dikonsumsi. Asalkan, bukan pada bagian-bagian yang lazim terpapar. Mulai mulut, kaki, lidah, bibir, hingga jeroan.
Senada, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Nasrullah memastikan bahwa pasokan ternak untuk Idul Adha masih aman. Tidak akan ada kelangkaan hewan ternak pada momen Lebaran Haji tersebut.
Optimisme itu terbangun dari pengalaman sebelumnya. Kebutuhan hewan ternak untuk kurban biasanya hanya mencapai 10–20 persen dari total populasi yang ada. ”Insya Allah tersedia. Pengalaman-pengalaman sebelumnya hanya 10–20 persen dari populasi yang dipakai,” jelasnya.
Di sisi lain, Kementan akan membuat standard operating procedure (SOP) khusus mengenai distribusi ternak dari satu daerah ke daerah lain. Diharapkan, tidak akan terjadi pertukaran kontaminasi PMK. Ditargetkan, detailnya bisa rampung sebelum Idul Adha.
”Mudah-mudahan, sebelum Idul Adha, kami bisa punya SOP itu. Jadi, masyarakat muslim bisa melaksanakan kurban dengan aman dan sehat,” tutur dia.
Terpisah, Ketua Umum Jaringan Pemotongan dan Pedagang Daging Indonesia (Jappdi) Asnawi menuturkan, hingga saat ini belum ada dampak di sektor penjualan dan pemotongan daging. Sebab, saat ini mayoritas kasus PMK berada di Jawa Timur (Jatim).
”Memang Jatim sebagai (salah satu, red) pemasok sapi terbesar di Indonesia yang memasok menyebar di wilayah Indonesia, termasuk Jakarta, Banten, dan Jabar. Cuma, kontribusinya tidak besar,” ujarnya kemarin (12/5).
Asnawi menyebutkan, pangsa pasar sapi Jatim berada di Kalimantan, Sumatera, Medan, Lampung, Padang, Jambi, dan lainnya. Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, sapi-sapi yang didatangkan harus bersaing dengan pemasok lainnya, terutama pasokan dari impor. ”Sehingga kapasitas jual Jatim ke mari (Jakarta dan sekitarnya) tidak terlalu tinggi,” katanya.
Terkait dengan momen Idul Adha pada Juli mendatang, Asnawi menyampaikan, mungkin ada dampak yang dirasakan. Sebab, biasanya akan ada sapi pasokan dari Jatim yang dikirimkan ke berbagai wilayah. Namun, kondisi lockdown tentu diperhitungkan.
”Meski di-lockdown, bisa diantisipasi (dapat) sapi dari daerah lain. Kalau dari Jatim, itu bisa dapat sapi dari Madura. Sapi Madura masuk kategori kebutuhan kurban ke Jabodetabek. Karena dari spek timbang hidupnya masuk kategori nilai jual tinggi,” paparnya.
Asnawi mengungkapkan, pada momen kurban, masyarakat cenderung mencari sapi dengan spek harga di bawah Rp 20 juta. Saat ini spek sapi di bawah Rp 20 juta sangat minim untuk dicari. Kini harganya berkisar di Rp 21 juta–Rp 23 juta.
”Itu harga minimal. Di atas itu ya lebih mahal. Bobot hidupnya kisaran 250–300 kilogram. Mengapa mahal? Karena sekarang juga terjadi kenaikan harga,” jelasnya.
Asnawi memerinci, ada kenaikan harga hewan kurban untuk momen Idul Adha tahun ini. Untuk sapi dan kerbau, terjadi kenaikan 33 persen dari harga sebelumnya Rp 60 ribu/kg menjadi Rp 80 ribu/kg. Kemudian, harga domba juga naik 33 persen. Dari Rp 60 ribu/kg menjadi Rp 80 ribu/kg. Kambing juga mengalami kenaikan harga 43 persen, dari Rp 70 ribu/kg menjadi Rp 100 ribu/kg.
”Sejauh ini belum berdampak. Nanti kemungkinan untuk Idul Adha berdampak, tapi dari sisi harga saja karena dari sisi pasokan ini cukup. Selain dari Jatim, pasokan bisa dari daerah lain kok,” ungkap Asnawi.
Di sisi lain, reaksi pelaku industri peternakan beragam dalam menyikapi wabah PMK sapi. Menurut Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPSDS) Jatim Muthowif, kepanikan belum terjadi di pedagang daging di Surabaya. Sebab, kebanyakan pasokan Surabaya datang dari Malang, Probolinggo, dan Madura.
”Di tingkat RPH, pemerintah kota sudah mengecek setiap sapi yang dipotong. Sampai kemarin malam (Rabu, 11/5), belum ada yang terdampak wabah PMK,” paparnya.
Sampai saat ini, arus pemotongan sapi di Surabaya masih stabil. RPH di Surabaya biasanya memotong 130 ekor per hari. Kondisi tersebut diharapkan bisa bertahan sampai Idul Adha.
Respons berbeda disampaikan Ketua Kelompok Peternak Sapi Potong Bumi Peternakan Wahyu Utama Joko Utomo.
Sebab, anggotanya mulai merasakan hambatan besar. Pasar Hewan Kerek, Tuban, tidak beroperasi karena pembeli ragu untuk membeli ternak. ”Padahal, dinas peternakan kabupaten sudah memeriksa ternak di sana. Dan, semua dinyatakan bebas PMK,” ujarnya.
Di sisi lain, kekhawatiran masyarakat untuk mengonsumsi daging turut menjadi perhatian. Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak menegaskan bahwa keamanan konsumen menjadi prioritas yang ikut ditangani.
Dia meminta warga tidak khawatir karena ada prosedur yang diterapkan sejak lama. Pengawasannya berada pada pasar dan RPH. ”Sapi yang sakit tidak akan disembelih,” katanya. Mantan bupati Trenggalek itu menjelaskan, asal daging yang dijual di pasar harus diketahui. Penyembelihannya juga sangat ketat.
”Ada pemeriksaan kesehatan yang bekerja sama dengan dinas peternakan provinsi maupun daerah,” ujarnya.
Karena itu, dia meyakinkan masyarakat bahwa daging yang dijual di pasar aman. Tidak perlu ada kekhawatiran. ”Fokusnya bukan hanya pada PMK. Sapi yang terkena penyakit jenis lain pun tidak diperkenankan disembelih,” tegas Emil.
Berdasar data dinas peternakan, populasi sapi di Jatim pada 2021 lebih dari 4,9 juta ekor. Jumlah itu dipastikan bertambah. Perbandingan jumlah sapi yang terjangkit PMK dengan populasi sapi yang ada sangat jauh. (dee/mia/bil/uzi/riq/c14/fal/jpg)