Menkes Budi Gunadi Sadikin mewanti-wanti semua pihak agar tidak mengulangi dua kesalahan yang memicu peningkatan tajam penyebaran pandemi Covid-19 di Indonesia. Selain peningkatan mobilisasi massa sewaktu pergantian tahun 2020 lalu, juga mudik Lebaran lalu.
”Kendati sekarang ini penyebaran Covid-19 secara keseluruhan sudah melandai, namun bukan berarti kita harus bereuforia atau lengah. Sebaliknya, kita harus belajar atas dua kesalahan pemicu melonjaknya penyebaran Covid-19 di Indonesia,” terang Menkes Budi Gunadi Sadikin saat memberikan orasi ilmiah dan menjabarkan penanganan Covid-19 di Indonesia saat Dies Natalis ke-70 dan Lustrum XIV Fakultas Hukum Unand, di Convention Hall Unand, Padang, kemarin (12/11).
Menurut dia, pascapergantian tahun 2020 menjadi salah satu momen menyebabkan naiknya kurva penambahan kasus Covid-19 di Indonesia. Begitu pula pascalebaran Idul Fitri 1442 H lalu. Dia menegaskan, kondisi ini bukanlah dipicu pelaksanaan ibadahnya.
Namun, akibat terjadinya mobilisasi massa yang mengiringi pelaksanaan ibadah tersebut.
”Begitu pula ketika melonjaknya penambahan kasus Covid-19 Juli lalu. Waktu ini, bulan upacara adat di sejumlah daerah. Intinya, setiap terjadi mobilisasi massa secara massif, peluang pertambahan kasus Covid-19 dalam jumlah banyak lebih besar,” ujar Menkes di hadapan Rektor Unand Prof Dr Yuliandri SH MH, Dekan Fakultas Hukum Prof Dr Busyra Azheri SH MH, Ketua Senat Fakultas Hukum Prof Firman Hasan SH LLM, Ketua Pelaksana Dies Dr Rembrandt SH MPD dan lainnya.
Merujuk itulah, pergantian tahun 2021 mendatang haruslah diantisipasi. Mengingat, potensi terjadinya mobilisasi massa sangat terbuka. Bila kondisi itu tidak diantispasi, dia menyakini peningkatan jumlah kasus di Indonesia bisa berulang kembali. Untuk itulah, pihaknya bersama kementerian lain dan aparat sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi.
Diakuinya, butuh strategi khsusus untuk melandaikan kurva penularan wabah Covid-19. ”Pertama, deteksi dengan cara meningkatkan tes epidemologi dan tes screening. Kemudian, meningkatkan rasio kontak erat yang dilacak dengan melibatkan babinsa dan bhabinkamtibmas, serta surveilans gemonik di daerah-daerah yang berpotensi lonjakan kasus,” katanya.
Berikutnya, terapeutik dengan memastikan konversi tempat tidur 30-40 persen dari kapasitas rumah sakit dan pemenuhan supplay alat kesehatan dan sumber daya manusia.
”Mengerahkan tenaga cadangan seperti dokter intersip, koas dan mahasiswa tingkat akhir. Pengetatan syarat masuk rumah sakit, seperti saturasi kurang dari 95 persen sesak nafas. Diawasi tenaga aparat atau relawan, agar hanya kasus sedang, berat, kritis di rumah sakit. Meningkatkan pemanfaatan isolasi terpusat,” terang dia.
Ketiga, vaksinasi dengan alokasi 50 persen di daerah-daerah berkasus dan mobilitas tinggi. Sentra vaksinasi di berbagai tempat mesti mudah diakses publik. Syarat kartu vaksinasi bagi pelaku perjalanan dan di ruang fasilitas publik. Percepatan vaksinasi pada kelompok rentan, termasuk lansia dan orang dengan komorbid.
”Kita mengimbau masyarakat untuk tidak takut divaksin. Vaksinasi itu bukan untuk pemerintah, tapi untuk melindungi diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat kita. Vaksinasi salah satu cara agar bisa lepas dari pandemi ini,” tegas dia.
Menkes juga mengingatkan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Protokol kesehatan disusun sebagai dasar tatanan hidup baru. Penyusunan protokol kesehatan berdasarkan tiga standar, yaitu standar jumlah, aktivitas, dan perilaku.
”Standar jumlah yaitu pengaturan kapasitas fasilitas publik untuk memastikan penerapan jaga jarak minimal 1,5 meter. Sedangkan standar aktivitas yaitu asesmen terhadap titik penularan Covid-19 seperti ventilasi, durasi (kegiatan berkumpul dengan orang lain dengan waktu lama), jarak (kegiatan yang mengharuskan orang berada dalam jarak dekat), masker dan sentuhan. Kemudian, standar perilaku seperti menggunakan masker rangkap, jaga jarak dan selalu mencuci tangan,” tuturnya.
Untuk itu, tambah dia, pemerintah melakukan strategi intervensi seperti rekayasa adminitrasi seperti melakukan pembatasan jumlah orang, pengaturan durasi kontak, pengaturan jadwal dan tes Covid-19 secara berkala.
Lalu rekayasa teknis seperti pengaturan keluar masuk, penyedian tempat cuci tangan, pengaturan sirkulasi udara, pemasangan penyekat, disinfeksi berkala pada area yang digunakan bersama dan pemanfaatkan aplikasi Peduli Lindungi,” katanya.
Mengatur Mobilitas Masyarakat di Akhir Tahun
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengungkapkan, pemerintah mulai sekarang harus sudah memformulasikan pengaturan aktivitas dan mobilitas masyarakat pada masa periode November-Desember 2021 ini.
Ia mengusulkan, kegiatan pariwisata kalaupun harus ada bisa diatur dalam bentuk zonasi dan bubble. Pengaturan ini bisa berbentuk kerjasama antara daerah asal wisatawan dan daerah destinasi. Kondisinya bisa di format seperti bubble dan travel corridor.
”Misalnya diatur wisatawan dari Jakarta ke Bali dengan asumsi bahwa Jakarta (kasus covid-nya, red) sudah terkendali. Tapi beneran orang jakarta ya. Dan tentunya sudah divaksinasi lengkap,” jelasnya.
Kemudian yang perlu diperhatikan adalah penguatan syarat-syarat perjalanan dan sistem skrining berupa tes dan lain sebagainya. Dicky memprediksi bahwa mobilitas akan meningkat pada akhir tahun karena pemerintah sudah kadung mengeluarkan berbagai izin kegiatan masyarakat.
”Makanya yang bisa saya himbau saat ini memperkuat atau melakukan pengetatan. Memperkuat skriningnya dan memperkuat kriterianya gitu,” kata Dicky. Dengan demikian, ada win-win solution di mana kegiatan masyarakat tetap bisa berjalan tanpa menimbulkan lonjakan kasus yang tidak terkendali.
Karena menurut Dicky, ancaman gelombang ketiga adalah nyata adanya. Gelombang ini sulit dihindari dan potensinya cukup besar. Meskipun ada kemungkinan penurunan potensi besarannya berbagai intervensi pemerintah seperti pendekatan PPM bertingkat dan cakupan vaksinasi.
Pacu Vaksinasi
Ketua Pelaksana Harian Tim Mitigasi IDI Mahesa Paranadipa Maikel kemarin (12/10) menuturkan bahwa ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi Covid-19 gelombang ketiga. Pertama harus meningkatkan vaksinasi Covid-19.
”Para ahli menyebutkan bahwa gelombang ketiga ini bisa tidak parah karena adanya vaksinasi,” tuturnya.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan per kemarin pukul 18.00, pemberian dosis pertama sudah mencapai 101.673.077 dosis atau 48,82 persen. Artinya, 49 dari 100 orang penduduk sudah mendapatkan vaksin.
Mahesa mengingatkan bahwa jumlah ini harus ditingkatkan. Sebab dengan vaksin yang selama ini disuntikan, mengharuskan ada pengulangan. Artinya herd immunity bisa terbentuk setelah minimal 75 persen populasi disuntik vaksin kedua.
”Kami dorong cakupannya ditingkatkan,” ungkapnya. Mahesa mengingatkan bahwa jumlah ini harus ditingkatkan. Sebab dengan vaksin yang selama ini disuntikan, mengharuskan ada pengulangan. Artinya herd immunity bisa terbentuk setelah minimal 75 persen populasi disuntik vaksin kedua.
Herd immunity atau kekebalan kelompok ini diperlukan dalam menekan penularan. Meski demikian dia mengingatkan bahwa vaksinasi tak membuat orang menjadi kebal.
Selanjutnya dia juga meminta agar dilakukan whole genome sequencing (WGS) yang massif. Tujuannya untuk menemukan varian virus yang baru. Ini bisa dimulai dengan penerapan testing, tracing, dan treatment (3T) yang sesuai dengan standar badan kesehatan dunia (WHO).
Soal testing, WHO mengharuskan perbandingan 1: 1000 penduduk dalam satu minggu. ”Harusnya pada setiap yang positif dilakukan genome sequencing,” saran Mahesa.
Selanjutnya dia juga meminta agar dilakukan whole genome sequencing (WGS) yang massif. Tujuannya untuk menemukan varian virus yang baru. Ini bisa dimulai dengan penerapan testing, tracing, dan treatment (3T) yang sesuai dengan standar badan kesehatan dunia (WHO). Soal testing, WHO mengharuskan perbandingan 1: 1000 penduduk dalam satu minggu.
Dia mengingatkan bahwa para epidemiolog memprediksi gelombang ketiga akan terjadi pada akhir tahun. Jika sudah ada peringatan seperti ini, seharusnya sudah dilakukan antisipasi. Mahesa meminta agar edukasi terkait penerapan protokol kesehatan juga dilakukan.
Pada kesempatan lain, Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Lia G. Partakusuma menyatakan pihaknya selalu menginstruksikan kepada rumah sakit untuk tetap siaga. Artinya tetap menyiapkan tempat tidur untuk Covid-19 dan melakukan pemisahan antara pasien yang terinfeksi dan tidak.
”Mulai September dan awal Oktober, kami membuka layanan untuk pasien non-Covid-19 yang sudah cukup lama menunggu,” ujarnya kemarin.
Lia menuturkan, perkembangan virus korona masih sangat dinamis. Karena itu, upaya menemukan varian mutasi virus pun terus dilakukan, terutama ketika ditemukan gejala klinis yang berbeda. ”Jangan euforia karena merasa sudah divaksin dan Covid-19 di Indonesia terkendali,” tegasnya.
Sementara Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan untuk mengantisipasi lonjakan penyebaran Covid 19. Seiring dengan kebijakan pelonggaran aktivitas masyarakat.
”Polda perlu menyiapkan langkah-langkah agar tidak terjadi lonjakan kasus,” tegasnya dalam pengarahan via video conference dalam acara evaluasi PPKM kemarin. (rdo/jpg)