Pakar Ingatkan Gelombang Ketiga Masih Bisa Terjadi

12
Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah.(IST)

Indikator pandemi nasional semakin membaik. Per tanggal 14 September 2021, Satgas Covid-19 mencatat kasus aktif nasional sudah berkurang minus 83,92 persen dari puncaknya pada tanggal 24 Juli 2021.

Saat itu, total kasus aktif nasional mencapai 574.135 orang. Sementara per kemarin, kasus aktif tercatat tinggal 84.963 orang. ”Per akhir Juli, konsisten turun, Agustus juga turun terus. Sekarang sudah dibawah 100 ribu,” kata Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah.

Selain itu, sudah tidak ada lagi provinsi di Indonesia yang tingkat keterisian tempat tidur Isolasi atau BOR nya di atas 30 persen. Sementara BOR ICU masih ada yang di atas 60 persen. Rerata BOR ICU dan isolasi nasional saat ini tercatat 13.38 persen.

Dewi mengatakan bahwa sejauh ini tren penurunan kasus aktif cukup stabil turun. ”Kalau ditarik garis linier ke bawah bakal penurunan stabil di pekan-pekan mendatang,” jelas Dewi.

Meski demikian, cakupan vaksinasi masih harus ditingkatkan. Satgas mencatat total 118 juta orang sudah di vaksinasi. Angka ini kumulatif dosis 1,2 dan 3. Meski demikian, terlihat bahwa kumulatif vaksinasi dosis 1 masih berkisar di angka 74 juta atau 35,92 persen dari target populasi.

Sementara vaksinasi dosis 2 kumulatif berjumlah 42 juta atau 20,22 persen dari total sasaran vaksinasi yakni 208 juta warga Indonesia. Dewi mengatakan, kecepatan yang bisa dicapai dalam beberapa hari terakhir adalah 10 juta injeksi dalam waktu 8 hari.

”Masih banyak PR, vaksinasi, 3M, 3T yang sempat menurun. Yang kita butuhkan saat ini adalah konsistensi meskipun kondisi cukup stabil,” jelas Dewi.

Selain itu kata Dewi.  Butuh juga usaha kolektif bersama. Kedisiplinan individu maupun kolektif saat beraktivitas di ruang publik. Selama pandemi masih belum dicabut statusnya, maka ini masih happening di seluruh dunia. Kita masih punya tantangan varian-varian baru juga. Kita harus masih waspada. Belum boleh lengah,” katanya.

Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengungkapkan, meskipun data-data nasional sudah menunjukkan perbaikan, perlu dicatat bahwa hal tersebut adalah dalam level makro. Di level daerah, bisa saja masih terjadi penularan yang cepat. Selama hal tersebut belum bisa dikendalikan, Indonesia masih belum bisa banyak bicara soal transisi ke epidemi atau endemi.

”Ini baru data nasional. Perlu melihat keseharian masyarakat, kita  perlu melihat merasakan langsung apa yang terjadi di lapangan. Kasus kesakitan maupun kematian yang sangat bervariasi antar daerah,” katanya.

Ujung dari performa pengendalian di level kabupaten/kota adalah konsistennya indikator-indikator pengendalian. Seperti tes yang mencapai standar, tracing 1  per 15 kontak, serta penerapan 3T dan 3M yang kuat. ”Harus konsisten. Tidak boleh naik turun,” jelasnya.

”Per minggu pertama bulan September memang Indonesia sudah mencapai benchmark 1 orang dites per 1 ribu populasi per-minggu itu,” kata Dicky. Atau, pertama kali setelah satu setengah tahun pandemi. Hal tersebut patut disyukuri.

Namun selama tes tidak memadai dan banyak kasus tidak terdeteksi, maka benchmark tersebut tidak bakal berarti. ”Jadi, harus tercapai standar tesnya. 3M dan 3T nya secara konsisten, baru dikatakan terkendali,” jelasnya.

Baca Juga:  PLN Gandeng Kementerian ATR/BPN Percepat Sertifikasi Lahan

Setelah ini tercapai pun, kata Dicky, selama status pandemi belum dicabut oleh WHO, masyarakat belum bisa beraktivitas dengan aman. Apalagi, saat ini ada berbagai varian baru yang muncul.

”Tanpa 3T yang kuat, kita menunggu bom waktu potensi gelombang ketiga masih bisa terjadi,” kata Dicky.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan meminta Kementerian Kesehatan mengalokasikan vaksin Johnson and Johnson untuk masyarakat adat dan kelompok rentan.

Menurut Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Hamid Abidin, penggunaan vaksin sekali suntik seperti Johnson & Johnson ini. ”Khususnya di luar Jawa, akan membuat vaksinasi lebih efisien karena tak perlu dua kali penyelenggaraan vaksinasi,” ujarnya kemarin.

Menurutnya, Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan sudah bekerja membantu pemerintah melakukan vaksinasi bagi masyarakat adat dan kelompok rentan.

Sejauh ini, lebih dari 30 kabupaten/kota di sembilan provinsi sudah divaksin Covid-19. Dari pengalaman itu, menggelar vaksinasi di luar Jawa bukan hal mudah. ”Faktor jarak, kondisi jalan, hingga sarana transportasi bisa menyurutkan minat warga,” ujarnya.

Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Rukka Sombolinggi, Vaksin Johnson & Johnson ini lebih cocok digunakan di daerah yang warganya tinggal jauh dari kota. Sebab, mana akses angkutan kendaraan minim.

Vaksinasi untuk difabel juga perlu mendapatkan perhatian. Berdasar pengalaman vaksinasi bagi kalangan disabilitas di Bantul Agustus lalu, menurutnya, butuh persiapan ekstra panjang, tempat khusus, juru bahasa isyarat, dan tenaga pendamping tambahan.

Buyung Ridwan Tanjung, co-founder Organisasi Harapan Nusantara (OHANA), menjelaskan, penyelenggara vaksinasi harus melakukan edukasi agar penyandang disabilitas mau divaksin. Lokasi vaksinasi juga tak bisa asal pilih.

”Harus ramah bagi pengguna kursi roda, kruk, atau alat bantu lainnya. Belum lagi, tak semua penyandang disabilitas memiliki kendaraan,” ujarnya.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta Kementerian Kesehatan bersama dinas kesehatan di daerah untuk menambah jumlah vaksinator yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap daerah, sehingga daerah dapat memperbanyak sentra pelayanan vaksinasi dan dapat merealisasikan target vaksinasi harian.

Menurut dia, Kemenkes perlu melakukan pemerataan jumlah vaksinator di seluruh sentra vaksin di Indonesia, khususnya di wilayah yang masih rendah cakupan vaksinasinya. Mengingat hal ini penting dalam mempercepat proses pemberian vaksinasi Covid-19 guna mengejar kekebalan kelompok.

Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo mendesak Kemenkes dan dinas kesehatan di setiap daerah untuk melakukan evaluasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19 secara berkala. ”Agar diketahui solusi dari setiap kendala ataupun hambatan yang terjadi pada pelaksanaan vaksinasi di masing-masing daerah,” urainya.

Dia meminta pemerintah untuk terus berupaya merealisasikan target vaksinasi Covid-19 yang sudah ditetapkan, di samping memperluas cakupannya dan memastikan pendistribusian vaksin Covid-19 dilakukan secara merata ke seluruh daerah. (tau/lyn/lum/jpg)