Daftar Haji Lewat Aplikasi, Kemenang Uji Coba Sistem Baru Mulai 30 Juli

53
Ilustrasi.(NET)

Pendaftaran haji bakal semakin mudah. Tidak perlu datang ke kantor Kementerian Agama (Kemenag) kabupaten/kota. Melalui layanan online, calon jamaah bisa mendaftar haji sambil rebahan di rumah. Sistem baru itu sedang diuji coba menjelang peluncuran secara nasional.

Layanan pendaftaran haji secara online tersebut merupakan amanah dari Peraturan Menteri Agama (PMA) 13/2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler. Kemenag sudah memiliki aplikasi terkait dengan penyelenggaraan haji. Namanya Haji Pintar.

Saat ini aplikasi itu baru sebatas bisa digunakan untuk melihat perkiraan tahun keberangkatan haji dan informasi-informasi umum penyelenggaraan haji lainnya. Di dalam PMA 13/2021 tersebut, diatur secara terperinci prosedur pendaftaran haji. Pendaftaran haji secara online ditetapkan diberlakukan selambatnya setahun setelah diterbitkannya PMA 13/2021.

Sebagaimana diketahui, PMA 13/2021 yang ditandatangani Menag Yaqut Cholil Qoumas ditetapkan pada 30 Juli 2021. Jadi, sistem pendaftaran haji secara online dijalankan secara nasional selambatnya pada 30 Juli mendatang.

Kasubdit Pendaftaran dan Pembatalan Haji Reguler Kemenag Muhammad Hanif menyatakan, sejatinya pendaftaran haji secara online sudah bisa dilakukan. ”Jadi begini, pendaftaran haji yang elektronik masih uji coba. Belum bisa diluncurkan secara umum,” katanya kemarin (26/1).

Hanif menjelaskan, peluncuran layanan pendaftaran haji secara online melalui aplikasi juga harus mempertimbangkan kesiapan petugas di kantor Kemenag kabupaten/kota. Dia menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 500 unit kantor Kemenag di tingkat kabupaten/kota.

Sesuai ketentuan di dalam PMA 13/2021, layanan pendaftaran haji secara online dimotori petugas Kemenag tingkat kabupaten dan kota. Bukan di Kemenag tingkat pusat. Skemanya adalah calon jamaah haji (CJH) lebih dulu membuat akun di aplikasi pendaftaran haji. Setelah itu, jamaah mengambil foto dan melengkapi dokumen-dokumen untuk kemudian diunggah ke aplikasi.

Setelah itu, petugas di kantor Kemenag kabupaten/kota memverifikasi dokumen yang diunggah jamaah. Setelah seluruh dokumen terverifikasi, petugas menerbitkan lembar bukti surat pendaftaran haji (SPH) secara elektronik. Di dalam SPH ini, sudah tercantum nomor porsi keberangkatan haji reguler untuk setiap jamaah.

Dengan alur seperti itu, Hanif menyampaikan bahwa layanan pendaftaran haji secara online membutuhkan jaringan internet yang baik untuk seluruh wilayah Indonesia. Sebab, kantor Kemenag kabupaten/kota juga tersebar di seluruh Indonesia. Dalam tahap uji coba ini, Kemenag mempelajari kendala-kendala yang muncul.

”Jangan sampai, ketika sekarang diumumkan sudah bisa daftar haji secara online, ternyata ada masalah. Ada jemaah yang sulit upload dokumen, kemudian protes,” tuturnya.

Hanif menuturkan, Kemenag berupaya mempersiapkan sistem layanan pendaftaran haji online ini sebaik-baiknya. Jadi, ketika nanti layanan online diluncurkan secara resmi, potensi kendala teknis di lapangan bisa diminimalkan.

Dia mengakui, layanan pendaftaran haji online tersebut akan memudahkan jemaah. Jamaah bisa mendaftar haji meski tidak sedang berada di lokasi sesuai dengan identitas KTP-nya. Misalnya, ada orang yang ber-KTP Surabaya, Jawa Timur. Kemudian, saat ini dia berdinas di Jakarta. Dia tidak perlu datang ke Kota Surabaya untuk mendaftar haji. Pendaftaran haji cukup dilakukan dari Jakarta.

Inovasi layanan pendaftaran haji lainnya adalah layanan mobile berbasis kendaraan mobil. Hanif mengungkapkan, layanan itu sudah dilakukan di Bangka dan sejumlah wilayah di Sumatera Selatan. Layanan tersebut secara prinsip sama dengan daftar haji ke kantor Kemenag kabupaten/kota. Bedanya, petugasnya yang datang ke titik-titik tertentu. Sama dengan layanan samsat keliling atau SIM keliling.

Hanif menyatakan, banyak daerah yang akses ke pusat kabupatennya jauh. Dibutuhkan waktu berjam-jam, bahkan ada yang sampai menginap. Kemudian, ada juga yang layanan transportasi menuju pusat kabupaten tidak tersedia setiap hari. Hanif menegaskan, layanan pendaftaran haji secara keliling ini tentu tidak akan diterapkan di semua wilayah. Sebab, masih banyak daerah yang akses ke pusat kabupaten relatif mudah.

Dia menjelaskan, inovasi layanan pendaftaran haji ini membutuhkan integrasi data kependudukan yang meliputi nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK). Karena itu, beberapa waktu lalu Ditjen PHU Kemenag bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri untuk integrasi data kependudukan.

Dengan integrasi tersebut, petugas yang melayani pendaftaran haji mendapatkan berbagai kemudahan. Misalnya, tinggal menginput NIK, data calon jemaah langsung muncul. Integrasi itu juga bisa mencegah duplikasi data pendaftar haji.

Selain itu, integrasi data kependudukan ini penting ketika ada pelimpahan atau peluncuran porsi haji. Misalnya, jika ada CJH yang meninggal ketika masih masuk daftar antrean haji, nomor porsinya bisa dilimpahkan kepada anak kandung atau saudara kandung. Nah, untuk memastikan pelimpahan porsi ini sesuai dengan ketentuan, diperlukan data dari KK. ”Jangan sampai (dilimpahkan, red) ke orang lain,” tegasnya.

Baca Juga:  Profil Lengkap Putri Ariani yang Bikin Terpukau Juri America's Got Talent

Secara umum, Hanif menyatakan, di tengah pandemi Covid-19 saat ini, pendaftaran haji masih terus dibuka. Namun, dia mengakui jumlahnya menurun. Dia memperkirakan rata-rata jumlah pendaftar pada masa pandemi sekarang tinggal 30 persen dari kondisi normal.

Bahkan, tingkat pendaftaran haji sepanjang 2021 mengalami penurunan jika dibandingkan pada 2020. Misalnya, pada November dan Desember 2020, jumlah pendaftar haji berkisar 37 ribu orang setiap bulan. Namun, di bulan yang sama pada 2021, jumlahnya menyusut tinggal 21 ribuan orang setiap bulan. ”Yang mengalami peningkatan sekarang pembatalan haji,” katanya.

Hanif mengungkapkan, pembatalan ini umumnya disebabkan faktor ekonomi. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang, sejumlah warga membutuhkan uang. Karena itulah, mereka mengambil kembali uang setoran awal pendaftaran haji Rp 25 juta per orang. Akibatnya, pendaftaran haji mereka dibatalkan.

Meski pendaftaran haji selama pandemi Covid-19 menurun, antrean haji tak lantas semakin pendek. Sebaliknya, antrean haji masih tetap panjang. Sebab, dua tahun terakhir tidak ada pemberangkatan haji. Misalnya, masa tunggu di Jawa Timur sekarang mencapai 32 tahun. Padahal, pada Juni 2020, masa tunggu antrean haji di Jawa Timur adalah 29 tahun. Kondisi serupa hampir terjadi di provinsi lainnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh menuturkan, integrasi data haji dan umrah bisa ditingkatkan. Bahkan, dia berharap Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) bisa mengikuti Ditjen Pajak dan BPJS Kesehatan yang akan menggunakan NIK sebagai pengganti NPWP dan nomor kepesertaan nomor BPJS.

Itulah bagian dari upaya mewujudkan single identity number. Zudan menjelaskan, integrasi juga akan memudahkan jemaah dan petugas. ”Tinggal input NIK, data jemaah langsung keluar. Terdata di mana, termasuk data sudah melaksanakan ibadah haji berapa kali,” ujarnya kemarin (26/1).

Zudan berharap integrasi data akan memberikan kontribusi positif untuk perbaikan tata kelola penyelenggaraan haji dan umrah. ”Menjadi lebih cepat dan terstruktur sehingga menghasilkan rancang bangun penyelenggaraan haji dan umrah yang lebih baik,” kata Zudan.

Dia menyebutkan, saat ini telah terdata di data warehouse dukcapil lebih dari 272 juta penduduk by name by address lengkap dengan NIK. Data tersebut terus diperbarui dengan menginput data penduduk yang berpindah domisili atau status yang mencapai 500 ribu penduduk per bulan.

NIK Untuk Nomor Identitas BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan memanfaatkan NIK sebagai nomor identitas peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-kartu Indonesia sehat (JKN-KIS). ”Selama ini BPJS Kesehatan telah memanfaatkan NIK sebagai keyword data kepesertaan tunggal untuk mencegah terjadinya duplikasi data dalam pendaftaran program JKN-KIS,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron kemarin. Ke depan, NIK dapat digunakan untuk mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan.

Ghufron mengungkapkan, penggunaan NIK sebagai nomor identitas peserta JKN-KIS juga selaras dengan Undang-Undang 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pada pasal 13 huruf a, dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10, BPJS berkewajiban memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta.

Selain itu, Undang-Undang 24.2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang 23.2008 tentang Administrasi menyebut NIK sebagai nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat kepada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.

”Penggunaan NIK sebagai nomor identitas peserta JKN-KIS juga diharapkan meningkatkan akurasi data peserta JKN-KIS secara terintegrasi,” tutur Ghufron. Dia juga menjabarkan manfaat penggunaan NIK untuk nomor identitas peserta. Nanti peserta tidak perlu mencetak fisik kartu kepesertaan KIS.

”Peserta yang hendak mengakses layanan program JKN-KIS cukup menyebutkan NIK, menunjukkan e-KTP atau KIS digital melalui aplikasi Mobile JKN,” paparnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh memberikan dukungannya kepada BPJS Kesehatan dalam upaya pemanfaatan NIK sebagai bagian dari pelayanan publik. Menurut Zudan, pemanfaatan NIK menjadi nomor identitas ini juga diharapkan mendorong seluruh masyarakat segera memiliki e-KTP/NIK.

”Era integrasi data kita awali pada 2013 dan BPJS Kesehatan bersama sembilan lembaga pemerintahan lain menjadi institusi pertama yang percaya dengan data dukcapil,” kata Zudan. (wan/far/lyn/c14/oni/jpg)