Rencana pemasangan label peringatan kesehatan pada air minum dalam kemasan (AMDK) masih memicu pro-kontra. Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Chandra Setiawan termasuk yang tidak setuju dengan rencana pelabelan bisfenol A (BPA) itu.
”Saya lebih setuju adanya pengawasan yang harus dilakukan BPOM dengan membuat sistem pengawasan melekat pada pabrik,” ujar Chandra kemarin (27/6).
Menurut dia, pelabelan BPA sama dengan menyerahkan pengawasan kepada masyarakat. ”Hal itu tidak boleh karena pengetahuan masyarakat heterogen dan masyarakat tidak punya tools yang dapat mendeteksi kadar BPA,” katanya.
Dia mengakui, BPA berbahaya kalau melewati batas ambang tertentu. Namun, dia mengingatkan bahwa BPA tidak hanya ada pada AMDK.
”Yang sangat penting itu ya pengawasan, bukan sekadar label,” tambahnya. Dia enggan berkomentar lebih lanjut saat ditanya isu persaingan usaha terkait masalah tersebut.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menjelaskan, pelabelan BPA sejauh ini masih menjadi isu yang menitikberatkan pada aspek kesehatan dibandingkan persaingan usaha.
”Jadi, sebaiknya digali dari sisi kesehatan dengan kementerian atau lembaga yang berkaitan dengan isu tersebut. Kami belum bisa menjelaskan lebih jauh dari sisi persaingan usaha,” ujar Deswin.
Terpisah, pakar hukum persaingan usaha Ningrum Natasya Sirait mengatakan, penerbitan regulasi yang mengatur industri harus melalui competition checklist.
Artinya, regulasi itu harus memikirkan juga dampaknya terhadap sisi persaingan usaha atau competition sehingga tidak menjadi artificial barrier yang membebani perusahaan dalam persaingan pasar.
Dia menambahkan, artificial barrier itu memang sering berupa regulasi-regulasi yang menyulitkan perusahaan masuk ke dalam satu pasar. Karena itu, semakin rendah derajat artificial barrier, semakin tinggi share terhadap output industri.
”Apalagi, level playing field yang fair itu dijamin oleh undang-undang. Karena itu, artificial barrier yang mungkin saja berasal dari peraturan sebisanya dihindari,” katanya.
Jika ingin membuat aturan main yang baru tentang apa saja, sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan stakeholder lain. Lalu, disusun kajian bersama dan mengevaluasi kebijakan yang akan dibuat.
Ningrum mengatakan, dari kacamata persaingan usaha, para pebisnis akan menghitung sense-by-sense untuk melihat apakah bisa memenangkan pasar atau tidak. Semuanya akan dihitung. Mulai regulasi, perkembangan zaman, hingga hal lain yang bisa berdampak pada usaha mereka.
Dia mencontohkan kebijakan BPOM terkait pelabelan ’’berpotensi mengandung BPA” pada AMDK. Menurut dia, kebijakan itu jelas akan menaikkan biaya dari industri yang menjual galon guna ulang.
”Peraturan ini jelas akan menjadi satu level beban yang akan dihadapi pelaku usaha yang memproduksi air kemasan galon guna ulang,” tuturnya.
Dia mengatakan, membuat kebijakan dengan melihat sisi kesehatan memang tidak salah. Tapi, lanjut dia, harus mempertimbangkan sisi persaingan usaha yang dimunculkannya.
”Dalam rangka kesehatan boleh-boleh saja untuk jadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. Tetapi, tetap harus dilihat juga dampaknya terhadap persaingan usaha,” tandasnya. (agf/c7/oni/jpg)