Kapasitas Masjid Sesuai Level PPKM, Muhadjir: Terapkan Protokol Kesehatan

11
Muhadjir Effendy.(IST)

Pemerintah telah memberi lampu hijau terkait pembukaan tempat ibadah/ masjid saat Ramadhan. Namun, harus sesuai aturan. Kapasitas dibatasi menurut level PPKM di wilayahnya masing-masing. Hal tersebut tertuang dalam SE Menag No.4 Tahun 2022.

Di mana, kegiatan tarawih, buka puasa, hingga takbiran, kapasitasnya menyesuaikan dengan level PPKM di wilayah tersebut. Misal, untuk wilayah dengan PPKM level 3 maka kapasitas maksimal jamaah sebanyak 50 persen. Kemudian, PPKM level 2 dan level 1 maksimal 75 persen.

”Sesuai arahan Bapak Presiden pada 23 Maret lalu, tahun ini umat Islam dapat kembali menjalankan ibadah Shalat Tarawih dan Shalat Ied berjamaah di masjid. Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada Silaturahmi Virtual dan Sosialisasi Kebijakan Pelaksanaan Ibadah Bulan Suci Ramadhan Tahun 2022 bersama Para Tokoh Agama, kemarin (28/3).

Dia menyebut Ramadhan menjadi bulan ibadah istimewa. Ia optimistis Ibadah Ramadhan dapat dilaksanakan lebih khidmat dan leluasa karena situasi pandemi Covid-19 mulai melandai.

Menurut data dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, hingga 27 Maret 2022 pukul 12.00 tercatat kasus konfirmasi Covid-19 di Indonesia sebanyak 3.077 kasus. Jumlah ini menurun dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai 4.189 kasus.

Selain itu, lanjut dia, masyarakat juga dibolehkan untuk mudik. Menurut survei Kementerian Perhubungan, kebijakan penghapusan aturan tes antigen/PCR dalam bepergian berpotensi meningkatkan jumlah pemudik hingga 79 juta warga.

”Kalau ada kemudahan lain, misal ada mudik bersama, nah peluangnya mendekati 100 juta (pemudik),” ungkapnya. Hal ini tentu akan turut berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, pemerintah terus menyiapkan ibadah Ramadan dan pelaksanaan mudik dengan baik.

Dalam kesempatan sama, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta para tokoh agama ikut menyosialisasikan pelaksanaan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1443H/2022M. Menurutnya, tokoh agama dinilai memiliki peran penting dalam meluruskan atau mengedukasi umat di tengah kebingungan.

Baca Juga:  Jelang Ramadhan IPHI Seluruh Indonesia Tetap Solid dan Tidak Takut Teror

Terutama dalam menangkal informasi-informasi hoaks kepada umat terkait Covid-19. ”Kami meminta bantuan para tokoh agama agar setelah hari raya semoga tidak ada penambahan Covid-19. Dan semoga pandemi Covid-19 bisa segera berakhir menjadi endemi,” ungkapnya.

Salah satu tokoh agama dari PP Muhammadiyah Syamsul Anwar mengatakan, meskipun kondisi Covid-19 sudah melandai namun kewaspadaan harus tetap ditingkatkan. Ia meminta pemerintah untuk melengkapi persiapan masker dan hand sanitizer di masjid agar prokes di lingkungan ibadah tetap terjaga.

”Kita sudah buat juga pedoman yang selaras dengan apa yang dikatakan Menko PMK dan Pak Moeldoko. Misal, ceramah tidak boleh lebih dari 15 menit,” ungkap ketua majelis tarjih & tajdid PP Muhammadiyah tersebut.

Selain itu, pihaknya juga belum memperkenankan memakai tikar dan peralatan masjid. Jarak shaf shalat pun masih akan diterapkan. Sementara itu, Satgas minta pemda merespons cepat jika kasus Covid-19 naik saat Ramadhan.

”Jadi pada prinsipnya kita harus antisipatif, tapi dari sebelum terjadi kita disiplin saja melaksanakan pelonggaran yang ada. Selama kita prinsipnya waspada dan hati-hati dan melakukan semuanya bersama seperti itu, harusnya insya Allah tidak ada peningkatan kasus,” ujar Juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito saat diskusi virtual ”Persiapan Ibadah dan Pangan Jelang Ramadhan”, kemarin (28/3).

Wiku mengatakan, saat ini kasus Covid-19 di Indonesia sedang rendah. Dia yakin, selama masyarakat taat prokes, penularan Covid-19 dapat diminimalisasi. Menurut Wiku, pemerintah akan melakukan intervensi jika terjadi kenaikan kasus Covid-19. Dia mengatakan, intervensi akan diberikan di tingkat pemerintah daerah terlebih dahulu.

”Jadi selama menjalankan ibadah puasanya khusyuk dan menjaga betul prokes dan kehati-hatian. Kalaupun kasusnya naik, pasti pemerintah dan pemerintah daerah tahu kapan itu terjadi dan tidak usah menunggu lama dan langsung melakukan intervensi di tempat yang ada kecenderungan kasus naik, jadi tidak diberlakukan secara nasional. Kecuali kalau terjadinya secara masif nasional,” tuturnya. (mia/jpg)