Kabar Gembira, Pekerja Kontrak Hingga Harian Lepas Wajib Dapat THR

52
Ida Fauziyah.(DOK. KEMENAKER)

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan, tunjangan hari raya (THR) keagamaan harus diberikan penuh tahun ini. Pembayarannya pun pantang untuk dicicil.
Ida mengatakan, pembayaran THR ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh.

Hal ini secara tegas telah diatur dalam pasal 8 dan 9 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Selain itu, diatur pula dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Ketentuan tersebut kemudian ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Surat edaran tersebut ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia.

Dalam aturan tersebut, kata dia, THR wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. “THR keagamaan ini harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar taat terhadap ketentuan ini,” tuturnya dalam paparan mengenai pembayaran THR Keagamaan di Jakarta, kemarin (28/3).

Lalu, siapa saja yang berhak mendapat THR? Ida menjelaskan, THR wajib diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Tak terkecuali, para pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan. Adapun terkait besarannya berbeda-beda. Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah.

Sedangkan, bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka THR diberikan secara proporsional, dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 bulan yang kemudian dikalikan besarnya upah 1 bulan.

Dia mencontohkan, apabila seorang pekerja memiliki upah Rp 4 juta per bulan dan baru bekerja selama 6 bulan, maka pekerja tersebut berhak mendapatkan THR dengan perhitungan 6 bulan dibagi 12 sama dengan 1/2 lalu dikalikan Rp 4 juta. Hasilnya, Rp 2 juta.

Sementara, pekerja/buruh dengan perjanjian kerja harian lepas, Ida menyampaikan, ada kekhususan pengaturan untuk perhitungan 1 bulan gaji. Bilamana pekerja mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Adapun bagi pekerja harian lepas yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut. “Tapi dimungkinkan juga perusahaan memberikan THR yang lebih baik atau lebih besar dari peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.

Baca Juga:  Tangani Perkosaan Anak Perlu Lebih Transparan

Hal itu dimungkinkan apabila perusahaan yang dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku telah mengatur besaran THR yang lebih besar sebelumnya.

Dalam SE ini, turut diatur pula soal ketentuan perhitungan upah 1 bulan bagi pekerja/buruh dengan upah satuan hasil. Untuk pekerja/buruh ini, perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Selain itu, Ida turut mewanti-wanti terkait pemberian THR oleh perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang melaksanakan penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana yang diatur dalam Permenaker 5/2023.

Dia menegaskan, bahwa THR tetap diberikan secara penuh oleh perusahaan. Di mana, upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan THR adalah nilai upah terakhir sebelum dilakukannya penyesuaian upah.

“Ini penting untuk digarisbawahi karena THR dan hak-hak lainnya selain upah tidak termasuk bagian yang boleh disesuaikan oleh Permenaker 5/2023 tersebut,” ungkap Politisi PKB tersebut.

Mintak Gubernur Memastikan

Selanjutnya, dalam rangka memastikan pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan 2023, Ida meminta kepada para gubernur dan jajarannya untuk memastikan perusahaan di wilayah provinsi dan kabupaten/kota membayar THR sesuai ketentuan.

Diharapkan, perusahaan membayar THR lebih awal sebelum jatuh tempo. “Bapak Ibu Gubernur beserta seluruh jajarannya juga saya minta membentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan Pelayanan Konsultasi dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023,” ujarnya.

Ida memastikan, pemerintah tak segan-segan menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang lalai dalam pembayaran THR keagamaan ini. Sanksi yang diberikan pun beragam, mulai dari sanksi teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha.

Desakan pembayaran THR sebelum jatuh tempo juga disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal. Ia meminta agar pimpinan perusahaan membayar THR lebih cepat. “Pemerintah sudah mengumumkan libur bersama pada tanggal 19 April 2023. Oleh karena itu, sebaiknya THR dibayar sebelum tanggal 19 April,” tegasnya.

Selain itu, Iqbal juga mengingatkan kepada perusahaan untuk tidak membayar THR dengan dicicil. Termasuk, tidak memangkas THR dengan dalih Permenaker No 5 Tahun 2023. “Bilamana THR dipotong 25 persen, maka hukumannya adalah pidana,” ungkapnya.

Tak hanya itu, dia turut meminta pemerintah untuk mengawasi perusahaan agar tidak melakukan PHK terhadap karyawan kontrak dalam waktu ramadhan ini. Modus ini biasa dilakukan untuk menghindari pembayaran THR. (mia/jpg)