Cepat atau Lambat, Tetap Butuh Dosis 3

28
Ilustrasi vaksin.(IST)

Cepat atau lambat masyarakat bakal membutuhkan vaksin dosis ketiga (booster) Covid-19. Hal tersebut akibat daya perlindungan vaksin dua dosis yang sejauh ini diterima bakal memudar seiring waktu.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkmann Prof. Amin Subandrio mengungkapkan bahwa penurunan daya lindung vaksin ini sudah alamiah dan pasti terjadi. Hanya saja, ia menyebut kecepatannya berbeda-beda tergantung berbagai faktor.

”Ada yang cepat turun, ada yang bertahan cukup lama,” jelas Amin pada Jawa Pos (grup Padang Ekspres), kemarin (28/9)

Ia menambahkan bahwa sudah disepakati bahwa dosis ketiga tetap dibutuhkan. Namun, sejauh ini belum disepakati kapan rentang waktu yang tepat untuk memberikan dosis ketiga setelah penyuntikan dosis kedua. ”Mungkin bisa 6 bulan, 12 bulan, atau bahkan lebih,” katanya.

Sejauh ini pemerintah belum menegaskan kebijakan pemberian vaksin dosis ketiga pada masyarakat umum. Dalam pernyataan terakhirnya, Jubir pemerintah yakni Menkominfo Johnny G Plate menyebut bahwa pemberian vaksin dosis ketiga atau booster tetap khusus bagi tenaga kesehatan (nakes) sebagai populasi yang berisiko.

”Pemerintah belum melakukan perubahan kebijakan terkait hal ini sehingga vaksin booster belum boleh diberikan untuk masyarakat umum,” jelas Johnny. Hingga kemarin, pemberian vaksin dosis ketiga bagi nakes sudah mencapai 917.545 suntikan.

Meski demikian, Johnny menyebut bahwa pemerintah masih terus mengkaji rencana program vaksin ketiga untuk masyarakat umum pada tahun depan. Kebijakan tersebut masih memerlukan pertimbangan dan pembahasan yang lebih dalam.

Apalagi saat ini, jumlah penerima vaksin Covid-19 untuk dosis pertama belum mencapai 50 persen dari total penduduk Indonesia. Untuk mengantisipasi risiko lonjakan kasus Covid-19 seperti yang terjadi di negara-negara tetangga, pemerintah bakal terus menggencarkan vaksinasi untuk lansia.

Hal ini belajar dari lonjakan kasus di beberapa negara tetangga di mana kematian terjadi paling banyak pada kelompok lansia. Pemerintah menyebut, kematian pertama yang dilaporkan adalah seorang wanita Singapura berusia 97 tahun yang dites positif terinfeksi Covid-19 pada 18 September 2021 dan meninggal karena komplikasi akibat penyakit tersebut pada 25 September 2021.

Kematian kedua adalah seorang wanita Singapura berusia 69 tahun yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 pada hari 24 September 2021, dan meninggal karena komplikasi akibat penyakit pada hari yang sama.

Menkominfo Johnny menjelaskan pelajaran dari kasus ini bahwa lansia menjadi kelompok dengan tingkat risiko kematian paling tinggi akibat Covid-19. Oleh karena itu, Johnny mengajak semua kelompok lansia untuk segera melakukan vaksinasi.

Dia juga meminta pihak keluarga untuk membantu dan mendorong para lansia untuk segera tervaksinasi. ”Mari kita antar dan kawal orang tua atau saudara kita yang sudah lanjut usia ke tempat vaksinasi terdekat,” ujarnya.

Pemerintah juga mengharapkan kerja sama dari petugas Posko PPKM di desa, puskesmas, dan sentrasentra vaksin untuk membantu memberikan keistimewaan dan kemudahan akses bagi para lansia.

Baca Juga:  Larang Pejabat Buka Bersama, Jokowi: Santuni Yatim Piatu dan Gelar Pasar Murah

Per 27 September, tercatat 29 persen dari sasaran vaksinasi lansia yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama atau setara dengan 6,25 juta orang.

Sementara itu, lansia yang telah mendapatkan vaksinasi lengkap sebanyak 19,9 persen atau setara dengan 4,3 juta orang. Pemerintah menargetkan 21.553.118 orang lansia mendapatkan proteksi kesehatan melalui vaksinasi Covid-19.

Vaksinasi Anak di Bawah 12 Tahun

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Pulungan mendesak pemerintah menyegerakan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi anak di bawah 12 tahun. ”Tolonglah imunisasi disegerakan untuk anak di bawah 12, tidak mungkin lagi kita terlalu lama,” ucap dalam konferensi pers daring, baru-baru ini.

Menurut dia, terdapat sekitar 90 juta anak Indonesia yang harus diberikan perlindungan dan kesehatan karena selama pandemi ini 50 persen dari kematian karena Covid-19 adalah anak-anak.

”Kalau kita mau mencapai herd imunity secepatnya, anak ini harus segera kita mulai imunisasi. Beberapa negara kan sudah, seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Amerika Serikat,” ujar dia.

Dia berharap, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk anak usia di bawah 12 tahun dapat terlaksana paling telat mulai awal tahun 2022. ”Kita kawal sesegera mungkin, kalau saya bermimpi paling telat awal tahun 2022 untuk anak di bawah 12 tahun,” jelas dia.

Prof Aman juga menegaskan sikap IDA yang mendesak pemberian vaksin untuk anak di bawah usia 12 tahun agar dapat memberikan rasa aman saat mengikuti kegiatan pembelajaran tatap muka terbatas.

”Kami enggak setuju anak di bawah 12 tahun dibawa ke mal sebelum imunisasi. Tetapi kalau untuk sekolah tatap muka, anak kita itu secara sosial harus belajar dari body language yang dilihat,” katanya.

Penelitian IDAI memperlihatkan bahwa terdapat 37.706 kasus anak terkonfirmasi terpapar virus korona selama gelombang pertama Covid-19 di Indonesia, yaitu pada Maret-Desember 2020. Penelitian IDAI ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Frontiers in pediatrics yang terbit 23 September 2021 lalu.

Penelitian ini menggambarkan data terbesar pertama kasus Covid-19 anak di Indonesia pada gelombang pertama Covid-19. ”Angka kematian yang cukup tinggi adalah hal yang harus dicegah dengan deteksi dini dan tatalaksana yang cepat dan tepat,” kata Prof Aman.

Nah, berdasarkan data tersebut, di antara anak-anak terkonfirmasi Covid-19 yang ditangani dokter anak, angka kematian tertinggi terjadi pada anak usia 10-18 tahun (26 persen), diikuti usia 1-5 tahun (23 persen), usia 29 hari- kurang dari 12 bulan (23 persen),usia 0-28 hari (15 persen), dan usia 6 tahun – kurang dari 10 tahun (13 persen). (tau/jpg)