Perkembangan mengejutkan terjadi dalam polemik pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Bukannya KPK yang membatalkan keputusannya menyingkirkan 56 pegawai yang tidak lolos TWK, justru Polri yang ingin menampung semua pegawai KPK yang sempat disebut tidak bisa dibina itu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menuturkan, karena sudah ada informasi yang menyebar, maka sebagai kapolri akan meluruskannya. Bahwa Jumat lalu (24/9), Polri mengirim surat ke Presiden Jokowi untuk meminta pemenuhan kebutuhan personel karena pengembangan tugas Polri.
”Kami mendapat tugas tambahan pencegahan penyebaran Covid-19 hingga mengawal pemulihan ekonomi nasional,” tuturnya.
Dalam surat itu disebutkan bahwa Polri memohon agar 56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK bisa menjadi ASN di Polri. Apalagi, melihat rekam jejak 56 pegawai KPK dan penanganannya dalam tindak pidana korupsi.
”Tentunya ini bisa memperkuat jajaran organisasi Polri,” tuturnya rekaman resmi yang dikirimkan kemarin.
Menanggapi permohonan tersebut, Presiden Jokowi setuju agar 56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK itu menjadi ASN di korps Bhayangkara. Dengan begitu, saat ini Polri tinggal menindaklanjuti proses peralihan itu ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). ”Kami masih tindaklanjuti,” jelasnya.
Saat dikonfirmasi mengenai keterangan yang disampaikan oleh kapolri, Tata Khoiriyah, salah seorang pegawai KPK yang disebut tidak lolos, menyampaikan bahwa dia dan rekan-rekannya masih menunggu penjelasan lebih lanjut mengenai keterangan tersebut. Dia menyatakan, mereka masih perlu membahas keterangan itu.
”Cuma yang menjadi perhatian kami, statement tersebut mempertanyakan status hasil TWK yang menyematkan kami tidak memenuhi syarat/label merah,” ungkap dia kepada Jawa Pos (grup Padang Ekspres).
Menurut Tata, ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum dia dan rekan-rekannya menyatakan sikap atas keterangan itu. Yang jelas, dia menekankan, poin penting yang jadi persoalan utama bagi pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK bukanlah pekerjaan semata.
”Tapi, stigmasi, maladministrasi, dan pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan TWK alih status pegawai KPK,” tegasnya.
Sebagaimana disampaikan Ombudsman Repbulin Indonesia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, ada maladministrasi dan pelanggaran HAM dalam proses TWK.
Dihubungi terpisah, Giri Suprapdiono menyampaikan bahwa pihaknya mengapresiasi sikap kapolri. ”Walau masih jauh dari harapan utama kami, kembali memberantas korupsi di KPK,” imbuhnya.
Pihaknya juga berharap, Presiden Joko Widodo segera menyampaikan sikapnya kepada publik. Sampai kemarin malam, lanjut Giri, pihaknya masih berembug di internal 56 pegawai KPK tersebut.
”Kami masih konsolidasi bersama dahulu, dengan 56 pegawai lainnya dan semua stakeholder antikorupsi untuk menyikapi kebijakan pemerintah ini,” terang dia.
Menurut Giri, masih banyak pertanyaan dan hal yang harus diklarifikasi terkait kebijakan tersebut. Dia memastikan, pihaknya juga akan menyampaikan keterangan lebih lanjut terkait sikap 56 pegawai KPK itu.
Di lain pihak, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri belum buka suara. Sampai berita ini dibuat kemarin malam, permohonan wawancara dan pertanyaan yang diajukan oleh Jawa Pos belum mendapat respons.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman memberikan apresiasi sangat tinggi terhadap langkah kapolri tersebut. Menurutnya, permintaan kapolri untuk merekrut pegawai KPK yang tidak lolos TWK itu justru memperlihatkan bahwa kapolri menghargai pegawai KPK.
”Kapolri menyadari para pegawai ini mengabdi ke KPK dan membantu memberantas korupsi,” ujarnya.
Kapolri juga pasti menyadari bahwa 56 pegawai itu telah mengorbankan diri dari independen menjadi ASN. Hal itu merupakan bentuk loyalitaspegawai KPK terhadap negara. ”Saya yakin kapolri juga memiliki pandangan itu,” tuturnya.
Dengan itu, tentunya ini bisa menjadi bedol beso yang bisa memperkuat Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim. Memang sejak dulu tujuan dari KPK untuk memperkuat pemberantasan korupsi di setiap lembaga. ”Saya harap sih mereka mau,” jelasnya.
Namun begitu, permintaan kapolri untuk merekrut 56 pegawai justru membuat TWK yang dilakukan KPK itu tidak ada memiliki makna atau nilai. Kalau dianggap tidak lolos, kapolri justru mau merekrutnya.
”Kapolri malah melihat TWK tidak bernilai dan tidak punya kekuatan hukum apapun,” terangnya.
Apalagi, selama ini KPK menyebut 56 pegawai ini tidak bisa dibina. Dengan kapolri yang ingin merekrut mereka artinya orang nomor satu kepolisian Indonesia memandang bahwa pegawai KPK yang tidak lolos TWK ini wawasan kebangsaannya hebat.
”Karena pemberantasan korupsi itu adalah bagian dari pengabdian terhadap bangsa dan negaranya,” ujarnya.
Boyamin mengatakan, kalau ditanya apakah langkah kapolri ini disebut penghinaan terhadap TWK KPK, tentu tidak. Namun, bila disebut sebagai koreksi atas apa yang terjadi sebelumnya, jelas bisa. ”Kalau koreksi saya benarkan, tapi kalau penghinaan tidak,” tuturnya. (idr/syn/jpg)