Sejak beberapa pekan terakhir di berbagai tempat dicairkan skema program kompensasi akibat pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM solar dan pertalite.
Dua jenis BBM di mana pemerintah memberikan peran dan wewenang dalam menetapkan harga. Sementara jenis BBM lain diserahkan pada mekanisme pasar yang dikelola oleh manajemen Pertamina. Apa yang menarik dari program kompensasi ini?
Lyn Square, ekonom pasar kerja dari UK tahun 1980-an pernah mengungkap bahwa pasar kerja upahan adalah formal. Sebuah ekonomi di mana pekerja upahan besar, maka semakin formal pasar kerjanya.
Lyn melihat bahwa di negara maju, kemungkinan lebih baik kondisi pasar kerja karena lebih dari 6 per sepuluh bekerja dengan di bawah sistem upah. Sementara di negara berkembang adalah 4 per sepuluh.
Artinya, negara berkembang lebih banyak punya tenaga kerja yang tidak terikat dengan upah. Alias, mereka tergabung pada “unpaid family worker atau self employed”. Jika dalam program kompensasi ditujukan untuk penerima upah, bagaimana mekanisme penetapan calon penerima kompensasi?
Mengingat, jumlah tenaga kerja yang tidak menerima upah lebih banyak. Apalagi skema kompensasi disusun adalah bukan mereka yang masuk kategori menganggur atau ibu rumah tangga.
Artinya “welfare effect” dari program kompensasi ini masih perlu perbaikan. Seharusnya ada skim yang ditujukan misalnya untuk bantuan transpor siswa atau mahasiswa, bantuan untuk unpaid family worker atau self employment.
Mereka termasuk pada kelompok pekerja informal yang besar jumlahnya dan mengalami korban pengurangan subsidi. Seharusnya program kompensasi ini memenuhi rasa keadilan, termasuk juga bisa meningkatkan produktivitas belajar, menggairahkan usaha, walau nilai kecil, jika direncanakan secara baik akan banyak manfaatnya.
Sepertinya pemerintah kehilangan akal dalam membuat program kompensasi BBM. Kenapa tidak diserahkan saja secara desentralisasi ke daerah-daerah. Bagi daerah yang kreatif bisa membuat berbagai terobosan.
Bisa lebih kreatif, dan bisa membuat semangat untuk tetap mewujudkan dan bertahan dengan cara-cara yang lebih maju dan mandiri. Program kompensasi ini membuat masyarakat semakin berharap-harap, menunggu-nunggu. Dan, mereka yang tidak dalam skema upahan silakan gigit jari. (*)