Qatar dan Perang Peradaban

30
Dhimam Abror Djuraid Pemimpin Redaksi Jawa Pos 2000–2002

SEPAKBOLA bukan sekadar olahraga. Rumitnya globalisasi dunia bisa dijelaskan melalui sepakbola, dan sengkarutnya persaingan peradaban juga dapat tergambarkan melalui sepakbola. Itulah yang terlihat pada Piala Dunia di Qatar tahun ini.

Fenomena globalisasi dan perang peradaban terhampar pada perhelatan sepakbola dunia terbesar ini. Franklin Foer menulis buku “How Soccer Explain The World: The Unlikely Theory Of Globalization” (2004).

Dia mengungkap bagaimana sepakbola sudah menjadi industri tempat persaingan dan peperangan bisnis, politik, dan bahkan agama. Foer mengungkap rivalitas di luar nalar yang tercipta antara dua tim Skotlandia, Glasgow Celtic dan Rangers.

Pertandingan “Old Firm Derby” antara kedua tim selalu mencekam karena ancaman kekerasan hooligan garis keras kedua tim. Tak hanya adu kuat di atas lapangan, Celtic dan Rangers merupakan representasi konflik sektarian berkepanjangan yang memakan banyak korban. Celtic mewakili minoritas Katolik, sedangkan Rangers menjadi perpanjangan tangan kaum Protestan yang menjadi agama resmi negara.

Di Italia, klub AC Milan menjadi contoh bagaimana Silvio Berlusconi –dibantu dengan jejaring media– mampu memanfaatkan kekuatan sepak bola untuk menaikkan elektabilitas dan menjadikannya perdana menteri melalui Partai Forza Italia.

Awalnya Forza Italia adalah nama kumpulan suporter AC Milan, lalu berubah menjadi nama partai politik. Anda bisa membayangkan di Indonesia Bonek ikut pemilu dengan nama “Partai Bonek”.

Gerakan separatisme untuk memisahkan diri menjadi negara merdeka tergambar dalam kompetisi sepak bola Spanyol. Barcelona mewakili gerakan wilayah Catalonia untuk memisahkan diri menjadi negara merdeka.

Real Madrid adalah representasi pemerintah pusat yang dengan sepenuh daya ingin meredam gerakan pemisahan itu. Konflik tersebut tergambar dalam setiap kali pertandingan El Clasico.

Zionisme dan gerakan antisemitisme juga mewarnai sepak bola di kompetisi Eropa. Ajax Amsterdam adalah klub yang didirikan oleh komunitas Yahudi Belanda, demikian pula Tottenham Hotspur adalah klub orang-orang Yahudi di London.

Piala Dunia Qatar kali ini adalah panggung perang peradaban. Samuel Huntington mengungkapkan tesisnya mengenai perang peradaban dalam buku “The Clash of Civilization; and the Remaking of World Order” (1993).

Penyulut perang di masa depan, kata Huntington, adalah benturan peradaban, terutama antara Barat yang Nasrani melawan Timur yang Islam. Peradaban lain yang berpotensi saling berbenturan adalah budaya Konfusianisme di Asia dan Kristen Ortodoks di Eropa Timur dan Rusia.

Baca Juga:  Pemilu dan Tanggung Jawab Politik Korporasi

Qatar adalah representasi peradaban Islam. Negeri kecil itu mencatat rekor sebagai negara Timur Tengah pertama yang menjadi penyelenggara Piala Dunia. Dan yang tak kalah penting, Qatar adalah negara Islam pertama yang menjadi tuan rumah Piala Dunia.

Turnamen di Qatar ini tercatat sebagai perhelatan yang paling kontroversial, terutama karena isu politik mendominasi wacana. Sejak awal ada serangan terstruktur terhadap Qatar sebagai tuan rumah.

Media-media Barat lebih banyak memberitakan isu-isu hak asasi manusia dan suap, ketimbang memberitakan persiapan teknis Qatar sebagai tuan rumah. Isu lain yang menonjol adalah LGBTQ (lesbian, gay, biseksual, transgender, queer).

Media Barat menyoroti Qatar yang dianggap represif terhadap kelompok gay dan lesbian. Sebagai negara Islam, Qatar tegas mengharamkan LGBTQ dan tidak menoleransi kampanye untuk mendukungnya.

Qatar melarang pemakaian ban kapten pelangi yang menunjukkan dukungan terhadap LGBTQ. Timnas Jerman menjadi sorotan karena aksi tutup mulut menjelang pertandingan melawan Jepang.

Jerman kalah 1-2, dan publik melampiaskan kekesalan dengan menuduh Jerman lebih sibuk bermain politik ketimbang bermain bola. Jerman menjadi tim paling vokal dalam mendukung hak-hak LGBTQ.

Jerman kemudian secara tragis gagal lolos ke babak 16 besar, setelah Jepang memastikan kemenangan sensasional atas Spanyol dengan skor 2-1. Kemenangan Jepang atas Jerman dan Spanyol adalah kemenangan peradaban Asia Timur vs peradaban Barat.

Arab Saudi membuat kejutan dengan mengalahkan Argentina yang diperkuat pemain GOAT (greatest of all time) Lionel Messi. Meskipun Arab Saudi gagal lolos ke babak 16 besar, kemenangan melawan Argentina adalah sebuah kemenangan peradaban Timur Tengah yang Islam melawan Amerika Latin yang Katolik.

Di babak 16 besar, representasi peradaban Islam diwakili oleh Maroko yang menjadi juara grup F mengungguli dua wakil Barat, Belgia dan Kanada, serta Kroasia yang menjadi wakil Slavic. Maroko menjadi juara grup dan Kroasia menjadi runner-up di bawah Maroko. Amerika lolos ke babak 16 besar dengan mengalahkan Iran sebagai musuh bebuyutannya.

Presiden Joe Biden pun sangat girang dengan kemenangan tersebut. Selama ini, perang Amerika vs Iran bukan sekadar perang militer, melainkan perang ideologi dan peradaban.
Orang boleh meragukan tesis perang peradaban Huntington. Tetapi, Piala Dunia kali ini menjadi bukti bahwa perang antar peradaban memang ada. (*)