PPKM Level III dan Kesadaran Masyarakat

26
Nevi Zuairina Anggota DPR RI asal Sumbar

Pemerintah baru baru ini menerbitkan aturan pemberlakuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level III.

Meski tidak lama kemudian penetapan itu diaulir dan dibatalkan, namun se tidaknya penetapan itu sedikit banyak membuat warga masyarakat menjadi kembali disadarkan bahwa ancaman Covid-19 masih ada, dan harus selalu siap menghadapi bahaya yang sudah dua tahun melanda dunia tersebut.

Sebagaimana selama ini terjadi, pemberlakuan aturan dengan kewajiban penerapan protokol kesehatan secara ketat itu masih banyak belum ditanggapi masyarakat secara penuh.

Bahkan, mereka tidak percaya dan abai. Masyarakat seperti merasa bahwa ancaman Covid-19 terhadap diri dan keluarga menjadi hal membingungkan karena pemerintah yang menarik ulur dalam penanganannya.

Memang patut diakui bahwa penerapan PPKM mulai dari Level IV hingga Level I di berbagai daerah pascagelombang besar Covid-19 pada Juni hingga Juli 2021 silam banyak menuai protes, karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat. Namun demikian, langkah tepat dan cepat haruslah diterapkan.

Keluhan itu tentu dapat dipahami, khusus untuk warga Sumbar yang sudah mulai membuka kembali pasar dan sentra ekonomi warga, serta lokasi kunjungan wisata, penerapan PPKM Level III ini tentu saja sangat berdampak pada perekonomian warga.
Mereka akan kesulitan beraktivitas dan berdagang.

Banyak pelaku usaha dan pedagang yang mengeluh terhadap kebijakan pemerintah ini, apalagi aturan yang mengharuskan toko dan tempat wisata untuk membatasi pengunjung dan pembeli hanya 70% akan membuat mereka kembali kesusahan.

Pemerintah memang telah membatalkan pemberlakuan PPKM Level III dan menggantinya dengan pemberlakuan PPKM Nataru. Hal itu dilakukan karena capaian vaksinasi nasional yang kian menunjukkan progresifitasnya dan penguatan 3T yang kian menunjukkan hasil.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam pernyataannya yang saya baca di berbagai media mengatakan, dibatalkannya penerapan PPKM Level III karena penguatan 3T (testing, tracing dan treatment), angka kasus stabil, dan capaian vaksinasi dalam satu bulan terakhir.

Khusus untuk Sumbar, berdasarkan data yang diambil dari Satgas Covid-19 capaian vaksinasi di Sumbar sudah menunjukkan grafik membaik. Angka itu juga ditunjang dengan semakin kecilnya angka warga masyarakat yang terinfeksi Covid-19.

Jelas ini adalah sebuah keberhasilan. Namun, tentu semua pihak baik pemerintah daerah dan tenaga kesehatan, serta masyarakat sendiri tidak boleh lengah dan berbesar hati mengabaikan penerapan prokes. Justru sebaliknya, saya menyarankan semua pihak harus meningkatkan kepatuhan pada penerapan protokol kesehatan di semua tempat di Sumbar.

Harus diakui bahwa sejak Juli silam, seiring melonjaknya kasus Covid-19 yang mencatatkan angka positif dan kematian tertinggi sepanjang wabah dan pandemi.

Baca Juga:  Peranan Wirausaha dalam Membangun Ketahanan Ekonomi melalui UMKM

Kita tentu telah banyak belajar untuk selalu waspada bahwa Covid-19 belum sepenuhnya punah dari muka bumi. Namun demikian, kewaspadaan tetaplah harus dipertahankan dan ditingkatkan.

Meski kasus Covid-19 belakangan ini terlihat mulai menunjukkan grafik stabil dan penurunan di daerah Jawa dan Bali. Tentu saja, kabar itu adalah kabar gembira dan membuat kita semakin bersemangat bahwa kasus virus d Indonesia ini semakin kondusif.
Kini menjelang akhir tahun, pemberlakuan PPKM Level III memang dibatalkan Pemerintah.

Kabar gembira lainnya adalah Indonesia sudah menunjukkan stabilitas penanganan Covid-19, serta tingkat vaksinasi yang semakin tinggi. Memang ada sedikit gejolak terkait varian Omicron yang disebut sudah masuk ke Indonesia dan menginfeksi dua orang warga di Bekasi Jawa Barat.

Namun terkait kepastian kabar ini, pihak Kementerian Kesehatan masih menyelidiki kebenaran kabar itu agar tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

Kita berterima kasih kepada pemerintah yang sudah bersusah payah bekerja menangani persoalan pandemi ini. Tentu saja semua itu bertujuan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Pemberlakuan PPKM yang direncanakan pada libur nataru juga harus dipahami sebagai upaya untuk mengantisipasi peningkatan mobilitas masyarakat selama libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru) yang berpotensi menyebabkan kenaikan kasus Covid-19 secara pesat.

Karena itu, seiring pemberlakuan PPKM Nataru sebagaimana diatur dalam aturan mendagri itu harus disikapi dengan segera melakukan pengetatan prokes, berupa pengaktifan kembali Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di tiap lingkungan, mulai tingkat rukun tetangga (RT) hingga provinsi.

Pemerintah juga mengatur tata cara ibadah Natal bagi umat Kristiani dengan menerapkan pelaksanaan ibadah Natal diadakan secara hybrid dengan syarat jumlah umat yang mengikuti ibadah secara langsung di gereja tidak melebihi 50% kapasitas total gereja.

Kita berharap pemberlakuan PPKM Nataru ini, membuat pengendalian pandemi Covid-19 tergolong sudah terkendali dapat terus dipertahankan. Kita memang masih harus mempertahankan positivity rate sebagaimana standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO).

Badan dunia itu menetapkan bahwa pandemi bisa dikatakan terkendali apabila positivity rate tidak lebih dari 5%. Per 24 November 2021, tingkat positivity rate Covid-19 di Indonesia pun memiliki angka yang rendah, yaitu sebesar 0,2%.

Oleh karena itu, keadaan pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini dapat dikatakan terkendali dengan baik. Meski begitu, kewaspadaan tetaplah menjadi perhatian utama kita semua agar Indonesia bebas Covid-19. Aamiin. (*)