Penyebaran Corona Virus Deases (Covid-19) kini telah melandai. Angka korban terpapar terus menurut, mereka yang diungsikan ke tempat khusus, rumah sakit khusus, sudah tak lagi signifikan.
Korban terpapar masih ada namun tak perlu begitu dirisaukan, seiring ilmu pengetahuan umat manusia dapat mengatasinya. Atas izin Allah SWT umat manusia berhasil melawan wabah walau merenggut jutaan jiwa menjadi korban.
Hari-hari ke depan kita akan terus hidup berdampingan dengan virus ini sebagai sebuah endemi tanpa perlu lagi mengalami ketakutan seperti tahun-tahun sebelumnya. Waktu dan proses telah menjawab ketakutan ummat manusia atas musibah yang pada awalnya seperti mustahil dapat dilawan. Selain tidak kelihatan juga penyebarannya melalui udara.
Dua tahun kita mengalami gelombang ketakutan yang luar biasa karena itu. Didukung informasi tentang penyebaran Covid-19 dengan segala variannya, seperti serangan terelakkan ke ruang bathin kita.
Ditambah lagi dengung sirene ambulans, perginya teman sejawat telah membawa kita kepada situasi yang sulit. Semua harus berhenti dan dihentikan. Ketakutan telah menguasai hidup kita.
Itulah kekuasaan Allah SWT yang memberikan rasa takut kepada umat manusia. Tanpa kita berserah dengan memanjatkan doa bisa jadi rasa takut itu justru yang membunuh, bukan virus korona. Rasa takut yang berlebihan tanpa bisa menyandarkan diri kepada Yang Maha Kuasa, hanya akan berdampak tumbuhnya penyakit jiwa.
“(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, takutlah semua perempuan yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala perempuan yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk. Padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.” (QS Al Hajj: 2)
Ayat ini mengisyaratkan rasa takut yang luar biasa, menyebabkan keguguran. Hal ini juga telah secara sains kedokteran. Perempuan hamil bisa keguguran bukanlah perkara mudah secara medis, begitu banyak faktor pendukungnya, namun faktor rasa takut ternyata begitu besar.
Tentu saja, jika diteliti lebih jauh, ketakutan yang dirasakan ketika gelombang serangan Covid-19 sedang menjadi-jadi kita mengalami banyak “keguguran” dalam bentuk lain. Kita dijangkiti sifat paranoid tingkat tinggi. Segala takut. Takut bertemu, takut keluar rumah, curiga berlebihan, cuci tangan setiap saat.
Pada surat Al Ahzab: 19 Allah berfirman, “Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati.”
Sedikit banyak hal ini kita alami dengan tingkat ketakutan masing-masing, atas wabah baru yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Guncangan sosial terjadi, ada yang kehilangan nyawa, kehilangan harta dan kehilangan mata pencarian.
Atas goncangan tersebut, pengetahuan yang berbeda-beda membuat debat kusir terjadi ketika ada kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dibuat oleh pemerintah. Mereka yang paham dapat mengerti.
Mereka yang belum paham, segera melakukan perlawanan dengan narasi-narasi nonkedokteran. Malahan membawa narasi agama dengan kecurigaan yang besar terhadap pengambil kebijakan.
Kini, di bulan Bulan suci Ramadhan 1443 H yang penuh berkah dan hikmah, waktunya kita mengambil sisi lain dalam renungan mendalam apa yang kita jalani selama dua tahun berlalu. Ini bulan yang memberi ruang untuk mengambil hikmah suasana ketakutan, berdampak sosial ekonomi yang sangat besar.
Berdampak secara emosional yang sangat besar pula. Orang bisa jadi mudah marah, mudah tersinggung, serta mudah pula hanyut oleh informasi-informasi palsu yang dimainkan oleh provokator untuk kepentingan politik dan ekonomi.
Salah satu hikmah Covid-19 adalah: Ini peristiwa berulang yang dialami satu dua generasi umat manusia. Artinya, bukan peristiwa baru. Pada abad-abad sebelumnya, hal serupa juga pernah ada, lagi-lagi umat manusia bisa melewatinya dengan kadar ilmu yang dimiliki.
Kemampuan akal sebagai alat untuk melewati tantangan telah teruji. Allah memberikan alat yang luar biasa untuk manusia, agar ia bisa berpikir melewati segala cobaan yang terjadi di dunia.
Seterusnya, hikmah yang patut kita petik, dunia sudah berada pada posisi dan situasi kembali merasakan lebih baik, nyaman, tanpa rasa takut berlebihan, serta tetap optimistis untuk berdampingan dengan endemi Covid-19, menyusul penyakit-penyakit massal yang pernah ada dan dapat dikuasai secara penuh melalui ilmu pengetahuan kedokteran.
Terakhir, kita perlu menata kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Hidup bersih dan suci secara jasmani dan rohani. Menata rasa takut dengan meningkatkan ilmu pengetahuan, menata kebersihan jasmani dengan disiplin yang tinggi.
Bersihkan hati dengan sikap dan sifat yang terpuji sebab bersih adalah sebagian dari iman. Mari kita menata hidup sesuai dengan anjuran Islam, didukung oleh ilmu pengetahuan yang terus dipelajari tiada henti. (*)