Oleh: Elvira Luthan—Dosen Fakultas Ekonomi Unand
Salah satu bentuk tanggung jawab manajemen perusahaan kepada para stakeholders adalah membuat laporan keuangan. Selain bentuk pertanggungjawaban, laporan keuangan juga media komunikasi perusahaan terhadap stakeholders-nya. Biasanya yang menjadi perhatian pengguna laporan keuangan adalah kinerja manajemen terkait laba perusahaan.
Adanya kecenderungan perhatian pada laba ini, tentu disadari manajemen, makanya para manajer membuat bagaimana laba dalam laporan keuangan dibuat menguntungkan perusahaan. Cara ini biasa disebut manajemen laba (earnings management). Tindakan manajemen laba berpengaruh terhadap beban pajak yang harus dibayar perusahaan.
Shackelford & Shevlin (2001) meneliti adanya trade-off yang dihadapi manajer dalam menentukan laba dalam laporan keuangan dengan kebijakan pelaporan besaran pajak pada otoritas pajak, yang dikenal dengan agresivitas pajak. Agresivitas pajak adalah suatu skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara sehingga ahli pajak menyatakan legal karena tidak melanggar aturan perpajakan (Darussalam dan Septriadi, 2009).
Suatu perusahaan dikatakan melakukan agresivitas pajak jika perusahaan berusaha mengurangi beban pajak secara agresif, baik menggunakan cara yang tergolong legal yakni tax avoidance atau ilegal seperti tax evasion. Walau tidak semua tindakan perencanaan pajak dilakukan secara ilegal, namun semakin banyak celah yang digunakan perusahaan untuk menghindari pajak maka perusahaan dianggap semakin agresif.
Namun penelitian terbaru memperlihatkan bahwa trade-off pelaporan pajak dan keuangan tidak selalu terjadi. Frank et al (2009) menemukan bahwa terdapat kecenderungan bahwa perusahaan mampu melaporkan laba lebih besar pada laporan keuangan, dan di saat sama memiliki beban pajak lebih rendah.
Perbedaan standar akuntansi keuangan dan aturan perpajakan mampu memberikan peluang bagi perusahaan untuk mengelola pendapatan menurut akuntansi lebih besar dan pendapatan kena pajak lebih rendah pada periode pelaporan sama. Pajak dapat mempengaruhi besaran laba yang biasanya menjadi tolak ukur kinerja perusahaan.
Di satu sisi, laba besar yang dilaporkan menyebabkan beban pajak perusahaan juga besar. Namun di sisi lain, usaha meminimalisir beban pajak akan berakibat kepada kecilnya laba kena pajak perusahaan. Manajemen pajak dan laba dapat terjadi secara bertentangan karena adanya trade-off antara pajak dan pelaporan keuangan tersebut (Ridha M & Martani D., 2014).
Pandemi Covid-19 merebak di Indonesia sejak awal Maret 2020. Pandemi ini telah ditetapkan pemerintah sebagai bencana nasional pada 14 Maret 2020, dan Indonesia memasuki masa darurat bencana non alam. Akibat pandemi yang tidak diduga ini terjadi krisis perekonomian, sehingga praktik bisnis juga terdampak dalam situasi ini.
Beberapa dampak Covid-19 terhadap ekonomi Indonesia di antaranya adalah sistem korporasi yang terganggu hingga terjadi depresiasi rupiah, volatilitas pasar keuangan dan capital flight. Kondisi pandemi ini membuat perusahaan harus semakin akurat dalam menentukan kebijakan keuangan dan strategi bisnis yang efektif dan efisien. Setiap keputusan yang diambil berpengaruh terhadap keputusan keuangan lainnya yang juga berdampak pada kelansungan perusahaan.
Berdasarkan fenomena ini, penulis tertarik melakukan penelitian kolaborasi dengan dosen UNSWAGATI Cirebon, Prof Ida Rosnidah, bagaimana perilaku manajemen laba dan agresivitas pajak dalam keadaan perekonomian yang jatuh akibat pandemi. Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pemilihan sampel berdasarkan pada kriteria; laporan keuangan sudah diaudit yang disajikan dalam Rupiah, saham nya aktif diperdagangkan di BEI dan perusahaan memiliki data yang lengkap untuk dianalisis. Data penelitian yang dikaji adalah data sekunder dari laporan tahunan perusahaan periode 2019 (sebelum pandemi) dan 2020 (selama pandemi).
Berdasarkan análisis uji beda yang dilakukan, maka hasil penelitian ini menunjukkan tidak terjadi perbedaan yang signifikan Manajemen Laba & Agresivitas Pajak sebelum & selama pandemi Covid-19. Artinya, pandemic ini tidak berdampak signifikan terhadap perilaku manajemen dan operasi bisnis perusahaan.
Jadi kekacauan dunia bisnis sebagai dampak pandemi Covid-19 tidak mempengaruhi perilaku manajemen dalam mengatur laba dan dalam melakukan agresifitas pajak. Mungkin ini disebabkan karena, pandemic ini lebih banyak terdampak kepada sector UMKM dari pada perusahaan besar yang masuk BEI. Kalau dilihat kebijakan pemerintah untuk menanggulangi pandemi seperti mengatur jarak sosial, isolasi diri, pembatasan moda transportasi, dan penguncian nasional, banyak berakibat pada pembatasan aktivitas UMKM.
Padahal perekonomian Indonesia banyak dibangun dari sektor UMKM pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM pada Mei 2021, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB 61,07%. Kontribusi UMKM meliputi penyerapan 97% dari total tenaga kerja serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi.
Untuk peneliti selanjutnya, bisa mengkaji untuk populasi yang berbeda, seperti UMKM atau menambah tahun pengamatan. Hasil penelitian ini jadi masukan bagi pemerintah seperti Dirjen Pajak, sebagai dasar dalam membuat kebijakan publik yang berkaitan dengan aktivitas bisnis dan pelaporan keuangan terutama dalam hal informasi yang mesti diungkapkan. (*)