Mendesak, Evaluasi Program dan Target Dinas Demi Kebangkitan Wisata Sumbar

125
M. Zuhrizul Chaniago
Koordinator Desa Wisata Sumbar

Belakangan Kepala Dinas Pariwisata Sumbar sering mengajak kepala dan wakil kepala daerah ke desa-desa wisata yang sudah berhasil mendapatkan penghargaan.

Desa itu sebenarnya, selama ini dibangun secara mandiri oleh anak nagari, pelaku wisata, kampus serta pegiat pariwisata. Bukan Dinas Pariwisata Sumbar yang membina dari awal desa-desa wisata dan destinasi wisata itu.

Di awal-awal, dinas justru sempat menolak untuk hadirnya desa-desa wisata lebih banyak di Sumbar. Namun, setelah sukses dan mendapatkan apresiasi nasional, kini malah seolah-olah mengklaim itu hasil kerja keras dinas. Parahnya lagi, Dinas Pariwisata Provinsi tak sedikitpun mau membantu desa-desa dalam pengisian jadesta untuk mengikuti Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.

Dinas Pariwisata Provinsi tidak pernah berusaha mempersiapkan desa-desa wisata yang akan bersaing dengan desa-desa wisata lainnya di Indonesia. Tapi, setelah menang seakan cari muka ke pimpinan.

Contohnya nagari-nagari yang dikunjungi akhir-akhir ini seperti Desa Wisata Apar, Desa Wisata Sungai Batang, Desa Wisata Budaya Sumpu, Kampung Sarugo, daya tarik wisata Puti di Talang Babungo dan Green Talao Park dengan alasan monitoring dan evaluasi (monev).

Seharusnya yang Dinas Pariwisata Sumbar lakukan monitoring dan evaluasi adalah desa-desa wisata  yang mereka jadikan pilot project hasil GIPI Award pada program Dinas Pariwisata tahun 2021. Program yang didanai untuk pengembangannya dengan tim yang mereka bentuk dan SK-kan.

Evaluasi lah sudah sampai di mana progresnya? Seperti Desa wisata Tungkal Selatan Pariaman, Desa Wisata Maligi Pasaman Barat, Desa Wisata Pagaruyung Tanahdatar,  Desa Wisata Simarasok Agam dan lainnya. Apakah telah ada peningkatan ekonomi masyarakat di desa-desa tersebut? Lalu,  bagaimana kelanjutan programnya ke depan?

Baca Juga:  Puasa Obat Stres

Jadi ke depan, penulis berharap  buktikanlah ke pimpinan hasil-hasil kerja yang memang menjadi program dinas dan jelaskan ke publik seperti apa perkembangannya. Buktikan, seberapa besar dampaknya bagi masyarakat, pelaku wisata dan daerah.

Selain itu, dari pengamatan penulis bimbingan teknis (bimtek) yang diselenggarakan Dinas Pariwisata juga tidak memperlihatkan kemajuan sadar wisata para pelaku wisata.

Begitu pula dengan iven-iven yang digelarnya. Lebih dominan terlihat hanya diramaikan masyarakat sekitar lokasi Iven saja. Itupun tidak banyak.

Seharusnya, wisatawan dari luar daerah tersebut yang dikejar lewat berbagai promosi dari jauh-jauh hari atau di awal tahun sehingga berdampak pada peningkatan kunjungan, pendapatan masyarakat setempat dan daerah.

Artinya, perencanaan sejak awal harus komprehensif ditentukan apa dan siapa targetnya sehingga tidak terkesan hanya merealisasikan program tanpa ada dampaknya bagi masyarakat dan daerah. Ini perlu dievaluasi total.

Pola-pola mencari nama dari hasil kerja teman-teman pegiat pariwisata dan kampus-kampus sudah basi. Saat ini publik semakin cerdas mana yang hasil karya dan inisiatif dinas, mana yang mencari nama dari perjuangan orang lain dan dinas kabupaten/ kota. Semoga masukan ini bisa menjadi evaluasi di awal tahun untuk kebangkitan wisata Sumbar.

Apalagi akhir tahun lalu kita juga sudah sama tahu ada program Tahun Kunjungan Wisata 2023 yang justru digagas Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumbar, bukan dinas. Kita ingin lihat sejauh mana kesiapan Dinas Pariwisata Sumbar sebagai leading sektor dalam merespons itu.(*)