Bersiaplah. Berkokok tak berkokok ayam hari akan pagi juga. Begitulah kira kira pelaksanaan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang termasuk di dalamnya pembangunan sirip Padang-Pekanbaru dan sirip Dharmasraya-Rengat yang satu dalam pengerjaan dan satu lagi sedang persiapan.
Sebentar lagi pembangunannya akan dikebut. Kepastian kelanjutan tuntas pembangunan JTTS dari Lampung ke Aceh sepanjang 2.900 kilometer dengan beberapa siripnya, karena terjawabnya soal keterbatasan anggaran. Secara nasional program penganggaran yang sempat terseot, kini pemerintah telah punya solusi skema pembiayaan pembangunan jalan tol termasuk infrastruktur lainnya.
Jawabannya adalah baru-baru ini ditandatanganinya Perjanjian Induk atau Head of Agreement (HOA) antara Indonesia Investment Authority (INA) dengan Hutama Karya dan Konfirmasi Dimulainya Transaksi INA dengan Waskita Karya melalui Waskita Toll Road di Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis lalu.
Jika melihat pembangunan sirip Padang-Pekanbaru yang juga sempat terseok-seok, tentu ini menjadi angin segar bagi pelaksanaan pembangunannya. Tak hanya seksi I Padang-Sicincin, atau Seksi VI, Bangkinang-Pekanbaru saja. Tetapi secara komprehensif para stakeholders terkait harus memikirkan bagaimana membuat kerangka pembebasan lahan untuk seksi seksi lainnya: II, III, IV dan V.
Pemerintah provinsi tentu sudah belajar banyak dengan pahit getir pembebasan lahan khususnya, di jalur 0 km di titik Kasang menuju 36 km di titik Kayutanam. Agar membentuk tim yang lebih solid, memiliki kesamaan visi dan niat, serta tidak menumpangkan kepentingan pribadi di atas program jalan tol yang menjadi bagian proyek strategis nasional.
Jika boleh dipilah dari proses yang berlangsung, pembebasan lahan di titik nol kilometer terkendala soal penetapan harga yang sangat murah. Masyarakat setempat menyebut harga per meter hanya setara satu ekor ayam remaja, atau kisaran limapuluh ribu saja.
Problem harga yang dinilai rendah akhirnya menjadi informasi pahit yang menggelinding ke daerah berikutnya. Disinilah awal mulai tersendatnya pembebasan lahan, di samping status kepemilikan yang sebenarnya bisa dituntaskan dengan kerja sama yang baik antarainstansi di bawah koordinasi BPN.
Dalam pengamatan saya sebagai jurnalis, problem ini menjadi perhatian serius gubernur saat itu, Irwan Prayitno. Sehingga, pada akhirnya terjadi perombakan tim penilai agar terjadi penyesuaian harga yang masuk akal.
Seiring perubahan waktu, kebijakan ini membawa angin segar bagi masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan tol. Ganti rugi tiba-tiba berubah menjadi ganti untung. Bahkan, ada pemilik lahan yang tercatat menerima nilai pergantian belasan miliar rupiah untuk satu orang.
Problem peningkatan nilai harga tentu secara otomatis tidak mengenyampingkan persoalan lain. Pada periode ini persoalan yang menonjol adalah persoalan hukum. Kepemilikan ganda, sengketa tanah hingga persoalan di internal kaum yang tanahnya berstatus tanah kaum, atau pusako tinggi. Pada tatanan ini tentu perlu kearifan dan kebijakan dari tim kepanitiaan pembebasan.
Kusuik bulu paruah manyalasaian, persoalan kaum silakan tuntaskan di kaum tersebut. Sementara persoalan hukum berikan ke ranah hukum untuk menyelesaikan. Dikhawatirkan jika tidak ada ketegasan dan prinsip keadilan dalam penegakan hukum, akan muncul mafia-mafia tanah, makelar-makelar yang bisa saja menangguk di air keruh, di atas ketidakpahaman masyarakat dalam hukum adat dan hukum positif.
Untuk itulah perlu sikap “manimbang sama berat, mengukur sama panjang” dari tim yang terlibat. Haramkan prinsip membelah bambu: satu diangkat satu diinjak” Gubernur dan atau wakil gubernur sebagai penanggung jawab PSN tol, tentu sudah memiliki perbendaharaan informasi atas pengalaman pengalaman pembebasan lahan.
Ini penting dalam menentukan kebijakan pembentukan kepanitiaan pada seksi seksi berikutnya, dari Padangpanjang hingga Pangkalan. Semua pihak, LSM, pers dan komponen independen lainnya untuk bersama sama mengawal proses tersebut, agar masyarakat tak termarginalkan dan pembangunan bisa berjalan maksimal.
Agaknya, mulai hari ini hingga ke depan agar semua pihak fokus atas manfaat apa yang bisa dimaksimalkan dengan adanya sirip tol Padang-Pekanbaru dan Dharmasraya-Rengat. Jangan kaget setelah pembangunan selesai, tak jelas apa yang mau diperbuat.
Sementara energi habis memperdebatkan sesuatu yang sudah menjadi kebijakan. Mestinya, fokus mengawal kebijakan dan memberi manfaat atas kebijakan yang dilaksanakan.
Kadin Sumbar sebagai salah satu organisasi tempat bernaungnya organisasi profesional bisa menjadi magnet sekaligus lokomotif penggerak. Saya meyakini ini bisa dilakukan, selaras dengan persiapan persiapan yang dilakukan instansi terkait. Pasca HOA antara INA dan BUMN pelaksana pada 14 April lau, kementerian terkait terus melakukan sinkronisasi kebijakan.
Ketua Kadin Sumbar Ramal Saleh sangat optimistis keberadaan tol dapat menunjang geliat ekonomi khususnya Sumbar. Potensi sumberdaya alam terutama tempah, patiwisata yang tersebar di banyak tempat sekaligus memaksimlkan Teluk Bayur sebagai satu satunya pelabuhan yang berada di pantai barat Sumatera.
Bahkan begitu pentingnya dorongan dari Kadin, pihaknya intens komunikasi dengan stakeholders terkait bahkan beberapa kali didatangi dan audiensi dengan kepala badan intelijen negara. Prinsipnya bagaimana sama sama mendorong pembanguanan tol dan memberikan multiplier effect bagi masyarakat Sumbar khususnya.
Menurut rencana, tim Kadin Sumbar juga akan memberikan kontribusi pemikiran dalam persiapan dan menerima input tentang percepatan pembangunan JTTS di Medan minggu depan. Kadin menjadi salah satu yang diundang dari Sumbar, bersama gubernur dan Kepala BI.
Seperti kita ketahui tahap awal HOA nilai kerja sama pembiayaan pembangunan yang dibiayai ini mencapai Rp 39 triliun. Kerja sama investasi yang dilakukan oleh INA dengan Hutama Karya dan Waskita Karya mencakup investasi pada proyek di Jalan Tol Trans-Sumatera dan Jalan Tol Trans-Jawa.
Sekadar diketahui, khusus Jalan Tol Padang-Pekanbaru sepanjang 255 km, terdiri dari enam seksi yaitu, Seksi I Padang-Sicincin sepanjang 36,15 kilometer dan Seksi II Sicincin-Bukittinggi 38 kilometer. Kemudian, Seksi III Bukittinggi-Payakumbuh 34 kilometer, Seksi IV Payakumbuh-Pangkalan 58 kilometer, Seksi V Pangkalan-Bangkinang 56 kilometer, dan Seksi VI Bangkinang-Pekanbaru 40 kilometer.
Dari 5 ruas, yang segera rampung baru satu seksi, yakni Seksi VI Pekanbaru-Bangkinang. Sedangkan ruas yang dimulai dari Kota Padang, yakni Padang-Sicincin sedang dibangun. Kemudian Seksi II, Seksi III, Seksi IV dan Seksi V, masih dalam perencanaan. Sementara Jalan Tol Dharmasrya-Rengat yang diperkirakan sepanjang 134 km masih dalam proses perubahan tata ruang dan menyusul pembebasan lahan. (*)