Enterpreunership Sedini Mungkin

30
Elfindri Direktur SDGs Center Unand

Ada dua istilah yang perlu disepakati, enterpreunership dan wirausaha. Enterpreunership merupakan keberanian untuk mengambil solusi lewat inovasi, untuk berbagai tindakan. Bisa sebagai pejabat publik, pelaku ekonomi atau penggiat sosial.

Sementara wirausaha merupakan bagian kecil dari enterpreuneship, mengingat kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk melakukan usaha sendiri (self employed), maupun berusaha sendiri tanpa dibayar (unpaid family worker).

Pembahasan tema ini sangat terkesan aktif di awal awal tahun 2010-an, dan mulai banyak pemikiran agar kampus kampus mulai menularkan jiwa enterpreuneral.

Agar kelak nanti alumninya mampu untuk mengambil keputusan dan dalam kehidupan memiliki inovasi aktif sebagai bussiness creator. Kelangkaan dari jiwa enterpreunerial merupakan produk dari proses pembelajaran sedari dini.

Jumlah populasi ideal kalau negara maju setidaknya semakin banyak. Bahkan kalau saja sampai 10 persen saja para pimpinan perusahaan memiliki enterpreneral, maka sudah lumayan.

Dalam suatu kesempatan kami pernah melontarkan di media sosial, bahwa kita lebih sering dididik disiapkan oleh guru dengan ’mind’ sebagai pegawai negeri, pekerja atau teknokrat.
Jarang kita di sekolah dan kampus diajarkan untuk berbisnis mandiri. Tidak seperti anak anak China keturunan.

Ir Ciputra yang sangat gigih memperkenalkan kewirausahaan pernah menjelaskan bahwa anak China keturunan banyak yang jadi pengusaha karena dia diperkenalkan berwirausaha sejak dini.

Ketika baru bangun langsung bisa melihat costumer atau usaha di pabrik. Dan semakin lama semakin profesional, semakin lama semakin berani menjadi problem solver. Enterpreuneral terasah kemampuan memetakan masalah, menemukan akar masalah dan menemukan solusi. Kata kuncinya adalah problem solver.

Baca Juga:  Keniscayaaan Arbitrase Dalam Sengketa Kontrak Konstruksi

Jika ilmu saja diandalkan banyak juga yang menjadi problem creator saja dan tidak berani mengatasi masalah. Oleh karenanya setelah mendapatkan ilmu, maka enterpreuneral terbiasa untuk mewujudkan ilmunya dalam tindakan nyata. Melaksanakan dan mengamalkan.

Pendidikan sedini mungkin yang membentuk soft skills enterpreuneral akan lebih banyak pembentukannya pada pendidikan awal, bisa pada masa pra sekolah, seperti masa PAUD dan pendidikan dasar.

Pada buku “Minang Enterprenership” yang penulis susun tahun 2005 pada 20 orang Minang yang masuk kategori enterpreunership sukses, umumnya mereka terlatih sejak kecil, dan tidak harus diperoleh melalui sekolah formal.

Pertanyaan mendasar adalah apakah proses “learning” pada jenjang pendidikan PAUD dan SD sudah mulai memudahkan anak anak untuk memiliki sikap ’curiousity’ keingin tahuan, inovasi hal yang baru? Serta, tanggap terhadap lingkungan yang membuat mereka mampu memecahkan masalah?

Jika belum, para gurunya perlu mendalami ini dan membiasakan diri, termasuk menyiapkan “teaching kids” agar terbantu dengan peralatan yang menumbuhkan jiwa enterpreuneral.

Oleh karenanya, pastikan bisa terjadi penguatan proses learning terbangun baik di rumah maupun di sekolah. Semoga semakin banyak yang mau dan bersama memulainya. (*)