ORANG dalam gangguan kejiwaan (ODGJ) merupakan istilah baru untuk yang dianggap lebih umum dan termasuk eufimisme (penghalusan istilah) dari istilah sebelumnya yakni orang gila, orang sakit jiwa, gangguan psikologis dan puluhan istilah lokal lain yang tentu lebih bersifat konteks sosial dan budaya masyarakat, di tempat di mana diberikan penyebutannya.
Dalam studi fenomenologi atau etnometodologi ilmu sosial disebut dengan konsep emik (istilah lokal). Sejalan denga perkembangan waktu dan roda zaman yang terus berputar, masalah kejiwaaan juga menggalami berbagai bentuk dan faktor penyebab.
Baru-baru ini berdasarkan laporan yang disampaikan kepada publik dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof HB Saanin Padang mencatat berdasarkan rekapitulasi data Januari-Maret 2023 (Triwulan I) terdata ada 7.266 pasien rawat jalan di RSJ HB Saanin Padang. Dari jumlah itu daerah asal terbanyak dari Kota Padang, 5.383 pasien atau 74 persen.
Jumlah pasien poliklinik rawat jalan Januari-Maret 2023 sebanyak 7.266 dengan daerah asal terbanyak dari Kota Padang, 5.383 pasien (74 persen). Seterusnya dari Kabupaten Padangpariaman 431 pasien (5 persen), Kabupaten Pesisir Selatan 287 pasien (3 persen), Kabupaten Agam 156 pasien (2 persen) dan dari luar Sumbar seperti Jambi, Riau, Sumatera Utara dan lainnya sekitar 2 persen.
Berdasarkan pendekatan psikologi dan psikososial, ada empat faktor penyebab meningkatnya permasalahan terkait ODGJ di Sumbar. Pertama, masalah ekonomi. Seperti tidak ada penghasilan, kehilangan pekerjaan, tekanan bekerja, dan sebagainya. Kedua, masalah keluarga seperti kehilangan orang yang dicintai karena meninggal, bercerai, dan berpisah.
Ketiga, masalah psikologi seperti trauma, bullying, dan depresi. Keempat, masalah ketergantungan zat bagi yang punya riwayat atau pernah menggunakan narkotika zat adiktif lainnya. Kemudian ada faktor genetik atau keturunan yang punya risiko lebih besar daripada non genetik.
Berangkat dari data dan penjelasan faktor penyebab dari pihak pemerintah dalam hal ini RSJ HB. Sa’anin Padang, artinya terjadi peningkatan masyarakat yang termasuk ODGJ. Khususnya di Sumatera Barat atau ranah Minang ini dan telah dipaparkan ada lima penyebab baik dari sisi psikososial, psikologis, perilaku dan biopsikologis.
Satu hal yang sangat penting dicermati adalah faktor psikologis dan sosiologis. Karena faktor ekonomi menjadi faktor yang diterminan. Secara sosiologis ada istilah penyebab primer dari kecenderungan peningkatan ODGJ di daerah ini adalah masalah ekonomi. Tetapi kita perlu menelaah ada apa di balik faktor ekonomi tersebut?
Seorang pakar Teori Sosiologi Robert King Merton (1957), mengemukakan Teori Anomie, yang esensinya terjadi anomie (ketiadaan norma) dalam masyarakat karena kesenjangan antara tujuan budaya (ingin sukses dalam hidup) dengan sarana untuk mencapai tujuan tersebut (uang, jaringan, akses dan sebagainya), akibatnya individu yang gagal mencoba menghadapi tantangan hidup atau takluk dan menyerah sehingga berdampak pada tekanan batin.
Pandemi Covid-19 adalah salah satu penyebab ekonomi, banyak usaha masyarakat yang hancur selama hampir tiga tahun masa pandemi, kelesuan ekonomi, krisis ekonomi yang ditandai ambruknya sektor usaha kecil menengah (UKM) termasuk usahan besar. Usaha kecil baik jasa dan barang ambruk, gulung tikar atau mereka terjebak dalam utang.
Akibatnya mengalami tekanan psikologis di samping terjadinya perubahan gaya hidup dalam keluarga. Sebagai konsekuensi terus melemahnya pendapatan. Bagi yang memiliki daya juang akan bertahan mencari pola nafkah ganda atau mencari sumber alternatif lain, beradaptasi dengan disrupsi teknologi (manggaleh online).
Selanjutnya bagi yang kalah akan terpuruk (collaps) tak punya pilihan lain. Melarikan diri dari lingkungan sosial lama, marantau ke wilayah lain yang dianggap menjanjikan atau pulang kampung dengan menghadapi risiko sosial yang lain sebagai orang yang gagal, kalah dan beban bagi keluarga lainnya.
Tekanan ekonomi bertambah dengan adanya tekanan sosial, masyarakat kita yang menunjukkan gejala individualis yang ditandai menguatnya keluarga inti (nuclear family) sudah tak bisa lagi mendapat dukungan dari keluarga kaum (extended family) yang juga mengalami kesulitan hidup karena oientasi hidup hedonisme (mengejar kesenangan duniawi).
Akibatnya tekanan ekonomi, tekanan sosial mengumpal menjadi tekanan psikologis yang berujung pada masalah ODGJ. Muara dari masalah ekonomi tersebut, juga mengalir pada masalah dalam keluarga.
Masalah kesetian pasangan (dikianati/ selingkuh) yang juga terjebak kehidupan materialistik yang mulai jauh dari agama, konflik keluarga, perceraian (dengan trend cerai gugat isteri), kemiskinan akibat tidak ada kerja dan usaha bangkrut, anak putus sekolah dan tak mampunyai keluarga untuk membiayai pengobatan ODGJ yang mahal juga malah menjadi penguat meningkatnya tren data ODGJ di ranah Minang ini.
Terutama di kawasan perkotaan seperti Kota Padang yang dominan secara data dan realita dengan banyaknya ODGJ lama dan ODGJ baru yang berkeliaran dalam masyarakat. (Erianjoni, Dosen/Peneliti Sosiologi Perilaku Menyimpang UNP)