Ketua Pusat Transportasi LPPM Universitas Andalas
Tidak lama lagi, rutinitas tahunan mudik Lebaran akan segera dimulai. Diprediksi jumlah pemudik tahun ini akan jauh lebih banyak dibandingkan 2022.
Kementrian Perhubungan memprediksi akan terjadi peningkatan arus mudik sebesar 14,2% dibandingkan tahun lalu.
Meskipun Sumatera Barat tidak termasuk lima daerah tujuan perjalanan mudik terbesar se-Indonesia, bukan berarti mudik nanti tidak akan menimbulkan masalah. Apalagi orang Minang sudah terkenal sebagai perantau yang sangat mencintai kampung halamannya.
Mudik tahun 2022 memberi pelajaran yang sangat penting. Saat itu terjadi euforia setelah sebelumnya selama 2 tahun mudik dibatasi karena adanya pandemi Covid-19. Walaupun sebagian perantau sedang mengalami kesulitan ekonomi sebagai efek pandemi, semangat untuk mudik tidak terbendung. Akibatnya, banyak rute-rute utama perjalanan antar-kota di Sumatera Barat yang mengalami macet. Bahkan pernah menjadi headline di media massa soal adanya perantau yang “bacaruik pungkang” sebagai bentuk kekesalan terhadap perjalanan yang tidak lancar.
Berbeda dengan mudik 2022, tahun 2023 dilakukan saat ekonomi sudah relatif membaik. Pembatasan-pembatasan sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19 sudah tidak ada lagi. Tentu saja dapat diduga, para perantau akan semakin termotivasi untuk pulang ke kampung halaman, melepas rindu dengan sanak saudara. Bahkan di beberapa daerah, misalnya sudah dicanangkan “Alek Nagari Pulang Basamo” yang akan diadakan oleh Ikatan Keluarga Kacang (IKKA) yang akan mengadakan acara bertajuk “Rang Kacang Badunsanak.”
Hal ini akan menjadi tantangan buat para aparat yang bertugas untuk kelancaran dan keselamatan arus mudik, seperti Dinas Perhubungan dan Direktorat Lalulintas Polda Sumbar.
Kejadian 2022 tidak boleh terulang lagi. Harus ada tindakan nyata yang berdampak signifikan terhadap kelancaran arus lalulintas. Apalagi memasuki tahun politik seperti saat ini, para kepala daerah di kabupaten dan kota serta provinsi akan menaruh harapan besar kepada Dinas Perhubungan dan aparat kepolisian untuk memperlihatkan citra positif kinerja mereka.
Tanggung jawab kelancaran arus lalulintas selama mudik ini tidak hanya menjadi beban pemerintah provinsi, namun juga pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangan masing-masing. Apalagi distribusi pengeluaran pemudik yang paling besar adalah untuk berbelanja makan minum dan berkunjung ke destinasi wisata. Dua objek ini akan dibanjiri para pemudik dan tentu bakal terjadi kemacetan. Sedangkan pemerintah kabupaten dan kota akan mendapat manfaat langsung peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) di sektor pajak hotel dan restoran serta retribusi objek wisata.
Sebagai langkah untuk antisipasi terhadap hal itu, di berbagai forum dan grup yang penulis ikuti, banyak opsi-opsi yang ditawarkan terutama untuk rute Sicincin-Bukittinggi.
Pada mudik tahun 2022, jalur via Padangpanjang macet parah, sedangkan jalur via Malalak relatif lancar. Untuk membagi beban lalulintas agar berimbang perlu dicarikan strategi terbaik.
Dua opsi yang paling populer adalah, pertama, pemberlakuan jalan satu arah pada jalur Sicincin-Bukittinggi via Malalak dan Bukittinggi-Sicincin via Padangpanjang; dan kedua: pemberlakuan Genap-Ganjil. Mana dari kedua opsi ini yang terbaik?
Menurut penulis, kedua opsi tersebut ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Secara teori, mengatasi kemacetan dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas jalan atau mengurangi demand (volume yang akan lewat).
Peningkatan kapasitas jalan bukanlah perkara mudah. Apalagi untuk mengakomodir volume lalulintas mudik. Lagi pula, mengakomodir volume mudik akan berdampak pemborosan karena pada waktu normal jalan tersebut hanya akan terisi sekitar seperlimanya saja.
Opsi yang paling mungkin adalah melakukan Travel Demand Management (TDM) atau mengatur kebutuhan perjalanan agar volume terkendali di bawah kapasitas jalan. Opsi TDM, berupa pemberlakuan jalan satu arah, pengaturan Genap-Ganjil, Three in One, insentif bagi pengguna angkutan umum dan disinsentif terhadap pengguna kendaraan pribadi.
Pemberlakuan opsi-opsi tersebut tidak bisa serta-merta. Harus melalui kajian yang mendalam, sosialisasi yang masif kepada masyarakat dan jika diperlukan, dapat dilakukan ujicoba lapangan atau simulasi virtual.
Pada kesempatan ini, akan kita kaji opsi jalan satu arah dan opsi Genap-Ganjil.
Pada umumnya pemberlakuan jalan satu arah akan efektif pada daerah perkotaan yang memiliki jaringan jalan berpola grid. Keuntungan pemberlakuan jalan satu arah ini adalah meningkatnya kapasitas jalan, namun belum tentu mengurangi volume lalulintas. Kelemahannya adalah menyebabkan masyarakat yang tinggal di lokasi tertentu harus melakukan perjalanan lebih panjang dari sebelumnya yang berakibat penambahan waktu perjalanan dan konsumsi bahan bakar.
Untuk rute pendek, mungkin tidak terlalu signifikan. Namun untuk rute panjang antar kota, biaya yang ditanggung pengguna jalan akan sangat besar. Apalagi untuk kasus jalan Sicincin-Bukittinggi ini, terdapat banyaknya persimpangan yang dalam pengendaliannya membutuhkan effort yang besar dan cenderung mempertinggi potensi kecelakaan akibat adanya kendaraan yang mencoba melawan arah.
Opsi kedua adalah Pemberlakuan Genap-Ganjil pada jalur padat. Pada opsi ini, kendaraan yang nomor polisinya ganjil hanya boleh lewat pada jalur tersebut pada tanggal ganjil, dan nomor polisi genap pada tanggal genap saja. Opsi ini memberikan keuntungan yang lebih nyata yaitu volume lalulintas turun separuh dibanding jika tidak ada penerapan Genap-Ganjil. Namun dalam praktiknya, pemberlakuan Genap-Ganjil sepertinya berpihak kepada orang kaya yang memiliki kendaraan lebih dari satu dan bernomor genap dan ganjil.
Pada kasus mudik, biasanya pemudik hanya akan membawa satu kendaraan per keluarga. Maka pada kasus ini, pemudik akan merasa terzolimi karena tidak dapat melakukan perjalanan pada hari-hari tertentu.
Untuk mengatasi hal ini, maka pemberlakuan Genap-Ganjil sebaiknya hanya pada jalur padat yang ada jalur alternatifnya. Dengan cara ini maka pembebanan lalulintas akan relatif merata pada rute-rute yang ada.
Untuk kasus Sicincin-Bukittinggi yang terdapat dua alternatif rute yakni via Padangpanjang atau via Malalak, pemberlakuan Genap-Ganjil untuk rute via Padangpanjang menyebabkan kendaraan yang bernomor pelat berbeda akan beralih menggunakan jalur via Malalak.
Oleh karena itu, penulis cenderung merekomendasikan opsi kedua ini. Namun penerapan opsi kedua ini harus diikuti dengan sosialisasi secara masif dan jangka waktu yang cukup.
Dalam praktiknya, tidak harus Genap-Ganjil ini diberlakukan di sepanjang rute Sicincin-Bukittinggi. Namun dapat dibatasi pada ruas jalan yang sangat padat saja. Selain itu, opsi ini perlu didukung dengan penyediaan angkutan umum dengan standar pelayanan yang melebihi standar pelayanan minimum. Integrasi antar dan inter moda juga perlu disiapkan agar pengguna kendaraan pribadi yang terbatasi gerakannya bersedia pindah ke moda angkutan umum.
Pemilihan opsi ini juga tidak boleh mengabaikan standar manajemen dan rekayasa transportasi mikroskopik pada titik-titik berpotensi macet. Dengan demikian kita dapat berharap agar Mudik 2023 ini lebih baik dari Mudik 2022.(*)