Oleh: Suryani, Wartawati Padang Ekspres
KEMAJUAN teknologi membuat banyak pekerjaan dan urusan bisa dilakukan hanya dengan ujung-ujung jari. Termasuk meminjam uang. Untuk mendapatkan pinjaman uang, orang tak perlu lagi repot-repot pergi ke bank. Tidak perlu pula agunan dan waktu lama menunggu dana cair.
Sejak adanya financial technology (fintech) atau pinjaman online (pinjol), mendapatkan pinjaman bisa dilakukan di rumah atau di mana saja. Syaratnya relatif mudah. Cukup download aplikasinya lalu ajukan pinjaman dengan melampirkan beberapa persyaratan, seperti fotokopi KTP, kartu keluarga, NPWP, slip gaji dan lainnya. Dalam hitungan hari, pinjaman pun cair. Nominal yang bisa dipinjam mulai Rp1 juta sampai miliaran.
Adanya pinjaman online memudahkan masyarakat mendapatkan dana untuk kebutuhan pribadi maupun modal usaha. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun di Indonesia.
Bank dan lembaga keuangan selektif menyalurkan kredit, baik untuk konsumtif maupun produktif. Khawatir macet karena pendapatan orang maupun usaha tidak stabil. Pinjol hadir bagai dewa penolong bagi yang butuh dana segar. Ibarat setetes embun di padang gersang. Kesulitan keuangan dialami sebagian orang dampak pandemi pun teratasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, Jumat (15/10), ada Rp260 triliun uang beredar lewat pinjol. Dalam tabel outstanding fintech lending atau pinjol, per Agustus 2021, tercatat 13.815.562 rekening penerima pinjaman aktif untuk kategori usia 19-34 tahun, dengan total utang mencapai Rp14,74 triliun.
Jumlah tersebut tercatat paling banyak jika dibandingkan data bulan yang sama dengan rentang usia di bawah 19 tahun, atau 35-54 tahun, dan lebih dari 54 tahun. Per September 2021, ada 107 pinjol resmi yang memiliki izin dan terdaftar di OJK, 85 pinjol yang berizin dan 22 yang terdaftar. Di luar itu berarti ilegal.
Maraknya Pinjol Ilegal
Masalah muncul ketika maraknya pinjol ilegal. Banyak peminjam akhirnya stres, depresi hingga bunuh diri diteror debt collector pinjol ilegal karena telat bayar pinjaman. Banyak yang tak mampu membayar karena denda dan bunga yang mencekik sehingga utang tak lunas-lunas. Sebaliknya nominal utang terus menggunung sehingga debitur tak mampu lagi membayar. Namun kreditur tak mau tahu. Lewat debt collector terus saja melakukan penagihan dengan cara-cara yang jauh dari beretika. Tidak hanya meneror, bahkan disertai dengan intimidasi berbau pornografi.
Doni, 23, karyawan swasta di Padang, Sumatera Barat mengaku diteror debt collector pinjol dengan cara menyebarkan foto dirinya bertelanjang dada sambil memegang KTP dirinya kepada keluarga dan temannya lewat medsos atau WhatShap disertai kata-kata seolah ia penjahat yang sedang dicari. Ia bingung karena tak pernah memberikan foto dirinya seperti itu kepada pinjol tersebut.
Tentu saja Doni stres mendapati perlakuan itu. Padahal utangnya sebesar Rp1.500.000 beserta bunganya, sudah ia bayar lunas. Doni tak mengerti kenapa ia masih juga diteror. Pria lajang ini juga tak memahami sistem bunga yang diterapkan si pemberi pinjaman tersebut. Ia terpaksa meminjam karena terdesak uang untuk memperbaiki sepeda motornya. Ia kesulitan keuangan sejak pandemi Covid-19 yang berimbas kepada pemotongan gaji di perusahaan tempat ia bekerja. Pinjol solusi yang disarankan temannya. Namun ternyata bukannya menolong malah ia menuai masalah. Tak tahan dengan perlakuan itu Doni pun melapor ke kantor polisi sambil membawa bukti teror dari si pemberi pinjol.
Tak hanya Doni, masih banyak korban pinjol yang terlilit lingkaran setan utang pinjol. Fakhri, 33, juga karyawan swasta di Padang mengaku, hanya meminjam belasan juta, utangnya sampai menumpuk jadi Rp80 jutaan, padahal ia tetap mencicil angsurannya. Fakhri sampai berutang sana-sini untuk membayar angsurannya. Namun tetap saja tak lunas-lunas. Stres dan tak fokus bekerja, ayah dua anak ini memutuskan resign dari pekerjaannya.
Parahnya, ada peminjam yang bunuh diri karena tak kuat menanggung beban utang pinjol. Empat kasus bunuh diri tercatat dalam beberapa tahun terakhir akibat jeratan pinjol ilegal. Kasus terbaru dialami oleh WPS, 38, seorang ibu rumah tangga di Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Ia mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri Sabtu, 2 Oktober 2021, karena diduga tidak kuat menerima teror dari debt collector dari 23 pinjaman online atau pinjol yang menagih utang.
Polri telah menerima laporan terkait kejahatan penyelenggara financial technology peer to peer lending (fintech P2P lending) atau pinjol ilegal sebanyak 371 kasus. Data itu akumulasi dari seluruh Polda jajaran dan Bareskrim Polri sepanjang tahun 2020-2021. Dari ratusan laporan tersebut, 91 kasus sudah diungkap. Delapan di antaranya telah masuk ke proses persidangan. Sisanya masih tahap penyelidikan.
Peran OJK dalam Menertibkan Pinjol Ilegal
Untuk mengatasi marakya pinjol ilegal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) bersama kepolisian serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) selalu melakukan patroli siber bersama kominfo dan memblokir situs yang dikenali sebagai pinjol ilegal. Per 6 Oktober 2021, OJK telah menindak akses pinjaman online (pinjol) ilegal sebanyak 3.516 aplikasi atau situs yang telah beroperasi sejak tahun 2018.
OJK meminta masyarakat waspada pinjaman online melalui SMS/WhatsApp karena penawaran tersebut merupakan pinjol ilegal. OJK mengimbau masyarakat hanya menggunakan pinjaman online resmi terdaftar/berizin OJK serta selalu untuk cek legalitas pinjol ke kontak 157/ WhatsApp 081157157157. OJK akan menindak tegas perusahaan pinjaman online legal yang melakukan tindakan penagihan (debt collector) secara tidak beretika.
Hanya saja dalam pemberantasan pinjol, OJK menghadapi beberapa kendala. Meski sudah melakukan pemblokiran, esoknya muncul lagi aplikasi pinjol ilegal. Ini karena mudahnya membuat aplikasi pinjaman online. Apalagi kebanyakan servernya berada di luar negeri sehingga sulit dilacak. Dari sisi peminjam, kurangnya literasi atau pemahaman tentang mekanisme pinjol itu sendiri. Meski OJK terus mengedukasi masyarakat agar meminimalisir pinjaman ke pinjol ilegal namun tetap saja tak mempan. Lantaran terdesak butuh uang, banyak peminjam tidak berpikir panjang. Baru terpekik saat membayar angsuran dan menerima teror dari si penagih.
Karena sudah meresahkan masyarakat Indonesia, Presiden Joko Widodo pun angkat bicara. Orang nomor satu di Indonesia ini pun meminta pinjol ilegal dikawal ketat. Pinjol ilegal diharap jangan sampai merusak imej keuangan digital atau financial technology (fintech) yang sudah membantu masyarakat dan negara, apalagi di saat pandemi Covid-19. Tak menunggu lama, OJK melalui SWI bersama polisi langsung bergerak menindak perusahaan-perusahaan pinjol ilegal yang beroperasi di sejumlah daerah. Hingga 22 Oktober 2021, terdapat 13 kasus pinjol ilegal yang diungkap dengan 57 tersangka yang ditangkap pihak kepolisian tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.
Pemerintah pun sudah melakukan sinergi dan kolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk memberantas pinjol ilegal. Kolaborasi ditandai dengan penandatanganan kesepakatan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Koperasi dan UKM, dan Kepolisian RI, Kamis, 21 Oktober 2021. Lima lembaga ini menyepakai tiga program yaitu pencegahan, penanganan pengaduan masyarakat dan penegakan hukum terkait pinjol ilegal sesuai kewenangan masing-masing.
Harapan ke Depan
Keuangan digital tak bisa dibendung seiring tuntutan zaman dan kemajuan teknologi. Sebaliknya terus didorong agar berkembang dengan sehat, produktif, menyejahterakan masyarakat dan mendongkrak ekonomi nasional.
Karena itu, semua faktor penghambat mesti diatasi. Di masa pandemi Covid-19 yang mulai mereda, lembaga keuangan sangat berperan untuk memulihkan kembali ekonomi yang terpuruk dampak Covid-19. Meski sebaran virus Covid-19 sudah menunjukkan tren menurun tapi tetap wajib mematuhi protokol kesehatan dan melaksakan 5M yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan membatasi mobilisasi serta interaksi dengan orang lain.
Nah, transaksi digital masih sangat relevan untuk menekan penyebaran Covid-19. Karena itu, keuangan digital tetap menjadi andalan untuk bertransaksi atau untuk mendapatkan dana segar. Baik untuk pribadi maupun usaha.
Makanya, OJK dan pihak terkait mesti intens mengatasi hambatan perkembangan fintech ini.
Tidak hanya kepada pemberi pinjaman tapi juga ke masyarakat sebagai peminjam. Edukasi bagi masyarakat terkait pinjol ilegal itu menjadi hal utama dalam pemberantasannya. Libatkan semua pihak dalam mengedukasi masyarakat. Sosialisasikan kepada masyarakat sampai lapisan terbawah dan pemerintah terendah soal bahaya pinjol.
Masyarakat harus mengenali ciri-ciri fintech ilegal serta mengetahui risiko dari penggunaan pinjol ilegal tersebut. Sebelum menjadi wabah atau berubah jadi “pandemi” pinjol yang menjangkiti masyarakat, pemberantasannya harus terus digencarkan. Jangan sampai pinjol yang diharap jadi penyembuh malah jadi pembunuh bagi masyarakat yang butuh uang pinjaman.
Pemerintah melalui Kominfo juga mesti mencari cara untuk memblokir keberadaan pinjol ilegal yang ada di aplikasi Messaging, seperti Whatsapp dan Telegram. Sebab banyak pinjol ilegal yang pindah berkeliaran ke layanan percakapan tersebut mengingat jika melalui aplikasi yang ada di playstore maupun applestore, mereka akan kesulitan memperoleh data pribadi pengguna.
Penegakan hukum dapat mempersempit gerak pelaku pinjol. Upaya pemberantasan harus terus dilakukan agar tidak berkembang lagi di tengah masyarakat. Sebarkan kewaspadaan kepada pinjol ilegal melalui layanan SMS dan medsos. Kolaborasi atau sinergi antar lembaga terkait dan elemen masyarakat adalah kunci pemberantasan pinjol ilegal. OJK, di usianya yang sudah satu dasawarsa semakin dewasa menyikapi tantangan dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya. Tidak hanya memberantas pinjol tapi juga dalam tugas-tugasnya yang lain. (***)